Presiden Joko Widodo telah meminta izin untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Pulau Kalimantan saat sidang bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2019). Namun, hingga saat ini, Presiden masih belum memutuskan lokasi mana yang akan ia pilih sebagai ibu kota baru nantinya.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG
·4 menit baca
Presiden Joko Widodo telah meminta izin untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Pulau Kalimantan saat sidang bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2019). Namun, hingga saat ini, Presiden masih belum memutuskan lokasi mana yang akan ia pilih sebagai ibu kota baru nantinya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi telah meninjau sejumlah lokasi calon ibu kota negara yang baru seperti Bukit Soeharto di Kalimantan Timur dan Bukit Nyuling di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Ia juga telah memerintahkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk membuat kajian tentang hal ini.
Berdasarkan rencana awal, investasi untuk pemindahan ibu kota negara dari 2020 hingga 2024 membutuhkan dana sebesar Rp 485 triliun. Dari dana sebesar itu, direncanakan hanya akan dibiayai dengan APBN sebesar Rp 93 triliun.
Pada Selasa (20/08/2019), di Balikpapan, Kalimantan Timur, Kompas berkesempatan mewawancarai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro soal rencana pemindahan ibu kota ini. Berikut, hasil wawancaranya.
Mengapa hingga saat ini Presiden Jokowi belum mengumumkan lokasi pasti untuk pemindahan ibu kota?
Meski belum ditetapkan, yang pasti presiden ingin menekankan, sudah ada political will dari pemerintah pusat terkait pemindahan ibu kota ke Kalimantan. Penekanan ini penting karena Pulau Jawa itu begitu dominan dari segi ekonomi dan jumlah penduduk sehigga bisa menimbulkan perasaan cemburu dari daerah lain. Karena Presiden ingin agar tercipta Indonesia sentris sehingga bisa mengurangi kesenjangan.
Wacana pemindahan ibu kota ini sudah muncul sejak presiden sebelumnya. Bagaimana sebenarnya konsistensi penerintah menyelesaikan rencana ini?
Pemindahan ibu kota yang terdahulu, kan, tidak dilanjuti sehingga hanya menjadi wacana. Oleh sebab itu, Jokowi tidak ingin hal tersebut hanya menjadi wacana. Oleh sebab itu, kami diminta untuk bekerja serbacepat dan diminta membuat kajian yang komprehensif supaya penentuan lokasinya kuat. Kalau lokasi belum ditentukan, itu bukan karena masih ragu, melainkan semua tergantung political will dari presiden nantinya.
Jika nanti pada akhir pemerintahan Jokowi, ibu kota belum selesai atau belum jadi dipindahkan, bagaimana kelanjutan pemindahan ibu kota pada periode presiden berikutnya?
Tentunya akan dibuat UU mengenai status ibu kota ini, diharapkan UU tersebut bisa disahkan tahun depan. Kemudian, kami akan lakukan konstruksi dengan cepat, agar pada 2024 kegiatan pemindahan sudah cukup signifikan sehingga akan sangat tanggung jika tidak dilanjutkan dan ibu kota dipindahkan lagi ke Jakarta.
Sudah adakah tanda-tanda dari Presiden Jokowi terkait kapan ia akan mengumumkan lokasi pasti?
Untuk waktu pastinya, kami masih belum tahu. Lebih cepat, lebih baik. Kami berharap tahun ini presiden sudah menetapkan lokasi pastinya agar kami bisa segera melakukan kegiatan konstruksi.
Pada tahun 2024, menurut rencana, kantor pemerintahan atau lembaga apa saja yang sudah dipindahkan ke ibu kota baru?
Akan ada kantor kementerian, Istana Negara, dan kompleks parlemen untuk DPR, MPR, dan DPD di sana.
Sudah ada pembicaraan dengan DPR terkait hal ini?
Mereka tentu sadar akan kemungkinan (pemindahan) itu. Nanti pasti akan kami bahas jika ada pertemuan. Wajarnya sebagai negara presidensial di Indonesia antara lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif berada di satu wilayah agar lebih efisien.
Apa saja kendala yang saat ini dihadapi pemerintah untuk pemindahan ibu kota ini?
Kendalanya seperti penyiapan lahan, infrastruktur pendukung, dan manajemen agar pada saat pemindahan, secara paralel banyak kegiatan pemerintahan yang masih bisa berjalan. Oleh sebab itu, harus ada masterplan dan detail engineering desain yang baik. Mulai dengan perkerasan tanah dan buat zonasi sehingga banyak pekerjaan teknisnya dan memang bukan hal yang mudah untuk megaproyek seperti ini.
Pihak swasta banyak membuat kota baru, tetapi tidak mandiri karena warganya bekerja di tempat lain. Sementara kalau kita bikin ibu kota baru, orang-orang nanti akan bekerja di sini nantinya dan harus berdampak pemerataan juga pada wilayah lainnya.
Apakah ada potensi pemindahan ibu kota akan mengikis hutan atau kawasan gambut di daerah Kalimantan?
Kami tidak akan menggunakan kawasan gambut dan lahan hutan untuk lokasi pemindahan ibu kota. Tentu akan cari wilayah lain.
Butuh berapa hektar untuk kawasan ibu kota ini? Apakah luas lahan non-gambut dan nonhutan di Kalimantan mencukupi untuk pemindahan ibu kota baru?
Tentunya mencukupi, karena ada lahan bekas HGU dan kami akan menggunakan tanah yang dikuasai oleh pemerintah. Kami butuh sekitar 40.000 hektar untuk tahap awal. Lalu nanti ibu kota ini bisa berkembang menjadi 100.000-180.000 hektar.
Bagaimana skema pembiayaan pemindahan ibu kota ini? Karena sepertinya tidak semua biaya ditanggung oleh APBN.
Tentunya akan ada kerja sama dengan pihak swasta dan BUMN dengan skema investasi langsung, pengelolaan aset, dan kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU).
Apakah para gubenur sudah mulai bersaing agar daerahnya terpilih menjadi ibu kota?
Tentunya wajar saja jika masing-masing dari mereka sangat ingin agar daerahnya terpilih menjadi ibu kota. Namun, saya tekankan bahwa pemilihan ibu kota ini bukanlah sebuah kompetisi. Presiden tentunya memiliki pertimbangan terbaik dan pemindahan ibu kota ini dampaknya bisa dirasakan ke seluruh Pulau Kalimantan, tidak hanya provinsi tertentu.