Kalimantan Didorong Bangun Industri Hilir Agar Pertumbuhan Stabil
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS-- Pemerintah provinsi di Pulau Kalimantan diminta untuk memprioritaskan pembangunan industri hilir dalam rencana pembangunan periode 2019-2024. Saat ini, kondisi pertumbuhan ekonomi di Kalimantan cenderung fluktuatif karena seluruh provinsi masih mengandalkan ekspor komoditas hasil tambang yang harganya tidak stabil di pasar internasional.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, selama 5 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi di Kalimantan cenderung fluktuatif karena sebagian besar aktivitas ekonomi masih mengandalkan hasil pertambangan.
"Saat ini, pemerintah provinsi dan masyarakat masih mengandalkan komoditas hasil tambang seperti batu bara dan bauksit sebagai sumber pemasukan mereka. Padahal harga komoditas ini cenderung tidak menentu di pasar internasional sehingga mengakibatkan pertumbuhan ekonomi cenderung fluktuatif," kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dalam acara Konsultasi Regional untuk Wilayah Kalimantan atas Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 di Balikpapan, Kalimantan Timur, Selasa (20/8).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada 2014, pertumbuhan ekonomi rata-rata di seluruh provinsi di Kalimantan sebesar 3,4 persen, kemudian menurun pada 2015 menjadi 1,4 persen. Setelah itu, pada 2016 pertumbuhannya merangkak naik ke 2 persen dan pada 2017 pertumbuhannya melonjak menjadi 4,3 persen. Pada 2018, pertumbuhan kembali melambat menjadi 3,9 persen, kemudian pasca triwulan II tahun 2019 pertumbuhan ekonominya naik lagi menjadi 5,6 persen.
Bambang meniliai, saat ini pemerintah dan para pelaku usaha masih belum mengembangkan konsep industri hilir untuk mengolah bahan baku menjadi bahan setengah jadi atau bahan jadi. Ia menjelaskan, salah satu hasil tambang di Kalimantan yang potensional untuk diolah yaitu bauksit.
"Sebaiknya pemerintah provinsi mulai fokus untuk membangun kawasan industri, seperti kawasan industri pembuatan alumina dan alumunium di daerah Kalimantan Utara dan Kalimantan Barat agar pertumbuhan ekonomi bisa lebih stabil," ujarnya.
Saat ini pemerintah dan para pelaku usaha belum mengembangkan konsep industri hilir untuk mengolah bahan baku menjadi bahan setengah jadi atau bahan jadi
Bambang pun membandingkan dengan Pulau Sulawesi yang ekonominya cenderung stabil karena industri hilir sudah mulai berjalan. Menurut ia, daerah Morowali Sulawesi Tengah merupakan salah satu contoh daerah yang bisa mengimplementasikan industri hilir.
"Daerah tersebut mampu mengubah nikel menjadi stainless steel yang memiliki nilai jual lebih tinggi," katanya.
Oleh sebab itu, Bambang mengimbau agar infrastruktur pendukung industri harus dibangun di daerah Kalimantan dengan pembiayaan dari APBN, swasta dan BUMN. Menurut ia, tidak bisa hanya mengandalkan APBD untuk membangun infrastruktur penunjang ekonomi.
"Pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) skala besar di Sungai Kayang Mentarang diperlukan untuk menggerakkan ekonomi Kalimantan Utara, karena kawasan Industri di Kalimantan Utara tidak bisa menampung rencana pembangunan industri aluminium kalau tidak ada PLTA skala besar,” katanya.
Sementara itu, Gubernur Kalimantan Utara, Irianto Lambire mengatakan, Kalimantan harus menjadi pusat energi nasional karena hampir seluruh bahan baku energi seperti batu bara dan biodiesel ada di pulau tersebut.
"Ironisnya, batu bara yang kami hasilkan digunakan untuk pembangkit listrik di daerah Jawa-Bali, padahal wilayah Kalimantan, khususnya daerah perbatasan masih kekurangan akses listrik. Diharapkan, dengan dibangunnya PLTA di Sungai Kayang bisa menghasilkan listrik sebesar 15.000-25.000 MW untuk penunjang industri hilir nantinya," ujarnya.