Terkemuka Dahulu, Jadi Legenda Bulu Tangkis Kemudian
Bagi saya, ada indikator yang membuat atlet bulu tangkis pantas disebut legenda : juara All England, Kejuaraan Dunia, dan Olimpiade”. Hal tersebut ditetapkan Herry Iman Pierngadi untuk anak-anak didiknya di sektor ganda putra pelatnas bulu tangkis, Cipayung, Jakarta.
Pebulu tangkis terakhir yang berhasil meraih status ”legenda” versi sang pelatih adalah Hendra Setiawan. Hendra juara All England 2014 dan 2019 (bersama Mohammad Ahsan), juara dunia 2007 (Markis Kido), 2013 dan 2015 (Ahsan), dan juara Olimpiade Beijing 2008 (Kido).
Herry ingin prestasi itu diikuti Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon. Setidaknya selangkah mendekati status legenda, dengan menjadi yang terbaik dalam Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis di Basel, Swiss, 19-25 Agustus.
”Minions”, julukan untuk ganda yang dikenal karena kelincahan di lapangan itu, adalah juara All England 2017 dan 2018. Kesempatan pertama meraih emas Olimpiade akan datang di Tokyo tahun 2020.
Kejuaraan Dunia di St Jakobshalle, pekan ini, menjadi kesempatan ketiga bagi Kevin/Marcus untuk menambah daftar gelar juara sebagai ganda putra nomor satu dunia sejak 2017. Penggemar bulu tangkis, melalui forum diskusi di dunia maya, menyebut ”Minions” layak melengkapi prestasi mereka dengan gelar juara dunia.
Seperti All England dan, tentu Olimpiade, Kejuaraan Dunia adalah ajang dengan gengsi lebih tinggi dibandingkan dengan kejuaraan lain dalam kalender BWF. Gengsi Kejuaraan Dunia tetap tinggi meski sejak 2005 diselenggarakan tiap tahun, kecuali pada tahun diselenggarakannya Olimpiade. Sebelumnya, pada 1977-1983, Kejuaraan Dunia digelar tiga tahun sekali dan setiap dua tahun pada 1985-2003.
Gelar juara dunia pun menjadi impian semua atlet. Ambisi besar mereka, bahkan menjadi beban yang juga lebih besar. Ini bisa menjadi bumerang ketika tampil di lapangan.
”Saat tak bisa mengontrol keinginan besar untuk menjadi juara, biasanya akan berpengaruh saat pertandingan. Karena ingin buru-buru menang, main pun jadi tak terkontrol dan sering membuat kesalahan. Mungkin itu juga yang terjadi saat kami gagal pada 2017 dan 2018,” tutur Marcus tentang kekalahan pada perempat final dua kejuaraan dunia terakhir.
Karena itu, ketika diminta mengukur ambisinya menjadi juara dunia pada tahun ini, dalam skala 1-10, Marcus hanya menyebut angka sembilan. ”Satu poin lagi untuk mengontrol diri,” katanya, sekitar sepekan sebelum berangkat ke Basel.
Meski ambisi dikendalikan, upaya untuk menghentikan China yang menguasai ganda putra dua tahun terakhir tetap dilakukan maksimal. Usai salah satu sesi latihan pagi, Marcus, menambah sendiri program latihannya. Di saat teman-temannya meninggalkan lapangan, dia melatih akurasi pukulan net dan drive hingga ratusan kali bersama rekan latih tanding.
Hal itu menjadi antisipasi mereka di tengah persaingan ganda putra yang melibatkan banyak pasangan dengan kemampuan setara. Selain pemain-pemain Indonesia, persaingan level tertinggi nomor ini melibatkan antara lain Takeshi Kamura/Keigo Sonoda, Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe (Jepang), Li Junhui/Liu Yuchen, Liu Cheng/Zhang Nan, Han Cheng Kai/Zhou Haodong, He Jiting/Tan Qiang, (China), serta pasangan Korea Selatan, Denmark, Taiwan, dan Malaysia. Liu/Zhang—yang telah bertukar pasangan—dan Li/Liu adalah juara dunia dalam dua tahun terakhir.
Seperti dikatakan Kevin/Marcus setelah mempertahankan gelar Indonesia Terbuka, Juli, pemain negara lain semakin jeli mempelajari permainan mereka. Terutama dalam kualifikasi Olimpiade Tokyo 2020 yang berlangsung 29 April 2019-26 Mei 2020, saat semua atlet memburu poin sebanyak mungkin untuk lolos ke Tokyo.
Jalan untuk mendekatkan diri menjadi legenda dibuka melalui undian yang dirilis BWF pada 5 Agustus. Pasangan Jepang yang selama ini menjadi lawan berat Kevin/Marcus berada paruh bawah.
Akan tetapi, pada paruh atas, Kevin/Marcus harus bersaing dengan rekan sendiri: Hendra/Ahsan dan Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto. Ini memperkecil peluang terjadinya final sesama Indonesia, meski pada paruh bawah ada Berry Angriawan/Hardianto. Kevin/Marcus berpeluang bertemu Fajar/Rian pada perempat final dan Hendra/Ahsan di semifinal.
”Sebenarnya, saya menyayangkan hasil undian itu. Berdasarkan hasil ganda putra Indonesia pada turnamen besar tahun ini, peluang final sesama pemain Indonesia seharusnya bisa terjadi,” kata Herry yang bersama asistennya, Aryono Miranat, mendampingi ganda putra ke Basel.
Selain Kevin/Marcus, pasangan senior, Hendra/Ahsan, unjuk gigi pada tahun ini. Enam final dari 11 turnamen, salah satunya menghasilkan gelar juara All England, menunjukkan konsistensi penampilan ”The Daddies” meski keduanya berusia di atas 30 tahun. Sejak 6 Agustus, mereka menegaskan dominasi ganda putra Indonesia dengan menempati peringkat kedua dunia, di bawah Kevin/Marcus.
Hendra, yang pada 25 Agustus berusia 35 tahun, mengatakan, motivasinya menjadi juara dunia tak surut meski telah tiga kali meraih status tersebut. Hendra adalah penerus seniornya seperti Tony Gunawan, Candra Wijaya, Ricky Soebagdja, dan Rexy Mainaky, yang telah memenuhi syarat Herry IP sebagai legenda.
Berat di nomor lain
Kevin/Marcus tak hanya menjadi andalan meneruskan kejayaan ganda putra Indonesia yang telah menyumbangkan sembilan gelar juara dunia. Mereka membawa harapan “Merah Putih” di Basel di tengah beratnya peluang nomor lain.
Tunggal putra menempatkan Jonatan ”Jojo” Christie dan Anthony Sinisuka Ginting pada peringkat empat dan delapan dunia. Mereka juga pernah mengalahkan unggulan seperti Kento Momota, Chou Tien Chen, Chen Long, dan Lin Dan.
Namun, jalan menuju juara dunia jauh lebih berat daripada turnamen lain. Mereka harus memenangi enam pertandingan untuk juara, termasuk melewati Lin Dan atau Momota yang sama-sama berada pada paruh atas undian.
Kedua pemain yang berpeluang bertemu pada babak ketiga itu tahu betul bagaimana bersaing dalam kejuaraan besar. Momota adalah juara dunia 2018, sedangkan Lin Dan adalah lebih dari satu kali menjadi juara juara dunia, All England, dan Olimpiade. Jojo dan Anthony kerap kesulitan untuk mengalahkan mereka.
Di ganda campuran, pelatih Richard Mainaky hanya ingin melihat Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti dan Hafiz Faizal/Gloria Emanuelle Widjaja, dua andalan untuk lolos ke Tokyo 2020, meneruskan penampilan pada turnamen sebelumnya, yaitu mengalahkan pasangan top dunia, terutama dua ganda China, Zheng Siwei/Huang Yaqiong dan Wang Yilyu/Huang Dongping.
Ganda putri, Greysia Polii/Apriyani Rahayu, yang lebih sering berjuang ”sendirian” dalam berbagai kejuaraan, berada dalam kepungan pasangan Jepang, China, dan Korea Selatan yang mulai memunculkan lagi kekuatannya. Adapun tunggal putri, Gregoria Mariska Tunjung dan Fitriani, baru ditargetkan memberi perlawanan ketat jika bertemu pemain top.
Maka, tak berlebihan jika Ketua Bidang Pembinaan Prestasi PP PBSI Susy Susanti hanya menyebut satu gelar juara dunia sebagai target.