Masjid Az Zikra di Sentul, Jawa Barat, adalah salah satu lambang kekayaan Libya di bawah Moammar Khadafy. Paling tidak Rp 50 miliar dikucurkan Libya untuk membangun masjid yang ramai disambangi orang dari berbagai penjuru Indonesia itu.
Kucuran dana bantuan pembangunan itu merupakan cerminan dari kekayaan Libya. Menteri Keuangan Inggris periode 2010-2016 George Osborne pernah mengungkap, aset senilai 3 miliar dollar AS dimasukkan keluarga Khadafy ke Inggris pada 2011. Bahkan, ada laporan uang tunai setara 900 juta poundsterling dikirim dari Libya ke Inggris menjelang hari-hari terakhir Khadafy.
Aset di Inggris adalah bagian dari kekayaan Libya yang tersebar di sejumlah negara. Pada 2010, aset Libya di sejumlah negara ditaksir bernilai 152 miliar dollar AS.
Akan tetapi, hampir semua dibekukan, antara lain lewat perintah Presiden Amerika Serikat Barack Obama pada 2011. Obama memerintahkan pembekuan aset Libya di AS senilai 30 miliar dollar AS.
Selain dari Obama, perintah pembekuan aset Libya pada 2011 juga dikeluarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Aset itu, antara lain, berupa deposito senilai 14,3 miliar euro di empat bank Belgia, yakni BNP Paribas Fortis, ING, KBC, dan Euroclear, pada 2011.
Sayangnya, pengelolaan aset itu tak selalu baik. Panel ahli PBB dalam laporan pada September 2018 menyimpulkan, Eurobank melanggar perintah pembekuan aset. RTBF, media Belgia yang bersiaran televisi dan radio dalam bahasa Perancis, malah menemukan aset Libya senilai 5,7 miliar dollar AS mengalir dari Belgia pada 2012-2017. Sebagian besar berupa bunga deposito, yang menurut penegasan Dewan Keamanan PBB pada Januari 2019 adalah bagian dari aset yang harus tetap dibekukan.
RTBF mengungkap surat Agustus 2012 dari mantan Menteri Luar Negeri Belgia Didier Reynders kepada Menlu Pemerintahan Transisi Libya Achour Ben Khayal. Reynders menyebut dana Libya di Belgia bisa dicairkan sebagian dengan sejumlah syarat. Dalam surat itu, Reynders menyinggung utang 30 juta dollar AS yang harus dibayar Libya kepada sejumlah perusahaan Belgia. Kini, kasus itu diselidiki pengadilan dan parlemen Belgia.
Kepala Lembaga Pengelola Aset Libya (LIA) Ali Mahmoud Hassan Mohamed dalam wawancara kepada Reuters pada November 2018 mengungkap, LIA menggandeng sejumlah biro akuntan internasional untuk menjernihkan masalah aset Libya. Mohamed mengatakan, LIA punya aset total 67 miliar dollar AS dan 70 persen di antaranya dibekukan.
PBB menetapkan seluruh aset itu harus tetap dibekukan sampai terbentuk pemerintahan yang sah berdasarkan proses demokrasi di Libya. Syarat yang tidak mudah karena Libya masih terus dirundung perang saudara sampai sekarang. Sementara, becermin dari kasus di Belgia, aset-aset Libya terombang-ambing. (REUTERS/RAZ)