Pemerintah dan DPR berupaya mengesahkan sejumlah rancangan undang-undang menjelang akhir masa jabatan DPR periode 2014-2019. DPR dan pemerintah didorong harus mengutamakan kualitas RUU.
JAKARTA, KOMPAS— Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah masih berupaya menyelesaikan sejumlah rancangan undang-undang sebelum masa jabatan DPR periode 2014-2019 tuntas pada akhir September ini. Namun, pembahasan RUU itu diharapkan tetap mengedepankan kualitas, bukan sekadar mengejar target waktu. Pasalnya, undang-undang itu akan memengaruhi kehidupan masyarakat banyak.
Pada Senin (12/8/2019), Presiden Joko Widodo bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin rapat tertutup mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan di Istana Merdeka, Jakarta. RUU ini ditargetkan rampung dibahas bersama DPR pada September 2019. Hanya saja, pemerintah belum satu suara. Masalah yang masih mengganjal, antara lain, terkait sistem tunggal administrasi lahan.
”Saat ini sudah cukup maju, tetapi masih ada beda pandangan antarkementerian teknis, terutama kehutanan. Maka, Pak Wapres akan koordinasi sehingga RUU Pertanahan bisa diselesaikan pada masa ini,” tutur Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofjan Djalil seusai rapat.
RUU Pertanahan didesain menyempurnakan UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Namun, 43 organisasi masyarakat sipil mendorong agar pengesahan RUU Pertanahan ditunda karena pembahasannya dianggap tidak transparan dan substansi RUU dinilai belum mampu menyelesaikan konflik agraria.
Sofjan Djalil mengatakan, pemerintah akan terus berkomunikasi dengan semua pemangku kepentingan, termasuk organisasi masyarakat sipil.
Selain RUU Pertanahan, dari catatan Kompas, DPR juga berupaya menyelesaikan beberapa RUU lain, seperti RUU KUHP, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Pemasyarakatan, serta RUU Keamanan dan Ketahanan Siber.
Di tempat terpisah, Ketua DPR Bambang Soesatyo menargetkan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber selesai akhir September. Dia menilai payung hukum tersebut sangat penting untuk meningkatkan keamanan dan ketahanan negara dalam menghadapi ancaman siber.
Lebih lanjut Bambang menyampaikan, penyusunan draf RUU Keamanan dan Ketahanan Siber sudah dalam tahap final. Draf RUU pun telah disetujui semua fraksi DPR sejak 27 Mei 2019.
”Daftar inventarisasi masalah dan masukan kerangka berpikir sudah ada. Dalam rangka pengamanan siber, ada lima persoalan pokok yang harus menjadi jangkauan BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara), yaitu keamanan data, aplikasi, endpoint, jaringan, dan perimeter,” kata Bambang.
Jangan dipaksakan
Ahli hukum tata negara dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Agus Riewanto, menyampaikan, DPR tidak perlu memaksakan menyelesaikan sejumlah RUU sekalipun termasuk dalam Program Legislasi Nasional 2019. Sebab, jika dipaksakan, kualitas undang-undang tersebut akan merugikan publik.
”Kalau memang setiap undang-undang membutuhkan keseriusan, kejelian, dan kecermatan, dan apalagi terkait kepentingan publik, sebaiknya tidak dilakukan dengan tergesa-gesa. Kalau memang tidak bisa, jangan dipaksakan,” kata Agus.
Apabila tidak selesai dalam periode saat ini, menurut Agus, anggota DPR periode berikutnya dapat kembali melanjutkan pembahasan asalkan pemrakarsa RUU tersebut tetap vokal menyuarakan dan memang sesuai kebutuhan publik.
”Tidak perlu khawatir kalau undang-undang tidak selesai sekarang. Itu bisa dilanjutkan periode selanjutnya. Semua tergantung bagaimana publik merespons dan DPR punya kewenangan untuk mengakomodasi kepentingan publik tersebut,” tutur Agus.
Direktur Pusat Studi Hukum dan Teori Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Umbu Rauta menyampaikan, dari perspektif hukum formal, anggota DPR periode sekarang memang masih punya kewenangan sampai akhir September 2019. Namun, secara kepantasan tidaklah elok menyelesaikannya dalam sisa waktu sekitar dua bulan.
”Berbagai RUU tersebut berdampak pada warga negara dan akan berlaku untuk jangka panjang. Karena itu, kalau masih dalam tahap pembahasan satu, lebih baik dilanjutkan nanti. Namun, kalau sudah sampai pada pembahasan dua, artinya tinggal pandangan umum fraksi, itu masih mungkin diselesaikan,” kata Umbu. (INA/SHR)