Pendangkalan Muara Hambat Lalu Lintas Kapal di Kota Pariaman
Pendangkalan Muara Gandoriah dekat Sungai Batang Pariaman, Kota Pariaman, Sumatera Barat, menghambat lalu lintas kapal nelayan dan kapal wisata, setidaknya sejak sebulan terakhir.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PARIAMAN, KOMPAS — Pendangkalan Muara Gandoriah dekat Sungai Batang Pariaman, Kota Pariaman, Sumatera Barat, menghambat lalu lintas kapal nelayan dan kapal wisata, setidaknya sejak sebulan terakhir. Kondisi itu diduga dipicu gelombang tinggi serta pemasangan batu grib yang tidak tepat.
Asnul Chaniago (62), tokoh nelayan di Muara Gandoriah, mengatakan, pendangkalan muara di sekitar obyek wisata Pantai Gandoriah itu baru pertama kali terjadi. Pendangkalan berlangsung sejak Juni 2019 dan semakin parah sebulan terakhir.
”Gelombang tinggi akibat angin selatan menyeret pasir ke muara. Selain itu, pendangkalan tidak lepas dari pemasangan batu grib yang melengkung dan tidak sama panjang. Pasir tertahan dan menumpuk di mulut muara. Sebelum bentuk grib diubah tahun lalu, tidak pernah kejadian seperti ini,” kata Asnul, Rabu (14/8/2019) siang.
Pendangkalan itu menghambat lalu lintas puluhan kapal. Menurut Asnul, di muara, terdapat 14 kapal tunda penangkap ikan dan 30-an kapal wisata yang beraktivitas. Kapal di luar tidak dapat masuk ke muara, sedangkan kapal di dalam terjebak tidak dapat keluar.
Berdasarkan pantauan Kompas, Rabu siang, enam kapal tunda berkapasitas 9-11 gros ton terjebak di Sungai Batang Pariaman. Baling-baling kapal muncul ke permukaan. Belasan kapal lain yang berukuran lebih kecil, termasuk kapal wisata ke Pulau Angso Duo, juga tertambat di sana. Beberapa bagian di mulut muara tampak kering dan berpasir.
Asnul menambahkan, kedalaman muara dalam kondisi biasa berkisar 1,5-2 meter. Namun, akibat pendangkalan, kedalaman muara tinggal hitungan jengkal jari saja.
Aidil Putra (30), pengusaha penangkapan ikan, mengatakan, tiga kapal tunda miliknya terjebak dan tidak dapat beroperasi sejak sepuluh hari terakhir. Selain menghambat nafkah sembilan anak buah kapalnya, kondisi itu juga merugikan usahanya.
”Modal saya Rp 8 juta terbenam di salah satu kapal karena tidak bisa keluar. Padahal, saya sudah mengisi perlengkapan untuk melaut. Paling yang selamat bensin, sedangkan es dan bahan makan habis atau busuk,” kata Aidil.
Modal saya Rp 8 juta terbenam di salah satu kapal karena tidak bisa keluar. Padahal, saya sudah mengisi perlengkapan untuk melaut. Paling yang selamat bensin, sedangkan es dan bahan makan habis atau busuk.
Selain kapal tunda, pedangkalan juga mengganggu aktivitas satu kapal wisata milik Aidil. Kapal wisata Aidil yang berukuran kecil memang masih dapat keluar-masuk, tetapi tidak setiap saat, harus menunggu pasang.
Keluhan serupa diungkapkan oleh Adik (38), pengusaha penangkapan ikan lainnya. Empat kapal tunda Adik tidak dapat parkir di muara sehingga terpaksa dititipkan di Pulau Angso Duo, tempat wisata yang berjarak 1 mil laut atau 1,8 kilometer dari muara.
”Kapal memang masih bisa melaut, tetapi biaya yang dikeluarkan bertambah. Sehari saya harus keluarkan Rp 100.000 untuk satu kapal bagi penjaga. Belum lagi biaya transportasi untuk ABK, perlengkapan melaut, dan penjemputan ikan, bisa Rp 600.000 satu kapal,” ujar Adik.
Kapal memang masih bisa melaut, tetapi biaya yang dikeluarkan bertambah. Sehari, saya harus keluarkan Rp 100.000 untuk satu kapal bagi penjaga. Belum lagi biaya transportasi untuk ABK, perlengkapan melaut, dan penjemputan ikan, bisa Rp 600.000 satu kapal.
Adik berharap Pemerintah Kota Pariaman segera mencari solusi untuk persoalan tersebut. Semakin lama pendangkalan terjadi, nelayan akan kehilangan mata pencarian.
Kepala Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Kota Pariaman Dasril mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan dinas terkait, seperti dinas pariwisata serta dinas pekerjaan umum dan tata ruang. Dalam waktu dekat, dinas pariwisata akan mengeruk pasir dengan mesin menyedot pasir.
”Untuk sementara, alatnya disewa dulu. Jika efektif, dinas pariwisata akan menganggarkan pengadaan alat itu pada tahun anggaran 2020. Setiap ada pendangkalan, petugas bisa langsung mengatasinya,” kata Dasril.
Adapun untuk jangka panjang, pihaknya bersama dinas PUPR akan membuat perencanaan mengatasi pendangkalan itu. Menurut Dasril, pendangkalan memang dipicu gelombang akibat angin selatan, tetapi belum tentu juga dipicu perubahan pada bentuk batu grib.
Dasril menjelaskan, bentuk batu grib diubah pemerintah untuk melindungi Pulau Angso Duo dari abrasi. Dengan adanya pendangkalan muara, pihaknya akan berupaya mencari solusi agar muara dan akses menuju Pulau Angso Duo tidak terganggu faktor alam.