Jaga Kehormatan Papua
Kondisi Jayapura, Manokwari, dan Sorong berangsur normal setelah aksi unjuk rasa di daerah itu. Pemerintah berkomitmen menjaga kehormatan dan kesejahteraan Papua.
JAKARTA, KOMPAS Suasana di Jayapura, Papua, serta Manokwari dan Sorong di Papua Barat berangsur normal pada Senin (19/8/2019) malam setelah aksi unjuk rasa yang terjadi siang harinya. Sikap saling menghargai dan terbuka dibutuhkan untuk mengatasi peristiwa yang dipicu insiden yang dialami mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang, Jawa Timur, itu.
”Saudara-saudaraku. Pace, mace, mama-mama di Papua, di Papua Barat, saya tahu ada ketersinggungan. Oleh sebab itu, sebagai saudara sebangsa dan setanah air, yang paling baik adalah saling memaafkan,” kata Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin. Presiden menegaskan, pemerintah akan terus menjaga kehormatan dan kesejahteraan seluruh masyarakat Papua dan Papua Barat. ”Emosi itu boleh, tetapi memaafkan itu lebih baik. Sabar itu juga lebih baik,” kata Presiden lagi.
Sementara itu, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa telah menelepon Gubernur Papua Lukas Enembe untuk minta maaf terkait adanya ujaran kebencian bernada rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya pada 16 Agustus dan di Malang.”Saya menelepon Gubernur Papua dan mohon maaf karena sama sekali bukan mewakili suara masyarakat Jatim,” kata Khofifah. Menurut dia, komunikasi dengan mahasiswa Papua di Jawa Timur selama ini amat baik.
Ia mengatakan mendapat permintaan dari Lukas Enembe agar semua mahasiswa Papua di Jawa Timur dilindungi. Lukas Enembe mengapresiasi aksi unjuk rasa di Jayapura, yang kemarin berlangsung damai. Tak ada kekerasan dalam aksi yang berjalan dari pukul 08.00 hingga pukul 18.00 WIT itu. Massa pun bertemu secara langsung dengan Lukas.
Dalam pertemuan itu, massa menyampaikan sejumlah sikap, yakni mengecam aksi persekusi dan rasisme yang menimpa mahasiswa asal Papua, meminta Presiden Jokowi dan Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian menindak tegas oknum warga serta aparat keamanan yang terlibat aksi rasisme dan persekusi, meminta perlindungan bagi semua mahasiswa asal Papua yang belajar di seluruh wilayah Indonesia, serta ada permintaan maaf dari pihak Pemerintah Kota Malang. ”Saya akan sampaikan sejumlah poin aspirasi ini saat bertemu dengan Presiden Jokowi di Jakarta,” ujar Lukas Enembe.
Dalam unjuk rasa di Manokwari, terjadi pembakaran Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua Barat dan Kantor Majelis Rakyat Papua Barat. Unjuk rasa yang dimulai sekitar pukul 07.00 itu berakhir pukul 17.00 WIT.
”Selain dua kantor itu, terdapat sejumlah bangunan seperti rumah, hotel, dan toko yang dirusak warga,” kata Kepala Bidang Humas Polda Papua Barat Ajun Komisaris Besar Mathias Krey. Sekitar pukul 15.00 WIT, puluhan orang sempat masuk ke area Bandara Domine Eduard Osok, Sorong, dan melakukan perusakan. Sekitar pukul 16.00 WIT, kondisi kembali normal dan penerbangan di bandara itu dibuka kembali.
Latar belakang
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, peristiwa yang terjadi di Surabaya dan Malang yang memicu aksi di Papua dan Papua Barat itu perlu dijelaskan secara terbuka. Catatan Kompas, pada 15 Agustus, sekitar 30 orang yang mengatasnamakan Aliansi Muda Papua (AMP) berencana berunjuk rasa di kawasan Balai Kota Malang untuk menyuarakan aspirasi terkait dengan perjanjian antara Amerika Serikat dan Indonesia. Dalam perjalanan, AMP terlibat keributan dengan warga sekitar yang ingin mencegah unjuk rasa itu.
Sehari kemudian, pada 16 Agustus, sekelompok orang dari ormas tertentu mendatangi asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Surabaya. Pasalnya, ada kabar telah terjadi perusakan bendera Merah Putih di kawasan asrama itu. Saat itulah diduga terjadi ujaran kebencian rasisme terhadap mahasiswa Papua di asrama tersebut.
Guna mengatasi hal tersebut, polisi lalu menjaga asrama itu dan memindahkan 43 penghuninya ke Markas Polrestabes Surabaya untuk mencegah terjadi kericuhan. Polisi melepaskan semua mahasiswa itu pada 16 Agustus malam.
”Kalau penghuni asrama tidak dikeluarkan, dikhawatirkan bisa terjadi kericuhan. Tidak ada yang dipidana karena kasus ini masih diselidiki penyidik dari Polrestabes Surabaya,” kata Kepala Bidang Humas Polda Jawa Timur Komisaris Besar Frans Barung Mangera.
Provokasi
Kepala Polri menyatakan, ada pihak yang mengembangkan informasi tidak benar terkait dengan peristiwa di Surabaya dan Malang. Informasi tidak benar yang dimaksud terkait dengan adanya mahasiswa Papua yang meninggal akibat kekerasan aparat saat peristiwa di Surabaya.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo menjelaskan, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri telah menemukan dua akun di Youtube dan Facebook yang menjadi penyebar pertama berita bohong tersebut.(INA/BRO/WER/FRN/ARN/EDN/SAN/FLO/SYA/REN)