Awan hujan mulai bermunculan di beberapa wilayah Riau. Untuk percepatan terjadinya hujan, penebaran garam untuk menyemai awan hujan dioptimalkan.
Oleh
SYAHNAN RANGKUTI
·3 menit baca
PEKANBARU, KOMPAS — Awan hujan mulai bermunculan di beberapa wilayah Riau, terutama di bagian barat, utara, dan pesisir timur. Untuk percepatan terjadinya hujan, Satuan Tugas Kebakaran Lahan dan Hutan Riau semakin mengoptimalkan penebaran garam untuk menyemai awan hujan.
”Kebakaran masih berlangsung di beberapa lokasi di Riau. Tim satgas darat dan udara terus berupaya memadamkannya. Di sisi lain, ada harapan kondisi membaik karena sudah muncul potensi awan hujan. Kami mengoptimalkan teknologi modifikasi cuaca dengan menebar garam,” ujar Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau Edwar Sanger saat dihubungi di Pekanbaru, Rabu (21/8/2019).
Pertumbuhan awan hujan di Riau memang menunjukkan peningkatan. Namun, musim kemarau Riau belum berlalu.
Menurut Edwar, pesawat Cassa 212 telah menyebar 1.000 kilogram garam di awan wilayah Bengkalis, Meranti, dan Siak. Sampai Rabu, masih ada stok 13.000 kilogram garam di posko satgas yang siap disebar.
Secara terpisah, Kepala Seksi Data dan Informasi Kantor Stasiun Meteorologi Pekanbaru Marzuki mengungkapkan, pertumbuhan awan hujan di Riau memang menunjukkan peningkatan. Namun, musim kemarau Riau belum berlalu.
”Kami memprediksi puncak musim kemarau masih akan berlangsung sampai akhir Agustus. Kalau kondisi seperti sekarang berjalan normal, dalam artian tidak ada gangguan badai tropis yang menarik massa udara Riau, mulai September hujan ekuatorial sesekali akan turun sampai berakhirnya musim kemarau,” tutur Marzuki.
Saat ini, kata Marzuki, hampir setengah wilayah Riau, seperti Kampar, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Bengkalis, Dumai, Siak, dan Meranti sudah mulai hujan. Hanya saja, setengah wilayah lainnya, seperti Pelalawan dan Indragiri Hilir, masih kering tanpa hujan lebih dari 10 hari. Kekeringan parah itu berimplikasi terhadap tingginya kebakaran lahan yang masih terjadi sampai saat ini.
Kebakaran TNTN
Berdasarkan pantauan satelit pada Rabu pagi, terdeteksi 59 titik panas yang tersebar di tujuh kabupaten dan kota di Riau. Titik panas terbanyak berada di Pelalawan (23 titik) disusul Indragiri Hilir (19).
Edwar menyebutkan, kebakaran lahan di Pelalawan tersebar di beberapa wilayah kecamatan, salah satunya berada di dalam areal Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui. Kebakaran di habitat gajah sumatera itu masih belum dapat dikendalikan.
”Sejak kemarin, kami mengirimkan helikopter jenis Kamov untuk memadamkan kebakaran di TNTN. Kebakaran berlangsung di sekitar lokasi kebakaran yang sudah dipadamkan sebelumnya,” kata Edwar.
Juru bicara WWF Riau, Syamsidar, mengungkapkan, lokasi kebakaran lahan di TNTN tidak jauh dari lokasi kamp pelatihan gajah jinak WWF. Sebelumnya, pada kebakaran pekan lalu, api sempat mendekati lokasi kamp sehingga gajah-gajah jinak dipindahkan ke lokasi yang lebih aman.
”Kebakaran yang terjadi minggu lalu sempat padam pada Jumat. Hari Sabtu dan Minggu tidak ada kebakaran. Namun, pada Senin sore, muncul lagi api baru di lima titik. Saat ini, gajah jinak kami tempatkan di lokasi yang jauh dari kebakaran. Di sana gajah aman karena dekat dengan sumber air dan banyak pakan,” tutur Syamsidar.
Di Pekanbaru, kabut asap masih menggelayuti angkasa. Pada pagi hari, kabut terlihat tebal dan siang hari menipis. Menurut Marzuki, jarak pandang di Kota Pekanbaru pada Rabu pagi mencapai 4.000 meter.
Marzuki mengatakan, indeks pencemaran udara dari ukuran konsentrasi partikulat (PM 10) berfluktuasi seiring dengan ketebalan asap. Namun, seluruhnya masih berada dalam ambang kondisi baik hingga sedang. Selain itu, jarak pandang belum mengganggu kegiatan penerbangan di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru.