Apa yang dikhawatirkan lambat laun terjadi pada Danau Limboto. Sebagai mantan rimbawan, saya pernah bertugas di Subbalai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Bone Bolango, Provinsi Gorontalo, pada tahun 1986-1988.
Dalam suatu diskusi dengan Kepala Bappeda Kabupaten Gorontalo waktu itu, Medi Botutihe (Wali Kota Gorontalo 1998-2008), saya yang mendampingi seorang ahli lingkungan dari Jerman pernah menyampaikan masalah ini.
Menurut ahli tersebut, kunci pokok dalam merevitalisasi Danau Limboto adalah perbaikan menyeluruh kondisi tangkapan air (catchment area) di daerah hulu Daerah Aliran Sungai Limboto melalui upaya penghutanan kembali dengan vegetasi kayu-kayuan.
Setelah 20 tahun berlalu, masalah yang dihadapi tidak berubah, malah tingkat sedimentasi danau semakin parah. Benar kata Kepala Hubungan Masyarakat Balai Wilayah Sungai Sulawesi II Olden Winarto bahwa sedimentasi sulit diatasi karena hutan sebagai daerah tangkapan air di hulu rusak. Tak ada guna upaya revitalisasi tanpa perbaikan di hulu (Kompas, 27 Juni 2019).
Maka, kesadaran masyarakat dan keseriusan Pemerintah Kabupaten dan Provinsi Gorontalo memperbaiki daerah hulu sangat diharapkan. Pengalaman membuktikan bahwa lahan kritis seperti hulu DAS Limboto dapat diatasi. Buktinya, Hutan Wanagama di Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi DIY, dapat disulap menjadi hutan yang hijau lagi.
Dinas Kehutanan Kabupaten dan Provinsi Gorontalo perlu studi banding tentang keberhasilan ini. Jangan sampai Danau Limboto bernasib sama dengan Danau Tempe di Provinsi Sulawesi Selatan.
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan KLHK, Villa Bogor Indah, Ciparigi, Bogor