Akses Transportasi Kilaukan Pesona Kota Baru
Diresmikan pada 1989, Bumi Serpong Damai telah beroperasi tiga dekade. Peresmian kota mandiri pertama di luar Jakarta ini menjadi tonggak kemunculan banyak kota serupa. Meski kian menjauh dari Ibu Kota, kehadirannya selalu dilirik karena tak lepas dari tawaran kemudahan akses transportasi.
Kebutuhan lahan di Jakarta kian tak terbendung, sementara ketersediaannya semakin sedikit dan harganya mahal. Banyak perumahan baru dibangun kian jauh dari Ibu Kota. Selain masih banyak lahan kosong, harga tanah di daerah, seperti Kabupaten Tangerang, Bogor, dan Bekasi, lebih murah.
Lahan terbangun di Jabodetabek terus meluas. Hal ini terpantau dari hasil interpretasi visual citra satelit Landsat 5 TM tahun 1990 dan Landsat 8 OLI tahun 2019. Pada 1990, lahan terbangun hanya berada di radius 15 kilometer dari pusat kota (Monas). Lahan masih banyak terkonsentrasi di dalam Provinsi DKI Jakarta. Namun, pada 2019, lahan terbangun berkembang ke kabupaten/kota sekitarnya hingga radius 45 km, bahkan lebih.
Hampir tiga dekade terakhir, pertumbuhan lahan terbangun di Jabodetabek naik lima kali lipat. Berdasarkan pengukuran geometri hasil interpretasi citra, luas lahan terbangun tahun 1990 sekitar 39.000 hektar. Pada 2019, luas lahan terbangun bertambah menjadi 202.200 hektar. Rata-rata lahan terbangun di Jabodetabek meningkat 7.000 hektar atau 17,9 persen tiap tahun.
Dibandingkan dengan tahun 1990, lahan terbangun Jabodetabek cenderung berkembang ke arah barat, timur, dan selatan Jakarta. Kondisi ini tak lepas dari keberadaan akses transportasi, seperti jalan tol. Tol Jakarta-Merak dan Tol Ulujami-Serpong, misalnya, mendukung perumahan dan kawasan industri di barat Jakarta. Di selatan Jakarta, dukungan diberikan akses Tol Jagorawi. Sementara di timur Jakarta, dukungan disediakan akses Tol Jakarta-Cikampek.
Selain tol, akses transportasi umum, seperti rel kereta komuter, turut memberi pengaruh, misalnya rel relasi Duri-Tangerang dan Tanah Abang- Rangkasbitung ke arah barat serta barat daya Jakarta. Relasi Tanah Abang-Bogor memberi pengaruh ke arah selatan, sementara relasi Manggarai-Cikarang ke arah timur Jakarta. Dari empat rel ini, relasi Tanah Abang-Rangkasbitung melintasi paling banyak kabupaten/kota, mulai dari Jakarta, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Lebak.
Menurut data Jones Lang LaSalle (JLL) Indonesia, hingga 2017 setidaknya terdapat 33 kota baru di sekitar DKI Jakarta. Luasnya mulai dari paling sempit seluas 68 hektar di Nava Park hingga paling luas 6.000 hektar di BSD City.
Lokasinya tersebar di beberapa tempat. Ada yang berada di radius 15 km dari pusat Jakarta, seperti Pantai Indah Kapuk (PIK), Citra Garden City, dan Jakarta Garden City. Bahkan, ada yang berada di radius 60 km, seperti Citra Maja Raya di Lebak dan Rancamaya Golf & Estate di Kota Bogor.
Kemudahan akses
Selain ketersediaan fasilitas umum, kemudahan akses transportasi menjadi nilai lebih kawasan permukiman. Permukiman dengan beberapa pilihan akses transportasi biasanya lebih menarik minat calon pembeli meski lokasinya jauh dari pusat kota.
Kemudahan akses transportasi ditandai dengan keberadaan gerbang tol (GT), stasiun, halte, dan terminal. Dalam beberapa contoh, titik-titik akses transportasi sudah dibangun sebelum muncul kawasan perumahan baru. Namun, tak jarang pengembang membangun terlebih dulu kawasan permukiman atau kawasan industri, baru disusul akses itu.
Hal ini dapat dilihat pada pembangunan GT baru di ruas Tol Jakarta-Merak. Tol sepanjang 98 km yang dibangun tahun 1984 ini menghubungkan Jakarta, Tangerang, dan Pelabuhan Merak. Berdasarkan hasil pengamatan historis citra satelit di aplikasi Google Earth, empat dari total 16 GT di ruas itu baru dibangun setelah 2005. Keempatnya ialah GT Alam Sutera (2009), GT Karang Tengah (2014), GT Cikande (2015), dan GT Balaraja Timur (2019).
Saat GT Alam Sutera di Kota Tengerang mulai beroperasi, GT ini melayani beberapa kota yang dibangun sebelumnya, seperti Kota Modern yang dibangun tahun 1986, Alam Sutera (1993), Paramount Serpong (1993), dan Graha Raya (1997).
Hal serupa terjadi di sejumlah GT di ruas Tol Jakarta-Cikampek. Tol sepanjang 83 km yang dioperasikan sejak 1988 ini menghubungkan Jakarta, Bekasi, dan kota-kota lain di pantura. Dari 12 GT di ruas tol itu, dua di antaranya dibangun setelah 2010, yaitu GT Cibatu (2012) dan GT Cikarang Utama (2013). Keduanya dekat dengan sejumlah kawasan kota baru, seperti Jababeka, yang dibangun tahun 1989, Lippo Cikarang (1990), Deltamas (2002), dan Meikarta (2014).
Kehadiran GT baru memicu pertumbuhan penduduk di kawasan sekitarnya, seperti di lokasi dibangunnya GT Alam Sutera, yakni di Kecamatan Pinang, Kota Tangerang. Sebelum GT ini dibangun, berdasarkan data BPS, jumlah penduduk Kecamatan Pinang tahun 2007 sebanyak 131.737 jiwa. Jumlahnya pada 2017 meningkat menjadi 203.868 jiwa. Selama 10 tahun terjadi pertumbuhan 54,8 persen dan kecamatan itu menduduki peringkat ketiga tertinggi dari 13 kecamatan di Kota Tangerang.
Hal serupa terjadi di Kecamatan Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi, lokasi GT Cibatu dan GT Cikarang Utama. Sebelum kedua GT dibangun, jumlah penduduk di Kecamatan Cikarang Selatan tahun 2011 masih 155.845 jiwa. Pada 2017, jumlahnya meningkat menjadi 278.476 jiwa. Dalam rentang enam tahun itu, pertumbuhannya 78,8 persen. Kecamatan ini menduduki peringkat pertama tertinggi dari total 23 kecamatan di Kabupaten Bekasi.
Meski memudahkan mobilitas penduduk, pembangunan GT baru membawa dampak negatif. Salah satunya, jarak antar-GT yang kian pendek. Contohnya, GT Alam Sutera hanya berjarak 4,5 km dari GT Karang Tengah dan 3,4 km dari GT Tangerang.
Adapun GT Cibatu berjarak 3,5 km dari GT Cikarang Barat dan 2,6 km dari GT Cikarang Timur. Jarak antar-GT yang terlalu dekat dapat memicu penumpukan kendaraan dan kemacetan di sekitar GT.
Pilihan transportasi umum
Belum semua kota baru di Jabodetabek memiliki banyak variasi moda transportasi umum. Hal itu terlihat dari hasil tumpang susun antara 33 kota baru dan titik transportasi data Open Street Map (OSM) tahun 2019. Titik transportasi itu meliputi stasiun, terminal, halte, dan taksi. Sebelum analisis dilakukan, tiap titik kota dibuat radius sejauh 5 km. Artinya, di radius itu akan diketahui moda transportasi umum apa yang terjangkau.
Dari daftar 33 kota baru, hanya 16 kota yang terjangkau minimal satu jenis moda transportasi. Kota dengan pilihan transportasi umum paling banyak ialah Citra Garden City di Tangerang dan BSD City di Tangerang Selatan. Citra Garden City terjangkau oleh 13 titik transportasi yang terdiri dari 1 terminal (Kalideres), 7 halte bus, dan 5 stasiun komuter. Adapun BSD City terjangkau 8 titik transportasi, di antaranya 5 halte bus dan 3 stasiun.
Lalu, bagaimana mobilitas warga kota baru tanpa keterjangkauan transportasi umum? Ada dua pilihan. Pertama, menjangkau titik transportasi terdekat meski jaraknya lebih dari 5 km. Hal ini dipengaruhi oleh ada tidaknya fasilitas penitipan kendaraan, baik motor maupun mobil, di titik transportasi itu. Kedua, menggunakan kendaraan pribadi. Kondisi ini akan lebih mudah jika warga menggunakan mobil dan lokasi huniannya tak jauh dari GT.
Opsi terakhir, menggunakan kendaraan pribadi melalui jalan reguler non-tol. Opsi ini masih menjadi pilihan sebagian besar warga, terlihat dari hasil jajak pendapat Litbang Kompas terhadap 516 warga Jabodetabek akhir Juni 2019. Sebanyak 76,4 persen responden menggunakan kendaraan pribadi untuk aktivitas sehari-hari. Penggunaan sepeda motor paling dominan, yakni 85,8 persen, disusul mobil (12,9 persen) dan sepeda (1,3 persen).
Menurut Suryono H dan Liong J dalam paparannya, The Future of Jakarta Metropolitan Region (2018), transformasi kota di sekitar Jakarta dibagi dalam tiga fase. Fase pertama berlangsung 1987-1997, fase kedua 1998-2007, dan fase ketiga 2008-2017.
Pada fase pertama, pengembang membangun kawasan dengan akses transportasi utama berupa mobil pribadi. Adapun pada fase ketiga, pengembang berlomba-lomba membuat akses semudah mungkin ke jalan tol.
Kehadiran akses transportasi terbukti memengaruhi arah pembangunan kota baru di sekitar Jakarta. Meski perkembangannya sejalan dengan keberadaan jalur transportasi umum, kendaraan pribadi masih menjadi pilihan favorit sebagian besar warga.
Bagi mereka yang berada dekat akses jalan tol, mobilitas terasa lebih mudah. Namun, jika jauh dari akses tol, ditambah ketersediaan transportasi umum belum memadai, mobilitas lebih sulit. (Litbang Kompas)