Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung menyita aset senilai Rp 1,9 miliar milik JS (41), bandar yang mengendalikan peredaran narkoba di Lampung.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung menyita aset senilai Rp 1,9 miliar milik JS (41), bandar yang mengendalikan peredaran narkoba di Lampung. Aset berupa uang tunai, rumah, dan perhiasan itu diduga hasil pencucian uang dari kejahatan narkotika.
Penyitaan aset itu merupakan hasil pengembangan setelah aparat menangkap JS dan tiga tersangka lain pada Jumat (9/8/2019). Tiga tersangka yang berperan sebagai kurir, yakni ZQ (22), S (30), dan AI (38). ZQ dan S merupakan warga asal Aceh, sedangkan AI warga Bandar Lampung. Adapun JS yang ditangkap di Banten diketahui pernah tinggal di Lampung.
Dari para tersangka, aparat menyita barang bukti berupa 7,25 kilogram sabu. Sabu itu disamarkan dalam kemasan teh dan kopi china.
Tersangka ZQ, AI, dan S ditangkap saat sedang membawa sabu menggunakan mobil Pajero hitam, Jumat pukul 23.45 WIB. Aparat membuntuti para tersangka yang berhenti di pinggir jalan di sekitar Desa Hajimena, Kecamatan Natar, Lampung Selatan.
Aparat lalu menyergap para tersangka saat mereka hendak memindahkan sabu itu sebuah gudang sebelum diedarkan di Bandar Lampung. Dari situ, aparat BNN menangkap JS di Pandeglang, Banten, yang berperan sebagai pengendali peredaran narkoba.
”Kami menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang agar bisa menyita harta hasil kejahatan narkotika. Jaringan pengedar ini harus dimiskinkan agar memberi efek jera kepada pelaku,” kata Kepala BNN Provinsi Lampung Brigadir Jenderal (Pol) Ery Nursatari, di Bandar Lampung, Kamis (15/8/2019).
Harta JS yang disita antara lain uang dalam 10 buku rekening dari bank berbeda, telepon genggam tujuh unit, perhiasan emas berupa kalung, cincin, dan gelang. Selain itu, aparat juga menyita 22 surat berharga, seperti surat kepemilikan tanah dan mobil. BNN juga masih menelusuri aset lain milik JS yang kemungkinan dibuat atas nama orang lain.
Kami menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang agar bisa menyita harta hasil kejahatan narkotika. Jaringan pengedar ini harus dimiskinkan agar memberi efek jera kepada pelaku.
Diduga, JF berperan sebagai bandar yang memesan sabu dari luar negeri. Ia juga merekrut kurir dan membangun jaringan terputus. Ketiga kurir yang ditangkap merupakan kenalan dan kerabat JS yang diajak bergabung dalam jaringan narkoba. Mereka mendapat bayaran Rp 100 juta untuk membawa sabu dari Aceh menuju Lampung melalui jalur darat.
”Mereka diduga bagian dari jaringan narkoba internasional. Saat ini, kami masih mendalami jaringan ini,” katanya.
Penelusuran harta para pengedar dilakukan untuk memutus pembiayaan sindikat narkotika jaringan internasional. Bandar di Indonesia biasanya menyimpan banyak aset dan uang hasil penjualan narkotika.
Sementara itu, Kepala Bidang Pemberantasan BNN Provinsi Lampung Komisaris Besar Hennry Budiman mengatakan, tersangka JS merupakan residivis yang pernah dihukum atas kasus narkoba. Dia pernah menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Way Huwi, Lampung Selatan, pada 2004. Setelah bebas, JS kembali menjalankan bisnis narkoba.
Atas kejahatan itu, para tersangka dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 132 Ayat (1), Pasal 114 Ayat (2) serta Pasal 112 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Keempat tersangka terancam hukuman mati.