Anak balita kembar siam asal Kendari, Sulawesi Tenggara, Akila Dewi Syabila dan Azila Dewi Sabrina, akhirnya terpisah setelah 17 bulan hidup berdampingan karena terlahir dempet dada dan perut.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Anak balita kembar siam asal Kendari, Sulawesi Tenggara, Akila Dewi Syabila dan Azila Dewi Sabrina, akhirnya terpisah setelah 17 bulan hidup berdampingan karena terlahir dempet dada dan perut atau thoracoabdominopagus. Keduanya berhasil dipisahkan setelah menjalani operasi pemisahan di RSUD Dr Soetomo Surabaya selama 6 jam.
Ketua Tim Kembar Siam RSUD Dr Soetomo Surabaya Agus Hariyanto, Rabu (14/8/2019), di Surabaya, mengatakan, operasi kedua anak balita perempuan tersebut dimulai sejak pukul 06.00 dan berakhir sekitar pukul 11.55. ”Kondisi keduanya sehat. Operasi yang diperkirakan berlangsung selama 12 jam ternyata bisa selesai lebih cepat,” ujarnya.
Meskipun kedua bayi tersebut kembar siam, kondisi organ keduanya berbeda.
Putri kembar pasangan Jayasrin (25) dan Selvina Dewi (20) tersebut masing-masing memiliki organ yang lengkap. Namun, organ hati dan jantung keduanya menyatu sehingga perlu dipisahkan. ”Meskipun kedua bayi tersebut kembar siam, kondisi organ keduanya berbeda,” katanya.
Agus mengatakan, Azila tidak memiliki selaput jantung dan tulang dada sehingga tim dokter membuat pengganti dari pelat besi agar organ dari anak balita tersebut tetap berjalan normal. Penggunaan pelat besi tersebut tidak akan mengganggu pernapasan, tetapi bisa mengakibatkan perubahan bentuk dada ketika anak tersebut tumbuh dewasa.
Agus mengatakan, salah satu tantangan yang dihadapi tim dokter adalah menutup kembali kulit bagian dada dan perut yang menyatu. Selama operasi, tim dokter melakukan pembedahan sepanjang 25 sentimeter dan lebar 10 sentimeter. Tim dokter mengupayakan penutupan dinding dada dan perut berasal dari jaringan kulit masing-masing.
Setelah berhasil dipisahkan tim dokter yang berjumlah 70 orang, kedua anak balita itu menjalani perawatan intensif. Keduanya akan diisolasi selama seminggu di ruang perawatan intensif bagi anak yang berada dalam kondisi kritis, atau Ruang PICU (Pediatric Intensive Care Unit). Anak balita tersebut sementara waktu dipisahkan dari kontak dengan pasien lain untuk mencegah terjadinya infeksi setelah operasi.
Selviana yang ikut menyaksikan proses operasi pemisahan berterima kasih kepada tim dokter. Dia berharap kedua putrinya sehat dan bisa beraktivitas seperti anak-anak yang lain. Sebab, putrinya yang mulai tumbuh besar terus aktif bergerak sehingga terkadang mengganggu saudaranya karena mereka hidup berdempetan.
Jayasrin menuturkan, kedua putrinya lahir prematur saat usia kandungan 7 bulan. Sejak lahir hingga berumur 1 tahun 3 bulan, mereka dirawat di RSUD Abu Nawas, Kendari, karena harus mendapatkan perawatan intensif.
Direktur Utama RSUD Dr Soetomo Joni Wahyuhadi mengatakan, biaya operasi anak balita kembar siam tersebut tidak hanya berasal dari dana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan karena jumlahnya tidak mencukupi. Biaya operasi juga berasal dari sumber pendanaan lain, di antaranya dari Pemerintah Provinsi Jatim, Pemkot Kendari, dan sumbangan dari masyarakat.
Saat ini, ada tiga bayi kembar siam lainnya yang menanti untuk menjalani operasi pemisahan. Mereka berasal dari Aceh, Lombok Timur, dan Denpasar. Namun, bayi kembar siam dari Denpasar tidak akan dioperasi di RSUD Dr Soetomo. ”Operasi dilakukan di Denpasar. Tim kami akan melakukan pendampingan ke sana sehingga biaya lebih murah,” ucap Agus.