Meski atlet bulu tangkis telah terbiasa berpindah negara untuk mengikuti pertandingan, penyesuaian dengan kondisi kota yang dituju tetap penting dilakukan.
Oleh
Yulia Sapthiani
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Basel, kota tuan rumah Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis 2019, ditempuh sekitar 18 jam penerbangan dari Jakarta. Ditambah dengan perbedaan waktu lima jam dengan Jakarta, hal itu membuat tim bulu tangkis Indonesia berangkat lebih awal. Meski atlet telah terbiasa berpindah negara untuk mengikuti pertandingan, penyesuaian dengan kondisi kota yang dituju tetap penting dilakukan.
”Kami pergi lebih awal agar memiliki waktu lebih banyak untuk beradaptasi dengan kondisi setempat,” ujar Ketua Bidang Pembinaan Prestasi PP PBSI Susy Susanti, Rabu (14/8/2019), di Jakarta.
Tim Indonesia berangkat ke Basel pada Rabu malam dan tiba di Basel Kamis siang. Mereka tiba empat hari sebelum kejuaraan digelar di Stadion St Jakobshalle, 19-25 Agustus. Sebanyak 27 pemain yang tampil dalam lima nomor akan beristirahat selama Kamis dan berlatih keesokan harinya.
Selain suhu udara yang lebih dingin dari Jakarta serta uji coba lapangan dan kok, perbedaan waktu juga menjadi faktor yang harus diadaptasi oleh pemain. ”Atlet memang sudah terbiasa dengan perjalanan jauh, tetapi adaptasi sejak awal tetap diperlukan. Perbedaan waktu Jakarta-Swiss membuat pertandingan yang berlangsung malam sama seperti dini hari di Jakarta,” kata pelatih tunggal putra Hendry Saputra Ho.
Setiap atlet punya cara menyesuaikan diri yang berbeda. Hendry mengatakan, selain beristirahat karena menempuh perjalanan jauh, latihan ringan juga bisa dilakukan untuk mengembalikan kebugaran.
Pemain ganda putra Hendra Setiawan, misalnya, tetap berlatih meski belum pulih dari kondisi jetlag. Namun, dia mengatur program latihan agar tak terlalu melelahkan. Cara tercepat menghilangkan jetlag, seperti dikatakan Hendra dan dokter spesialis keolahragaan Michael Triangto, adalah menyesuaikan aktivitas dengan waktu di tempat yang dituju.
”Misalnya, saat tiba di satu tempat pada siang hari, saya akan tetap beraktivitas dan tidur saat malam waktu setempat,” kata Michael yang juga merupakan dokter di PP PBSI.
Ganda putra
Indonesia menargetkan satu gelar juara dari Basel. Harapan terbesar ada pada ganda putra Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon yang berambisi melengkapi status pasangan nomor satu dunia sejak 2017 dan dua gelar juara All England. Apalagi, pada Kejuaraan Dunia 2017 dan 2018, mereka selalu tersingkir pada perempat final.
Kevin/Marcus berada pada paruh atas undian bersama dua wakil lain Indonesia, Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto dan Hendra/Mohammad Ahsan. Adapun Berry Angriawan/Hardianto berada pada paruh bawah. Pelatih ganda putra Herry Iman Pierngadi menyayangkan hasil undian tersebut, tetapi optimistis ganda putra bisa membawa pulang gelar juara dunia. Herry berkaca pada gelar juara yang diraih pemain-pemainnya pada kejuaraan besar tahun ini, seperti All England serta Indonesia dan Jepang Terbuka.
Hasil baik, menurut Susy, juga diharapkan dari ganda campuran dan tunggal putra yang meloloskan pemain ke final Jepang Terbuka, Juli. Selain gelar juara dari Kevin/Marcus, Indonesia saat itu diwakili Jonatan Christie dan Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti di final, tetapi kalah.
Hendry menilai, peluang meraih gelar dari tunggal putra tetap ada meski Jojo, Anthony Sinisuka Ginting, dan Tommy Sugiarto berada pada paruh undian yang sama dengan juara bertahan Kento Momota.
”Saat Asian Games, siapa yang menduga Jojo menjadi juara. Selama mereka tampil baik dan konsisten serta bisa menguasai keadaan pada setiap babak, peluang juara tetap ada,” kata Hendry.
Tak seperti pada empat nomor lain, pemain-pemain tunggal putra unggulan, termasuk Jojo (4), Anthony (6), dan Tommy (15) tampil sejak babak pertama. Jojo akan berhadapan dengan Rajiv Ouseph (Inggris), Anthony melawan Georges Julien Paul (Mauritius), dan Tommy dengan Niluka Karunaratne (Sri Lanka).