Membangun Lansia yang Berdaya
Dari 24,49 juta orang penduduk lanjut usia di Indonesia pada 2018, terdapat lima wilayah dengan komposisi penduduk lansia tertinggi, yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Bali.
Bali dan Jawa Timur merupakan dua dari lima provinsi yang memiliki komposisi populasi penduduk lanjut usia (lansia) paling banyak di Indonesia. Manajemen pembangunan kesejahteraan lanjut usia menjadi strategi meningkatkan kualitas hidup lansia di usia senjanya.
Dari 24,49 juta orang penduduk lanjut usia di Indonesia pada 2018, terdapat lima wilayah dengan komposisi penduduk lansia tertinggi, yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Bali.
Proporsi lansia di Jawa Timur mencapai 11,66 persen, sedangkan di Bali mencapai 9,68 persen. Jumlah penduduk lansia di Jawa Timur pada 2017 mencapai 4,81 juta jiwa, paling banyak di Indonesia. Sementara di Bali, jumlah lansia pada 2017 mencapai 454.000 orang.
Memiliki komposisi penduduk dengan angka lansia tinggi, daerah-daerah tersebut tentu memiliki perhatian khusus terhadap kelompok lanjut usia. Provinsi Bali, Jawa Timur, dan Jawa Tengah sudah memiliki dasar hukum untuk merawat para lansia di wilayahnya.
Jawa Tengah memiliki Perda Nomor 6 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Lanjut Usia. Demikian pula Provinsi Jawa Timur memiliki Perda Nomor 5 Tahun 2007 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. Peraturan Daerah yang sama juga dimiliki Provinsi Bali dengan Perda Nomor 11 Tahun 2018 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.
Selain provinsi, sejumlah kabupaten/kota juga memiliki perda serupa. Kota Surabaya punya Perda Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. Kota Pahlawan ini juga punya Taman Lansia sebagai sarana aktivitas lansia.
Di Provinsi Bali, regulasi yang mengatur aspek kesejahteraan lansia meliputi pelayanan agama dan mental spiritual, layanan kesehatan, kesempatan kerja, layanan pendidikan dan pelatihan, kemudahan dalam menggunakan fasilitas publik, kemudahan dalam mendapat layanan dan bantuan hukum, turut dalam partisipasi sosial di ranah sipil, mendapat perlindungan sosial, mendapat bantuan sosial, serta diberi santunan.
Sepuluh poin tersebut menjadi kebutuhan dasar lansia yang dalam Perda Kesejahteraan Lanjut Usia dijabarkan menjadi beragam program. Setiap daerah secara otonom dapat mengembangkan program bagi lansia secara khas dan kontekstual.
Program kesejahteraan
Dinas Sosial Provinsi Bali, sebagai pelaksana program kesejahteraan lansia, memiliki beberapa program. Ragam programnya antara lain Day Care, Usaha Ekonomi Produktif (UEP) sebagai penopang di bidang ekonomi, Nursing Care, perawatan kedaruratan lansia, pendampingan serta perawatan lansia di lingkup keluarga (Home Care), serta Asistensi Sosial Lanjut Usia Terlantar (ASLUT).
Program Day Care diselenggarakan untuk mempertemukan para lansia sebaya dalam suatu kelompok. Day Care lansia konsepnya sarupa dengan day care untuk anak-anak. Para lansia datang di pagi hari, kemudian beraktivitas seharian bersama sesama lansia di lokasi day care.
Day care berbeda dengan panti jompo. Konsep panti adalah sebagai tempat tinggal, tetapi day care hanya memfasilitasi pergaulan para lansia supaya tidak kesepian dan dapat berinteraksi dengan kelompok segenerasi.
Selain Day Care ada pula program UEP yang ditujukan kepada lansia yang berpotensi miskin di Provinsi Bali. Lima kota kabupaten di Bali, yakni Kota Denpasar, Karangasem, Tabanan, Buleleng, dan Klungkung, masing-masing mendapat kuota 20 orang lansia untuk diikutsertakan dalam UEP.
Bentuk program UEP adalah memberikan bantuan biaya hidup sekaligus modal usaha senilai Rp 1,5 juta per lansia setiap bulan. Dana UEP setiap bulan ditransfer langsung ke rekening penerima. Peserta program akan didampingi oleh petugas dengan tujuan membantu mengelola serta mengembangkan usahanya supaya berjalan dengan baik dan benar.
Kriteria penerima UEP antara lain lansia berumur lebih dari 60 tahun, masih produktif dalam mengelola usaha, serta dengan konsisi ekonomi lemah. Tujuan dari program ini adalah meningkatkan taraf hidup lansia, sekaligus menumbuhkan kepercayaan diri serta kemandirian lansia.
Program kesejahteraan lansia lainnya adalah Nursing Care yang diberikan bagi lansia yang tidak dapat mengurus diri sendiri. Para lansia yang tinggal di panti menjadi sasaran program ini. Program Nursing Care berupa bantuan popok dewasa serta selimut yang setiap bulan dianggarkan senilai Rp 1,2 juta.
Tujuan diselenggarakan Nursing Care adalah memberikan pelayanan sosial dan pendampingan kepada lansia yang sudah tidak mampu mengurus diri. Kondisi lansia yang biasanya dilayani dalam keadaan mengalami gangguan mental, depresi, dan demensia.
Selanjutnya, pelayanan kedaruratan lansia ditujukan bagi warga senior yang terkena bencana, kekerasan, perlakuan yang keliru, eksploitasi ketidakberdayaan serta penelantaran. Kondisi-kondisi tersebut digolongkan sebagai keadaan darurat bagi lansia.
Program lainnya adalah Home Care yang melibatkan secara aktif anggota keluarga yang terdapat lansia di rumahnya. Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) Bali menjadi eksekutor program ini.
Home Care diselenggarakan dengan tujuan memenuhi kebutuhan dasar lansia, meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat lansia, dan menciptakan rasa aman, nyaman, serta tentram bagi lansia. Program ini berwujud pendampingan serta pengawasan dari LKS untuk mengedukasi keluarga dan masyarakat tentang bagaimana merawat lansia secara memadahi.
Variasi program lansia di Bali yang terakhir adalah Asistensi Sosial Lanjut Usia Terlantar (ASLUT). Paket program ini berupa bantuan tunai senilai Rp 800.000 yang diterimakan setiap tiga bulan sekali. Selain itu, disediakan seorang pendamping bagi 10 lansia yang tergabung di program ASLUT.
Tujuan pendampingan adalah mengarahkan lansia dalam mengelola dana bantuan sehingga kebutuhan dasar lansia terpenuhi. Program ASLUT diselenggarakan di seluruh wilayah Bali, yakni di Kota Denpasar serta delapan kabupaten di provinsi ini.
Jawa Timur
Provinsi selain Bali yang cukup masif menyelenggarakan program kesejahteraan lansia adalah Jawa Timur. Pada tahun anggaran 2018, Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur menggelar Penilaian Kabupaten/Kota Ramah Lansia. Selain itu juga menggelar Program Keluarga Harapan (PKH) Lansia.
Penilaian daerah ramah lansia di Jawa Timur menerapkan beberapa barometer. Aspek yang dinilai antara lain kelembagaan lansia, dukungan serta komitmen stakeholder, penghargaan yang pernah diperoleh daerah, serta kriteria pelayanan dan kelayakan lingkungan hidup bagi lansia.
Kelembagaan lansia yang dinilai meliputi Komda Lansia, Karang Werda, Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia, serta penggiat lansia lainnya. Kemudian, kriteria dukungan dan komitmen diwujudkan dalam anggaran belanja daerah untuk lansia, program-progam yang sudah berjalan, serta konsistensi penyelenggaraan program.
Penghargaan dalam bidang kesejahteraan lansia tentu menjadi nilai lebih bagi daerah yang mengkalim diri ramah lansia. Selanjutnya, kriteria layanan serta kelayakan lingkungan ditakar dari aspek memiliki kebijakan daerah bagi lansia, terdapat ruang terbuka serta fasilitas publik ramah lansia, dan juga bangunan permukiman ramah lansia.
Dari aspek aktivitas sosial dan pemberdayaan dinilai melalui wujud penghormatan dan pelibatan lansia dalam dinamika sosial. Keterlibatan termasuk juga dalam aspek ekonomi mandiri, para lansia dapat diberdayakan supaya tetap memiliki panggung sebagai aktualisasi diri.
Pada prosesnya, dari 38 kota/kabupaten di Jawa Timur hanya 9 yang mengirimkan profil ramah lansia untuk dikompetisikan. Hasilnya, muncul tiga daerah yang dapat dinyatakan sebagai ramah lansia. Ketiga daerah tersebut adalah Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Blitar.
Berdaya
Secara statistik, upaya daerah-daerah di Indonesia dalam memberdayakan lansia sudah tampak hasilnya. Walau setiap tahun jumlah lansia bertambah, namun mereka yang memasuki masa senja tetap produktif dan dapat bekerja.
Statistik Penduduk Lanjut Usia 2018 mencatat, pada 2008, sebanyak 48 persen lansia dalam kondisi bekerja. Sepuluh tahun berikutnya, 51 persen lansia masih produktif dengan cara bekerja.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa lansia Indonesia dalam kondisi semakin mandiri dan semakin berdaya. Tidak lagi dipandang hanya sebagai beban generasi yang lebih muda.
Sebagai bagian dari kelompok rentan yang harus dilindungi, perlindungan lansia dapat dilakukan secara optimal jika setiap pihak yang bersinggungan aktif berpartisipasi. Para pihak itu mulai dari keluarga, lingkungan sekitar, hingga tingkat pemerintah daerah dan di atasnya.
Belajar dari Provinsi Bali dan Jawa Timur, pemerintah dan stakeholder terkait telah melakukan upaya penjaminan kesejahteraan bagi lansia. Bukan berarti daerah lainnya belum melakukan hal yang sama. Namun, ada baiknya dapat meniru serta belajar dari best practice untuk menjadikan lansia Indonesia hidup bahagia, sehat, dan tetap produktif. (LITBANG KOMPAS)