Kemarau berkepanjangan tidak hanya berdampak terhadap sawah dan air bersih di Kabupaten Tangerang. Operasional perahu eretan di Sungai Cisadane yang membelah wilayah Kabupaten dan Kota Tangerang terkendala.
Oleh
PINGKAN ELITA DUNDU
·3 menit baca
Kemarau berkepanjangan tidak hanya berdampak terhadap sawah dan air bersih di Kabupaten Tangerang. Operasional perahu eretan di Sungai Cisadane yang membelah wilayah Kabupaten dan Kota Tangerang terkendala. Minimnya debit air Sungai Cisadane setelah Pintu Air Sepuluh, Kota Tangerang, mengakibatkan penarik perahu eretan kesulitan saat mengoperasikan perahu tersebut.
”Airnya sedikit, hitam, dan berbau. Kalau narik eretan saat ini butuh tenaga besar. Harus kuat nariknya, perahunya seret jalannya karena sedikit airnya (air sungai),” kata Harianja (41), penarik eretan di Bayur Kali Rawa Kucing (Kabupaten Tangerang)-Sewan (Kota Tangerang), Kamis (15/8/2019).
Dalam kondisi normal, ketinggian air sungai mencapai 4 meter. Saat itu, eretan bisa dioperasikan dengan mesin, tenaga manusia hanya sebagai pengatur posisi perahu.
Namun, sejak dua bulan terakhir, kata Harianja, debit air sungai menyusut dan aliran air terus mengecil. Bahkan, sejak tiga minggu terakhir, aliran air semakin menyempit. Ketinggian air sungai tinggal 1,5 meter.
”Jarak tempuh yang biasanya cuma 2 menit menjadi 5 sampai 7 menit,” kata Harianja.
Dalam kondisi saat ini, ia hanya mampu bertugas dari pukul 06.00 sampai pukul 11.00. Selanjutnya, pekerjaannya digantikan orang lain.
Eretan adalah alat penyeberangan sungai tradisional berbentuk seperti perahu besar. Dalam pengoperasiannya, sarana transportasi air ini ditarik menggunakan tali tambang besar, kawat, atau baja dari satu ujung sungai ke ujung lainnya yang menghubungkan satu kampung dengan kampung lainnya.
10 titik eretan
Sepanjang Sungai Cisadane mulai dari Pintu Air Sepuluh hingga hilir terdapat sekitar 10 titik transportasi tersebut.
Perahu eretan yang terbuat dari kayu berukuran sekitar 8 meter x 10 meter ini dapat menampung orang, sepeda motor, dan sepeda. Tarif yang dikenakan untuk sekali perjalanan Rp 2.000 per orang. Adapun sepeda motor dikenai tarif Rp 3.000 per kendaraan.
Harianja mengatakan, debit air Sungai Cisadane mulai terasa berkurang di daerah itu sekitar dua bulan lalu.
”Sekarang makin parah kekeringannya. Soalnya Pintu Air Sepuluh sudah ditutup sehingga air yang masuk tinggal sedikit saja. Selebihnya limbah dari pabrik saja,” ucapnya.
Sekarang makin parah kekeringannya. Soalnya Pintu Air Sepuluh sudah ditutup sehingga air yang masuk tinggal sedikit saja. Selebihnya limbah dari pabrik saja.
Senada dikatakan Suratman (42), pemilik usaha jasa eretan di Kampung Lio, Sepatan Timur. ”Setiap kemarau pasti seperti ini. Namun, kemarau kali ini (tahun ini) lebih parah karena enggak ada hujan,” kata Suratman, Kamis.
Baik Harianja maupun Suratman mengatakan, ketika kemarau dan sungai kering seperti saat ini, penarik eretan harus mengeluarkan tenaga cukup besar untuk menarik tali tambang, baja, atau kawat agar perahu eretan bisa menyeberang.
Sementara kalau musim hujan atau debit air sungai besar, penarik eretan mudah melakukan pekerjaannya.
”Kalau lagi banyak air sungainya, saya enggak perlu tenaga banyak untuk menarik tali eretan ini. Tapi, kalau seperti sekarang, butuh tenaga besar dan kerja keras menariknya. Tangan bisa luka kena tali baja,” kata Harianja.
Air di lumpur
Sejauh pengamatan, Kamis, masih terlihat air Sungai Cisadane sebelum Bendung Pintu Air Sepuluh di Kota Tangerang. Air terlihat masih berwarna coklat kekuningan. Meski demikian, volume air sudah jauh berkurang dari batas normal. Air berada di daratan lumpur yang mengering dan terpecah-pecah.
Selepas Pintu Air Sepuluh ke arah hilir, debit air sungai semakin mengecil. Semakin ke hilir, selain debit berkurang, warna air menjadi hitam pekat dan di beberapa titik berbusa.
Bau busuk menyengat keluar dari air berwarna hitam pekat dan berbusa.
”Air yang masuk ke hilir ini lebih banyak dari limbah industri sepanjang aliran sungai selepas pintu air (Pintu Sepuluh) di sepanjang aliran sungai tersebut,” kata Harianja (41), penarik eretan, di sela-sela menarik eretan di Bayur Kali Rawa Kucing -Sewan, Kamis.