Pertentangan antara kelompok prodemokrasi dan otoritas Hong Kong mengeras. Demonstrasi dua hari di bandara mempertegas situasi yang memburuk itu.
Penerbangan dibatalkan sebab demonstrasi berlangsung di gedung Bandara Hong Kong. Pada Selasa (13/8/2019), berbagai upaya pun dilakukan petugas keamanan untuk membubarkan demonstran. Sebagian penerbangan dilaporkan mulai beroperasi pada Rabu kemarin.
Aksi di bandara merupakan bagian dari meningkatnya unjuk rasa di Hong Kong. Demonstrasi dimulai pada Juni lalu untuk menentang rencana otoritas Hong Kong membuat Undang-Undang (UU) Ekstradisi sebab dinilai bisa memungkinkan orang yang melanggar hukum dikirim ke China daratan. Jika disahkan, Rancangan UU Ekstradisi dipandang membuat Beijing dapat meningkatkan tekanan terhadap aktivis prodemokrasi. Otoritas Hong Kong telah menghentikan pembahasannya.
Namun, demonstrasi tak berhenti. Sejak Juni, demonstrasi rutin terjadi dan kian mengeras. Dari semula menuntut RUU Ekstradisi dicabut, pengunjuk rasa kini meminta Pemimpin Hong Kong Carrie Lam mundur dan menggelar investigasi terhadap kekerasan yang dilakukan polisi.
Dampak dari bentrokan antara pengunjuk rasa dan polisi yang terus berlangsung menyebabkan jatuh korban luka-luka di pihak pengunjuk rasa ataupun aparat. Sekitar 700 demonstran juga sudah ditangkap sejak Juni lalu. Dalam aksi di bandara, beberapa orang yang diduga aparat China dipukuli.
Dampak dari apa yang terjadi di Hong Kong tentu saja menyentuh aspek ekonomi, apalagi wilayah itu merupakan salah satu pusat bisnis penting di Asia. Seperti ditulis media CNN, Kamar Dagang Amerika Serikat di Hong Kong bulan lalu menyebut, sejumlah perusahaan telah melaporkan konsekuensi serius dari ”gangguan” yang terjadi di Hong Kong, meliputi hilangnya pendapatan, gangguan rantai pasokan, dan penundaan investasi.
Apa yang terjadi di Bandara Hong Kong pada Senin dan Selasa tampaknya bukan akhir dari ketegangan di wilayah itu. Besar kemungkinan demonstrasi keras dan diwarnai bentrokan akan terus terjadi. Sejumlah pihak asing sudah memberikan perhatian dalam isu ini, antara lain AS dan Inggris. Seperti ditulis harian ini pada Rabu kemarin, Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet, melalui pernyataan tertulis, juga mengimbau otoritas Hong Kong bertindak terukur untuk memastikan hak mengekspresikan pendapat dihormati.
Selain memberikan tekanan bagi otoritas setempat, eskalasi di Hong Kong bagaimanapun turut memberikan tekanan kepada Beijing, apalagi di tengah kondisi perang dagang AS-China. Di satu sisi, situasi yang berkembang di Hong Kong perlu ditangani, sementara di sisi lain, ekstra kehati-hatian diperlukan karena apa yang terjadi Hong Kong bisa memicu persoalan yang lebih serius.