Kementerian Komunikasi dan Informatika menegaskan, peraturan pengendalian nomor identitas peralatan bergerak internasional atau IMEI bakal diterbitkan Agustus 2019. Sejauh ini, diskusi finalisasi peraturan masih berlangsung.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Komunikasi dan Informatika menegaskan, peraturan pengendalian nomor identitas peralatan bergerak internasional atau IMEI bakal diterbitkan Agustus 2019. Sejauh ini, diskusi finalisasi peraturan masih berlangsung.
”Tidak diterbitkan tepat pada peringatan Hari Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus. Kami hanya menggunakan peringatan Hari Kemerdekaan RI sebagai momentum. Intinya, Agustus 2019 pasti keluar peraturannya,” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara seusai menghadiri pembukaan Pasar Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), Kamis (15/8/2019), di Jakarta.
Menurut dia, pihaknya masih membicarakan substansi pajak dengan pihak Kementerian Keuangan. Peraturan pengendalian IMEI dirumuskan oleh pemerintah melalui Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kemkominfo.
Terkait hal itu, Kemkominfo telah mengumumkan konsultasi publik Rancangan Peraturan Menkominfo tentang Pembatasan Akses Layanan Telekomunikasi Bergerak Seluler pada Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi pada 2-6 Agustus 2019.
Ketua Umum idEA Ignatius Untung mengakui, barang pasar gelap (black market) diperjual-belikan di platform perdagangan secara elektronik atau e-dagang. Contoh barangnya adalah ponsel pintar.
Akan tetapi, cakupan definisi barang pasar gelapmasih buram. Menurut dia, ada definisi yang menyebut barang dibeli dari luar negeri, tetapi tidak diajukan klaim pajak bea masuk di Indonesia.
Definisi lain menyebut barang pasar gelapsebagai barang yang dibeli dari pasar gelap luar negeri, lalu masuk ke Indonesia, dan diperjualbelikan secara bebas. Pembelinya mencari untung sebesar-besarnya.
Ignatius mengatakan, selama ini belum ada sistem untuk mengecek kepatuhan membayar pajak untuk barang impor yang masuk ke Indonesia dan diperjualbelikan di platform e-dagang, seperti ponsel pintar.
”Kami menyarankan agar pemerintah segera melakukan sinkronisasi sistem data antara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan sistem milik penyedia platform e-dagang, seperti laman pemasaran. Cara ini memudahkan pengawasan,” ujarnya.
Menurut Ignatius, idEA mendukung dikeluarkannya Peraturan Menkominfo terkait pengendalian IMEI. Hal ini bagus untuk menunjang kemajuan perdagangan ataupun industri dalam negeri.
Hanya saja, dia menyarankan tetap ada mekanisme transisi bagi mitra pedagang yang telanjur mempunyai stok gawai pasar gelap agar tetap bisa memenuhi arahan peraturan pengendalian IMEI.
”Kalau peraturan langsung diberlakukan tanpa ada masa transisi, kekacauan berpotensi terjadi di kalangan penyedia platform e-dagang, khususnya laman pemasaran. Pembeli yang telanjur membeli dengan harga murah tidak bisa memakai ponsel pintar, dan mereka akan komplain. Laman pemasaran jadi ribet untuk urusan retur ditambah lagi potensi mitra kabur,” kata Ignatius.
Lebih jauh terkait ekspor-impor barang di industri e-dagang, dia mengakui idEA tidak memiliki data. Hanya saja, volume dan nilai transaksi ekspor barang melalui platform e-dagang diyakini masih kecil.
Secara khusus berbicara tentang impor barang, Ignatius menyebut ada dua jenis impor yang terjadi di industri e-dagang. Jenis pertama ialah impor umum. Volume barang didatangkan dari luar negeri dalam format gelondongan, lalu dijual ritel atau eceran di platform e-dagang.
Jenis kedua ialah impor per paket. Sejauh ini, penyedia platform yang bisa melakukannya baru JD, Lazada, dan Shopee. Ignatius mengatakan, volume impor jenis ini masih di bawah 0,5 persen.
IdEA sudah beberapa kali diundang pemerintah untuk membahas ekspor-impor barang di platform e-dagang. Salah satu topik pembahasan adalah mendorong ekspor produk buatan lokal.
”Kalau ingin mendorong ekspor produk lokal melalui platform e-dagang, isunya tidak hanya dari sisi perdagangan. Sisi industrinya pun harus dilihat. Apakah barang produksi industri lokal sudah berdaya saing?” tanya Ignatius.
Komisioner Ombudsman RI, Alamsyah Saragih, yang dihubungi Sabtu (17/8/2019), memandang rencana Peraturan Menkominfo tentang pengendalian IMEI bagus untuk mencegah agar gawai ilegal tidak sampai ke konsumen.
Namun, warga yang telanjur membeli gawai pasar gelapseharusnya tidak patut dimasukkan ke daftar hitam dan dibatasi penggunaannya. Hak mereka sebagai warga harus dijamin dan dipulihkan. ”Persoalan ini (jual-beli gawai black market) berawal dari kelemahan pemerintah dalam mengawasi,” ujarnya.
Persoalan ini (jual-beli gawai black market) berawal dari kelemahan pemerintah dalam mengawasi.
Alamsyah berpendapat, validasi IMEI melalui operator telekomunikasi seluler harus disertai safeguard sebab IMEI pada dasarnya merupakan informasi bersifat pribadi. Dengan kata lain, pemerintah harus memastikan perangkat sistem yang dipakai menganut mekanisme pemusnahan informasi secara otomatis jika validasi selesai dilakukan.
Selain itu, pemerintah juga perlu membangun manajemen risiko. Tujuannya adalah menelusuri aktor di balik peredaran maraknya gawai ilegal, lalu menindaknya.