Penggunaan mahadata membuat kinerja Bank BRI melesat di triwulan II-2019. Laba bersih mereka bertumbuh 8,1 persen ke Rp 16,1 triliun.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemanfaatan teknologi mahadata menjadi kebutuhan primer perusahaan untuk memperbesar bisnisnya. Kemampuan analisis data membuat perusahaan bisa meningkatkan kinerja dengan efisien.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menjadi salah satu yang merasakan pengaruh besar pemanfaatan mahadata. Bank BRI mulai mengaplikasikan mahadata mulai 2018.
“Kami fokus mengangkat segmen mikro dengan berbasis teknologi. BRI memutuskan bermain di sini melihat kami unggul dibandingkan pesaing. Kami telah mengembangkan layanannya di segmen mikro,” sebut Executive Vice President Digital Bank BRI Kaspar Situmorang di Jakarta, Kamis, (15/8/2019).
Sejak tahun 2018, mereka menganalisis data sekitar 10.000 kantor cabang seluruh Indonesia. Hasilnya, mereka mengambil keputusan untuk fokus pada pengembangan segmen mikro.
Dalam peningkatan layanan segmen mikro, Bank BRI memanfaatkan teknologi mahadata untuk mempercepat penilaian kredit. Hal itu meningkatkan kecepatan penyaluran kredit dari sebelumnya 2 minggu menjadi hanya 2 menit menggunakan teknologi finansial Pinjaman Tenang.
Analisis mahadata juga meningkatkan layanan agen BriLink. Teknologi itu merekomendasikan nasabah yang berpotensi menjadi agen.
“Kehadiran mahadata membuat kami lebih terarah. Pengambilan keputusan saat ini berbasis data. Tinggal bagaimana kami mengelompokkan data-data yang diperlukan,” pungkas Kaspar dalam acara Metrodata Solution Day 2019.
Syarat jadi besar
Penggunaan mahadata membuat kinerja Bank BRI melesat di triwulan II-2019. Laba bersih mereka bertumbuh 8,1 persen ke Rp 16,1 triliun. Penyaluran kredit mikro berkontribusi 76 persen pada keseluruhan kredit yang mencapai Rp 681,5 triliun.
Virashanty, Chief Data Officer OVO, mengatakan, pihaknya juga sudah mengaplikasikan mahadata sejak 2017. Kehadiran teknologi tersebut berguna untuk menyempurnakan pelayanan terhadap pengguna.
“Data yang OVO ambil biasanya kecil dan tidak bervariasi. Biasanya hanya didapat dari pembayaran di merchant. Tetapi dari situ kita bisa mengumpulkannya, kemudian menganalisis. Hasilnya untuk inovasi atau memberi masukan ke merchant,” sebut Virashanty.
Chief of Marketing and Operations Microsoft Indonesia Linda Dwiyanti mengatakan, perusahaan seharusnya mengadopsi mahadata jika ingin bertumbuh di era 4.0. “Ini menjadi kunci perusahaan untuk jadi lebih besar ke depannya,” katanya.
Menurut Linda, saat ini perusahaan di Indonesia maupun dunia masih belum memahami potensi mahadata. Terbukti, perusahaan riset dunia Forrester pada 2018 menyebutkan sebanyak 73 persen perusahaan masih belum memanfaatkan data yang dimiliki.
“Ke depannya akan didominasi oleh pengguna mahadata. Karena itu perusahaan perlu adaptasi. Lebih dari itu, semua perusahaan sekarang trennya menjadi perusahaan software. Itu menjadi syarat tumbuh lebih besar,” sebut Linda.