Dukungan orangtua bisa menjadi motivasi bagi atlet untuk meraih prestasi. Lifter Jawa Tengah, Ifah Rohmadian, membalas dukungan orangtuanya dengan juara nasional angkat besi.
Oleh
Denty Piawai Nastitie
·3 menit baca
BANDUNG. KOMPAS — Lifter asal Jawa Tengah, Ifah Rohmadian (19), untuk pertama kalinya meraih medali emas Kejuaraan Nasional PABBSI 2019. Dia mempersembahkan tiga medali emas untuk ayahnya, Paryono, yang meninggal karena sakit tumor.
Tampil di kelas 59 kilogram, Ifah mengukir angkatan total 189 kg (snatch 90 kg, clean and jerk 99 kg). Dia memenangi persaingan melawan lifter Kalimantan Barat, Putri Aulia Andriani (182 kg, snatch 84 kg, clean and jerk 98 kg), dan lifter DKI Jakarta, Irma Cahya (174 kg, snatch 77 kg, clean and jerk 97 kg).
Ifah mengatakan sangat bahagia bisa mewujudkan cita-cita orangtua untuk menjadi juara. ”Motivasi terbesar saya adalah orangtua. Sejak ayah meninggal, saya ingin meringankan beban ibu yang harus bekerja untuk saya dan adik. Saya bersyukur bisa mewujudkan harapan,” ujarnya di GOR Tri Lomba Juang, Bandung, Jabar, Rabu (21/8/2019).
Sebelum berlomba, Ifah sempat gugup karena khawatir tidak tampil maksimal dalam ajang yang menjadi kualifikasi PON Papua 2020 itu. Mahasiswi Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang itu bisa mengatasi kegugupannya dan mencatat tiga angkatan snatch dengan sempurna, 80 kg, 85 kg, dan 95 kg. Angkatan terakhir itu menjadi rekor terbaiknya karena saat latihan dia baru bisa mencapai 90 kg.
Pada angkatan clean and jerk, Ifah juga berhasil dengan dua angkatan awal, 94 kg dan 99 kg. Namun, dia gagal mengangkat beban 103 kg. Ifah dipastikan meraih medali emas setelah Putri Aulia dua kali gagal melakukan angkatan 106 kg. Padahal, angkatan pertama Putri adalah 98 kg.
Ifah mengatakan, saat di atas panggung dia tidak tahu berapa beban yang diangkatnya. ”Pokoknya saya percaya saja dengan pelatih. Saya tidak tahu mengangkat berapa karena kalau dikasih tahu nanti saya malah terbebani. Saya coba saja maksimal, ternyata bisa,” katanya.
Ifah adalah anak pertama dari dua bersaudara. Dia terlahir dari keluarga sederhana, putri dari almarhum Paryono dan Srimarni (39 tahun). Semasa hidup, ayahnya memperoleh penghasilan sebagai pedagang bubur kacang hijau di Stadion Jatidiri, Semarang.
Saat menemani ayahnya berdagang, Ifah diajak berlatih angkat besi oleh Ayu, sesama lifter asal Jateng yang sedang berlatih di Stadion Jatidiri. Untuk menjalani latihan, Ifah diantar oleh orangtuanya menggunakan sepeda motor.
Kerja kerasnya mulai membuahkan hasil ketika menjadi juara pada Pekan Olahraga Provinsi Jateng 2019, di Solo, Jateng. Sebagian hadiah perlombaan kemudian dipakai untuk memperbaiki rumahnya di Semarang.
”Selama ini saya mencoba menjalani saja, alhamdulillah mulai mendapat hasil,” ujar Ifah.
Dominasi atlet pelatnas
Di kelas 67 kg putra, persaingan didominasi dua lifter pelatnas, Deni dan Mohammad Yasin. Deni yang mewakili Bengkulu meraih tiga emas dengan angkatan 313 kg (snatch 140 kg, clean and jerk 173 kg). M Yasin meraih tiga perak dengan total 297 kg (snatch 135 kg, clean and jerk 162 kg).
Rizki Juniansyah asal Banten merebut dua medali perunggu untuk total angkatan 281 kg, serta clean and jerk 158 kg. Adapun perunggu angkatan snatch diraih M Denial (Jambi) dengan angkatan 124 kg.
Deni mengatakan, penampilannya di kejurnas sesuai harapan. ”Target saya adalah memperbaiki rekor pribadi, yaitu total angkatan 310 kg. Alhamdulillah, saya bisa mencapai 313 kg,” kata Deni seusai berlomba.
Peningkatan angkatan ini penting karena Deni akan membela Indonesia pada Kejuaraan Dunia 2019 di Pattaya, Thailand, 18-28 September 2019. Di ajang itu, Deni memasang target bisa mencapai total angkatan 315 kg. Deni juga berharap bisa merebut emas di SEA Games 2019. Kedua ajang ini termasuk dalam kualifikasi menuju Olimpiade Tokyo 2020.
”Saya berharap angkatan saya bisa meningkat setahap demi setahap karena peningkatan angkatan sangat penting untuk mengumpulkan poin peringkat dunia menuju Olimpiade,” ujarnya.