Merawat Suami
![https://cdn-assetd.kompas.id/4x0Qz6EtgUyt04zdncfh-ekKeGw=/1024x1181/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F11%2F33765752.jpg](https://cdn-assetd.kompas.id/4x0Qz6EtgUyt04zdncfh-ekKeGw=/1024x1181/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F11%2F33765752.jpg)
DR SAMSURIDJAL DJAUZI
Suami saya berumur 47 tahun. Kami sudah 20 tahun menikah dan dikaruniai dua anak remaja. Anak pertama putri 18 tahun dan kedua laki-laki berumur 15 tahun. Sebulan yang lalu suami saya divonis kanker paru lanjut yang sudah beranak sebar. Padahal, penampakan luarnya masih sehat, hanya sering merasa sesak jika bicara lama.
Sebelumnya dia mengalami batuk sekitar dua minggu. Batuknya agak dalam, tidak seperti biasa. Setelah saya mendesak, barulah dia berobat ke dokter. Dokter menanyakan kebiasaan merokok. Suami saya memang perokok berat sejak masih remaja. Dia merokok hampir dua bungkus per hari.
Dia menjalani banyak pemeriksaan, mulai dari foto dada, pemeriksaan CT scan dada, serta berbagai pemeriksaan laboratorium. Dokter juga melakukan bronkoskopi untuk mencari diagnosis penyakit suami saya. Dokter paru yang menangani suami saya akhirnya meminta izin untuk melakukan pertemuan dengan teman-teman beliau pakar berbagai bidang, seperti pakar radiologi dan patologi.
Akhirnya ditetapkan suami saya terkena kanker paru. Keadaan kanker parunya sudah menjalar ke tulang dan otak. Kami sekeluarga diajak berdiskusi tentang terapi yang akan dilakukan. Ternyata tujuan terapi bukan lagi untuk penyembuhan, tetapi untuk meningkatkan kualitas hidup. Suami saya dapat istirahat di rumah, di bawah pengawasan dokter dan perawat.
Perawat berkunjung ke rumah tiap hari untuk mengawasi penjaga orang sakit yang mendampingi suami saya. Perawat memastikan obat-obat yang dikonsumsi sesuai dengan anjuran dokter. Suami saya juga mulai mendapat oksigen meski alirannya rendah. Menurut perawat, obat yang digunakan suami saya adalah obat penghilang nyeri, obat demam, obat penambah nafsu makan, dan obat tidur.
Di luar dugaan, suami saya tabah. Dia tahu bahwa menurut perkiraan dokter usianya tak berapa lama lagi. Dia berusaha menyelesaikan berbagai urusan, termasuk membuat surat wasiat. Dia juga tiap hari memanggil saya dan anak-anak dan mendiskusikan apa yang harus dilakukan jika dia meninggal.
Sebagai pemeluk agama Islam, dia mengingatkan agar harta warisannya dibagi sesuai ajaran Islam. Saya senang suami saya dapat menerima keadaan penyakitnya, tetapi dalam hati saya amat sedih. Terbayang sekiranya orang yang saya cintai ini sudah tidak ada. Namun, saya berusaha menampakkan muka yang cerah agar suami saya tidak bersedih hati.
Suami saya meminta didatangkan guru agama setiap hari dan mereka kami biarkan berdua. Mereka bertemu sekitar dua jam sehari. Terdengar suami saya memperlancar bacaan Al Quran. Saya tidak tahu kapan suami saya akan meninggalkan kami. Saya berusaha mengajak anak-anak untuk mendampingi ayah mereka serta memberikan dukungan kepada ayah mereka. Suami saya ingin meninggal di rumah, padahal keluarganya ingin agar suami saya dirawat.
Mohon penjelasan dokter. Apa lagi yang dapat kami lakukan dalam mendampingi suami yang sakit berat? Meski dokter telah memvonis, saya selalu berdoa agar suami saya mendapat kesempatan untuk sembuh serta dapat menyaksikan anak-anaknya tumbuh. Terima kasih.
M di J
Saya memahami bagaimana keadaan ibu sekeluarga dalam mendampingi suami yang sedang sakit berat. Suami ibu beruntung, seluruh keluarga memberikan dukungan. Beliau pun siap menghadapi kemungkinan terburuk serta mempersiapkan diri secara psikis ataupun spiritual.
Di Surabaya tanggal 1 sampai 4 Agustus 2019 berlangsung Kongres Perawatan Paliatif Asia Pasifik. Indonesia menjadi tuan rumah kongres yang membahas perawatan untuk penderita penyakit berat agar mereka bebas dari berbagai penderitaan serta dapat mempunyai kualitas hidup baik meski penyakitnya tak dapat lagi disembuhkan.
Memang semula perawatan paliatif ditujukan untuk penderita kanker lanjut. Mereka dalam keadaan terminal, artinya tidak lama lagi mungkin akan meninggal. Perawatan paliatif ingin membebaskan penderita dari rasa nyeri, sesak napas, tidak dapat makan atau tidur. Perawatan paliatif mengusahakan agar pasien sedapat mungkin tidak mengalami penderitaan akibat penyakitnya. Berbagai obat dan peralatan kedokteran dapat digunakan agar kualitas hidup penderita baik.
Sekarang perawatan paliatif bukan hanya untuk penderita kanker, melainkan juga untuk penyakit lain, seperti penyakit gagal ginjal kronik, penyakit paru obstruktif menahun, AIDS, dan lain-lain. Bahkan, perawatan paliatif sekarang tidak menunggu keadaan penderita menjadi parah, tetapi sudah dapat dimulai pada saat diagnosis pasien ditegakkan.
Jadi, perawatan paliatif merupakan upaya yang penting untuk menghindari penderitaan serta mencapai kualitas hidup penderita yang baik. Unsur perawatan paliatif bukan hanya berupa perawatan fisik, melainkan juga psikologis, sosial, serta spiritual. Apa yang Anda lakukan dalam mendampingi suami yang sakit telah mencakup semua aspek tadi.
Salah satu aspek penting dalam perawatan paliatif adalah mendiskusikan akhir kehidupan pasien. Pasien perlu dipersiapkan secara fisik, psikologis, sosial, serta spiritual. Anda beruntung karena suami sudah menyiapkan diri dengan baik. Suami Anda dapat berkomunikasi dengan baik dengan Anda dan anak-anak.
Memang ada semacam kebiasaan di masyarakat, pasien yang sakit berat harus dirawat di rumah sakit; kalau perlu, di ruang perawatan intensif. Sekarang para pakar kedokteran menjelaskan kepada keluarga dan memberikan pilihan kepada pasien dan keluarga untuk dirawat di rumah. Sudah tentu, jika ada tindakan yang tak mungkin dilakukan di rumah, pasien harus ditolong di rumah sakit.
Jadi, sekarang kita menyadari tugas dokter tidak hanya menyembuhkan penyakit, tetapi juga meringankan penderitaan orang sakit. Tidak semua orang sakit harus dirawat di rumah sakit. Tersedia pilihan untuk dirawat di rumah jika keadaan penyakitnya tak memerlukan tindakan khusus yang tak dapat dilakukan di rumah.
Suami Anda dirawat di rumah. Tentu Anda dan anak-anak harus menyesuaikan kegiatan agar dapat mendampingi dan mendukung suami Anda. Namun, pendampingan tersebut harus direncanakan dengan baik agar Anda dan anak-anak tidak mengalami kelelahan.
Kelelahan dapat berupa kelelahan fisik ataupun kelelahan psikis. Untuk dapat menolong orang yang sakit, para pendamping hendaknya menjaga kesehatan sehingga dapat memberikan pertolongan jangka panjang. Jangan sampai Anda dan anak-anak Anda juga jatuh sakit sehingga akan mengganggu perawatan suami Anda. Anda dan anak-anak harus cukup makan, istirahat, dan tidur serta selalu menyiapkan diri untuk mampu menolong suami. Jangan Anda terlalu bersedih sehingga suami Anda akan merasakan sedih yang lebih hebat lagi.
Di masa depan perawatan paliatif akan semakin penting. Usia harapan hidup akan semakin panjang, akan semakin banyak orang usia lanjut yang biasanya mempunyai berbagai penyakit kronis yang memerlukan perawatan paliatif. Saya mendoakan yang terbaik untuk Anda sekeluarga.