Antiklimaks Malaadministrasi Seleksi KPI
Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan Ombudsman Republik Indonesia memastikan panitia seleksi anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat periode 2019-2022 melakukan malaadministrasi. Namun, pemeriksaan itu sama sekali tak memengaruhi hasil seleksi. Sembilan orang komisioner KPI Pusat terpilih tetap melenggang tiga tahun ke depan.
Dalam laporan yang disampaikan anggota Ombudsman Republik Indonesia Adrianus Meliala pada Senin (12/8/2019) tersebut, Ombudsman memaparkan dengan jelas tindakan malaadministrasi dilakukan oleh pansel yang melampaui kewenangannya dengan membuat aturan sendiri melalui kesepakatan yang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Temuan tersebut bertolak dari laporan masyarakat Nomor Reg: 0277/LM/VII/2019/JKT atas nama Supadiyanto dan Sapardiyono yang merupakan peserta seleksi calon anggota KPI Pusat periode 2019-2022.
Setidaknya ada lima indikasi malaadministrasi yang dilakukan pansel anggota KPI Pusat periode 2019-2022. Kelima indikasi itu meliputi tidak adanya petunjuk teknis mengenai mekanisme seleksi, tidak ada mekanisme bagi peserta seleksi untuk mengklarifikasi hasil rekam jejak, tidak ada standar penilaian baku yang menjadi rujukan penelitian nama peserta yang lolos ke tahap berikutnya, tidak ada standar pengamanan dokumen, dan tidak ada mekanisme untuk mengubah nama calon yang telah diputuskan pansel dalam rapat pleno pasca tes wawancara.
Ombudsman juga menemukan fakta bahwa penyelenggaraan pemilihan pansel berdasarkan permintaan Komisi 1 DPR saat Rapat Dengar Pendapat 4 September 2018. Berikutnya ada ketidakkonsistenan penggunaan Peraturan KPI Nomor 01/P/KPI/07/2014 tentang Kelembagaan KPI oleh pansel berupa (a) penandatanganan Surat Keputusan anggota pansel oleh Menkominfo, (b) jumlah pansel 16 orang, (c) penyerahan nama calon anggota KPI ke DPR berdasarkan abjad bukan ranking, dan (d) jumlah peserta yang diserahkan ke DPR berjumlah 34 orang termasuk tujuh petahana.
Ombudsman juga menemukan fakta bahwa penyelenggaraan pemilihan pansel berdasarkan permintaan Komisi 1 DPR saat Rapat Dengar Pendapat 4 September 2018
“Untuk huruf a, b, dan c, pansel tidak menggunakan aturan KPI. Namun, terkait huruf d, pansel mengacu pada aturan. Ada ketidakkonsistenan dalam rangka penggunaan peraturan KPI. Ada aturan yang diikuti, ada aturan yang tidak diikuti. Mestinya semuanya diikuti,” papar Adrianus.
Tak mau buka data
Dalam proses pemeriksaan, Ombudsman bahkan sempat mengalami penolakan dari Komisi 1 DPR, Kominfo, dan pansel terkait permintaan data. Ketiga lembaga ini beralasan, informasi yang diminta Ombudsman bukan merupakan informasi publik. Padahal, kedatangan Ombudsman dalam hal ini bukan atas nama publik, melainkan lembaga negara pengawas pelayanan publik.
“Keberadaan tiga entitas, yaitu Kominfo, Komisi 1 DPR, dan pansel menjadi rumit dan membingungkan terkait penyimpanan dokumen. Tidak jelas siapa yang bertanggungjawab terhadap kepemilikan dokumen. Kami di-ping-pong (dilempar sana sini). Saat kami datang ke Kominfo mereka bilang data itu milik Komisi 1 DPR, kemudian di Komisi 1 DPR dibilang milik Kominfo. Demikian pula, jumlah pansel yang gemuk (16 orang) mempersulit mereka untuk bertemu, berkoordinasi dan menjaga kerahasiaan. Mestinya, soal-soal prosedur permintaan data seperti ini sudah beres di lembaga seperti Kominfo dan Komisi 1 DPR ,” keluh Adrianus.
Setelah diklarifikasi oleh Ombudsman, pansel mengakui bahwa tidak ada petunjuk teknis maupun aturan turunan UU Penyiaran sebagai landasan proses seleksi. Pansel juga mengklaim telah memberikan kesempatan bagi peserta yang dilaporkan oleh masyarakat untuk mengklarifikasi kebenaran laporan.
Pansel mengakui bahwa tidak ada petunjuk teknis maupun aturan turunan UU Penyiaran sebagai landasan proses seleksi
Begitu pula, tentang standar penilaian baku yang dijadikan rujukan untuk menentukan nama peserta yang lolos atau lanjut ke tahapan berikutnya, pansel juga mengakui tak punya standar. Selain itu, tidak ada parameter juga untuk mengelaborasi kriteria “berintegritas” bagi calon anggota KPI.
Di akhir laporannya, Ombudsman menyarankan kepada Kominfo untuk menyusun petunjuk teknis mekanisme seleksi anggota KPI dengan memperhatikan ketentuan UU Penyiaran, menyusun standar baku peserta yang lolos di setiap tahapan, dan menyusun standar keamanan dokumen seleksi calon anggota KPI untuk mencegah terjadinya kebocoran. Sementara itu, saran kepada Komisi 1 DPR adalah memasukkan materi pengaturan seleksi calon anggota KPI dalam pembahasan revisi UU Penyiaran.
Bulan Juli lalu, sejumlah pegiat masyarakat sipil yang peduli pada demokratisasi penyiaran juga mengirim surat permintaan informasi publik kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kementerian Komunikasi dan Informatika. Mereka meminta data proses seleksi anggota KPI Pusat 2019-2022.
Salah seorang yang minta informasi publik ialah Muhamad Heychael, dosen sekaligus pegiat penyiaran. Hal itu ia sampaikan pada Jumat (5/7/2019).
Ada tiga butir informasi publik diajukan Heychael, yaitu nilai akhir pemeringkatan 34 calon anggota KPI pusat yang mengikuti uji kelayakan dan kepatutan ke Komisi I DPR; hasil penelusuran rekam jejak 34 calon dari Komisi Pemberantasan Korupsi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, pemangku kepentingan bidang penyiaran dan warga, serta penelusuran media sosial; dan notulensi rapat dengar pendapat Komisi I DPR dengan tim pansel tanggal 13 Mei dan 19 Juni 2019.
”Anggota KPI pusat terpilih adalah pejabat publik yang akan menjadi regulator media penyiaran. Penting bagi publik untuk tahu proses memilih regulator penyiaran ini,” tuturnya.
Anggota KPI pusat terpilih akan bekerja dengan anggaran negara. Jadi, publik berhak tahu proses pemilihan mereka. Harapannya, mereka yang terpilih berintegritas, amanah, dan kompeten menjalankan tugas.
Ketua Bidang Penyiaran Aliansi Jurnalis Independen Bayu Wardhana juga mengajukan permohonan informasi kepada PPID Kementerian Kominfo. Bayu meminta notulensi rapat pansel anggota KPI yang bekerja sejak Oktober 2018 sampai Mei 2019, terutama notulensi pertemuan dengan pemangku kepentingan penyiaran, seperti asosiasi industri dan unsur masyarakat, serta hasil seleksi pansel berikut peringkat nilai setiap tahap seleksi hingga ada 34 nama calon masuk tahap uji kelayakan dan kepatutan.
Tidak ada konsekuensi
Hal yang mengherankan, meski ditemukan banyak ketidakkonsistenan, malaadministrasi, dan ketertutupan dari Kominfo, Komisi 1 DPR, dan pansel, namun Ombudsman menyebutkan bahwa temuan-temuan ini tak memiliki konsekuensi apapun terhadap proses seleksi anggota KPI yang telah berlangsung. Bahkan, begitu salah satu calon anggota KPI, Supadiyanto menggugat Menteri Komunikasi dan Informatika ke Pengadilan Tata Usaha Negara di Jakarta, Ombudsman langsung menutup pengaduan Supadiyanto dan Sapardiyanto sebelumnya.
Mewakili pansel, Sekretaris pansel anggota KPI 2019-2022 sekaligus Direktur Penyiaran Kominfo, Geryantika Kurnia tak banyak berkomentar terkait hasil pemeriksaan Ombudsman. Ia hanya menyambut positif saran dari Ombudsman dan segera akan menyampaikannya ke Ketua pansel.
Sebelumnya, tiga lembaga, yaitu AJI, Remotivi, dan Lembaga Bantuan Hukum Pers telah mendesak Presiden agar menunda pelantikan sembilan anggota KPI 2019-2022 dan menunggu hasil penyelidikan Ombudsman tentang dugaan terjadinya malaadministrasi dalam proses seleksi. Namun demikian, faktanya proses seleksi tetap bergulir hingga penetapan anggota KPI Pusat baru.
Meski dihujani kritik dari berbagai pihak, penetapan anggota KPI Pusat 2019-2022 berlanjut. Jajaran anggota KPI baru menggelar rapat pleno pertama, Jumat (2/8/2019), dengan memilih Agung Suprio sebagai Ketua KPI periode 2019-2022 dan Mulyo Hadi Purnomo jadi Wakil Ketua. Sementara itu, tujuh anggota KPI terpilih lain adalah Irsal Ambia, Mimah Susanti, Mohamad Reza, Nuning Rodiyah, Hardly Stefano Pariela, Yuliandre Darwis, dan Aswar Hasan.
Meski dihujani kritik dari berbagai pihak, penetapan anggota KPI Pusat 2019-2022 berlanjut
Demikianlah, proses pemeriksaan seleksi anggota KPI Pusat 2019-2022 yang terbukti mengalami berbagai macam masalah ternyata berakhir antiklimaks. Tuntutan publik untuk mengevaluasi dan menata ulang proses seleksi tidak mendapatkan tanggapan nyata. Para pejabat komisioner KPI terpilih telah dilantik sembari menyisakan begitu banyak pertanyaan.