Penyesalan Kaisar Hirohito yang Tidak Tersampaikan
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·2 menit baca
Dalam berbagai kesempatan, mantan Kaisar Jepang Hirohito menyesali keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II. Ia ingin mengekspresikan perasaannya dengan mengucapkan kata penyesalan dalam pidato tahun 1952, namun tidak jadi menyampaikannya karena dicegah oleh perdana menteri saat itu, Shigeru Yoshida.
Rasa penyesalan Hirohito tersebut terdapat dalam sejumlah dokumen yang disiarkan secara eksklusif oleh lembaga penyiaran publik Jepang, NHK. Catatan percakapan Hirohito pada kurun waktu 1949-1953 disimpan oleh Michiji Tajima, pejabat tinggi Badan Rumah Tangga Kekaisaran, yang bertugas setelah Perang Dunia (PD) II berakhir.
NHK memiliki 18 catatan Hirohito dari keluarga Tajima dan menyiarkannya sepanjang akhir pekan lalu. Meski penyesalan Hirohito yang dalam tidaklah mengejutkan, dokumen tersebut menggambarkan betapa perasaan itu memberikan dampak yang menyakitkan bagi Hirohito.
Dokumen tersebut menggambarkan betapa perasaan itu memberikan dampak yang menyakitkan bagi Hirohito.
Badan Rumah Tangga Kekaisaran tidak memberikan tanggapan atas dokumen tersebut.
Ketika Kaisar Hirohito menyiapkan pidato untuk upacara peringatan kemerdekaan Jepang dan berakhirnya pendudukan Amerika Serikat tahun 1952, ia bersikeras pada Tajima bahwa ia harus memasukkan kata penyesalan dalam pidatonya. Permintaan itu disampaikan kepada PM Yoshida. Yoshida menyarankan tidak memasukkan penyesalan itu.
Dalam pandangan Yoshida saat itu, rakyat perlu melihat jauh ke depan dan pernyataan apa pun seperti permintaan maaf akan memberikan kesan keliru. Ungkapan penyesalan pun dihapus dari naskah pidato yang disampaikan Hirohito untuk memperingati perjanjian damai San Francisco.
PD II, yang berakhir saat Jepang menyerah setelah Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi bom atom tahun 1945, dilakukan Jepang atas nama kaisar, yang dianggap sebagai dewa. Setelah perang berakhir, AS membolehkan kaisar tinggal sebagai simbol negara tanpa punya kekuatan politik apa pun.
Dokumen itu juga memperlihatkan bahwa Hirohito merasa, alih-alih menyerah dalam perang, ia berharap bisa mengakhiri perang lebih awal. Ia secara pribadi juga menyatakan ngeri atas kekejaman yang dilakukan militer Jepang. Akan tetapi, Hirohito juga mengatakan kepada Tajima, militer begitu kuat sampai-sampai ia tak bisa memengaruhinya.
Hirohito meninggal tahun 1989 pada usia 87 tahun karena kanker. Ia digantikan putranya, Akihito, yang belum lama ini turun takhta dan menyerahkan Takhta Krisan kepada putranya, Naruhito. Baik Akihito maupun Naruhito secara publik telah mengekspresikan penyesalan mereka atas perang. (AP/AFP)