Setahun jelang Olimpide Tokyo 2020, hasil kurang memuaskan dicatat ganda putra terbaik Indonesia pada Kejuaraan Dunia 2019. Kekalahan ini perlu menjadi pelajaran bagi pemain dan pelatih.
Oleh
Yulia Sapthiani
·4 menit baca
BASEL, RABU - Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon kembali gagal melewati tes dalam kejuaraan tertinggi Federasi Bulu Tangkis Dunia, Kejuaraan Dunia. Kekalahan ini menjadi pelajaran bagi mereka dan tim pelatih ganda putra, karena setahun ke depan akan menjadi masa krusial menjelang Olimpiade Tokyo 2020.
Kekalahan 21-16, 14-21, 21-23, dari Choi Solgyu/Seo Seung-jae (Korea Selatan), Rabu (21/8/2019), bahkan terjadi dalam penampilan perdana Kevin/Marcus di Stadion St Jakobshalle, Basel, Swiss. Laga melawan Choi/Seo terjadi di babak kedua setelah Kevin/Marcus, yang menjadi unggulan teratas, mendapat bye di babak pertama.
Berbeda dengan Kevin/Marcus, ganda senior, Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan melewati tantangan pertama dengan mengalahkan Jelle Maas/Robin Tabelling (Belanda), 21-13, 21-12.
Hasil Kevin/Marcus di Basel lebih buruk dibandingkan dengan keikutsertaan Kejuaraan Dunia 2017 di Glasgow, Skotlandia dan di Nanjing, China setahun kemudian. Pada dua kejuaraan itu, Kevin/Marcus terhenti pada perempat final. Di Glasgow, Kevin/Marcus kalah dari Chai Biao/Hong Wei (China), adapun di Nanjing disingkirkan Takeshi Kamura/Keigo Sonoda (Jepang).
Kevin dan Marcus mengatakan, mereka banyak membuat kesalahan dalam laga selama 1 jam 4 menit itu. Di seberang net, lawan mampu mengatur ritme permainan yang mereka inginkan, seperti memperlambat servis. Hal ini memengaruhi pola permainan ganda berjuluk ”Minions” itu.
Marcus mengakui ada beban untuk menjadi juara dunia yang belum pernah mereka rasakan. ”Pada tiap turnamen beban selalu ada. Tetapi kami berusaha sebaik mungkin,” katanya.
Selain tetap mengasah kemampuan teknis, legenda bulu tangkis Indonesia, Christian Hadinata, mengingatkan hal lain yang harus diperhatikan Kevin/Marcus dan tim pelatih ganda putra pelatnas bulu tangkis. ”Kekalahan ini jangan menjadi beban psikologis. Jadikan ini pelajaran karena mereka akan menjadi tumpuan untuk meraih emas Olimpiade Tokyo 2020,” ujarnya.
Juara dunia 1980 ganda putra (bersama Ade Chandra) dan ganda campuran (bersama Imelda Wigoeno) itu mengatakan, setahun jelang Olimpiade akan menjadi masa krusial bagi Kevin/Marcus. Tekanan yang dirasakan akan semakin berat karena rekam jejak prestasi menempatkan mereka sebagai andalan juara Olimpiade.
Berbagai gelar juara menempatkan Kevin/Marcus sebagai ganda putra nomor satu dunia sejak 2017 hingga saat ini.
Christian berkaca pada pengalaman saat mendampingi Ricky Soebagdja/Rexy Mainaky ke Olimpiade Atlanta 1996. Setahun sebelum Olimpiade, mereka banyak meraih gelar juara, di antaranya Kejuaraan Dunia, Piala Dunia, dan All England.
Pada saat yang sama, tekanan yang dirasakan semakin besar. Christian mengharapkan mereka bisa melewati perolehan medali perak ganda putra, dari Eddy Hartono/Gunawan, pada Olimpiade Barcelona 1992.
Dalam kondisi tersebut, sosok yang telah melahirkan pemain-pemain ganda putra Indonesia level dunia ini menyebut, pelatih dan pemain harus bisa mengelola faktor psikologis. Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan mempererat hubungan personal.
”Saya sering ngobrol berdua dengan Ricky atau Rexy, membahas motivasi dan perasaan mereka tentang Olimpiade. Intinya, saya menggali kondisi psikologis mereka. Ini harus dilakukan dengan keterbukaan. Ini penting dilakukan karena kemampuan teknis Kevin/Marcus tak diragukan lagi,” tutur Christian.
Cara itu, lanjut Christian, menjadi salah satu cara untuk mengurangi beban yang dirasakan Kevin/Marcus. Cara lain adalah memilah target pada setiap kejuaraan yang diikuti sebelum Olimpiade.
Mencontoh pada petenis-petenis top dunia yang berkarier panjang, seperti Roger Federer, Rafael Nadal, dan Novak Djokovic, gelar juara tak harus selalu menjadi target pada setiap turnamen. Mereka jeli memilih turnamen besar sebagai target, dengan demikian bisa meraih puncak penampilan turnamen tersebut.
”Itu artinya, jika Kevin/Marcus kalah pada turnamen berikutnya, bentuklah pola pikir positif dari kekalahan tersebut. Kekalahan itu bisa turut menurunkan level tekanan pada mereka,” kata Christian.
Sejarah Baru
Di nomor ganda putri, semifinalis Kejuaraan Dunia 2018 Greysia Polii/Apriyani Rahayu menjadikan prestasi mereka setahun lalu sebagai motivasi untuk meraih hasil lebih baik di Basel. ”Kami mau positif terus. Tahun lalu, kami main di semifinal, itu tinggal sejarah. Kami enggak mau fokus ke situ, tetapi kami ingin cetak lagi sejarah yang baru. Kami harus berjuang dari awal lagi,” kata Greysia, pada laman resmi PP PBSI, usai memastikan lolos ke babak ketiga.
Pada babak kedua, Rabu, ganda putri terbaik Tanah Air ini mengalahkan pasangan Rusia, Anastasiia Akchurina/Olga Morozova, 21-13, 21-12.
Untuk menjadi juara dunia, pemain harus memenangi enam pertandingan sejak babak pertama hingga final. Kecuali pada tunggal putra, pemain-pemain unggulan di empat nomor lain mendapat bye di babak pertama hingga mereka pun membutuhkan lima kemenangan.