Tekanan saat tampil pada Kejuaraan Dunia 2019 akan menjadi ujian bagi Jonatan Christie dan Anthony Sinisuka Ginting menghadpai Olimpiade Tokyo 2020.
Oleh
Yulia Sapthiani
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis di Basel, Swiss, 19-25 Agustus, akan menjadi uji coba bagi tunggal putra Indonesia menghadapi Olimpiade Tokyo 2020. Tekanan besar yang dihadapi pada kejuaraan dunia diharapkan menjadi bekal bagi mereka jika lolos ke Tokyo 2020.
Di arena bulu tangkis, terdapat tiga gelar juara yang menjadi incaran setiap atlet, yaitu Olimpiade, Kejuaraan Dunia, dan All England. Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) menggolongkan Olimpiade dan Kejuaraan Dunia, bersama kejuaraan beregu Piala Thomas-Uber dan Piala Sudirman, sebagai kejuaraan dengan tingkat tertinggi, yang disebut turnamen mayor.
All England berada di bawah kejuaraan besar tersebut, namun memiliki prestise tinggi di mata atlet karena menjadi kejuaraan bulu tangkis tertua. All England digelar sejak 1899.
”Kejuaraan Dunia 2019 menjadi ajang yang bagus untuk Jonatan Christie dan Anthoy Sinisuka Ginting. Kejuaraan besar itu akan menjadi tes bagi mereka untuk Olimpiade,” kata pelatih tunggal putra Hendry Saputra Ho di pelatnas bulu tangkis Cipayung, Jakarta, Kamis (8/8/2019).
Di Basel, tunggal putra akan diwakili oleh Jonatan atau Jojo, Anthony, dan Tommy Sugiarto. Ketiganya berada pada paruh yang sama dalam undian, sehingga berpeluang bertemu sesama pemain Indonesia pada babak ketiga atau perempat final.
Bagi Jojo, yang ditempatkan sebagai unggulan keempat, ini adalah Kejuaraan Dunia kedua setelah tersingkir pada babak pertama pada 2018. Adapun Anthony tampil untuk ketiga kalinya setelah terhenti di babak kedua pada 2017-2018.
Untuk mencapai penampilan terbaik di Basel, kedua pemain tak tampil pada Thailand Terbuka, 30 Juli-4 Agustus. Setelah tampil di Indonesia Terbuka (16-21 Juli) dan Jepang Terbuka (23-28 Juli), Jojo dan Anthony fokus berlatih di Cipayung.
Selain membenahi kekurangan teknis, Hendry menekankan pada kesiapan mental mereka. ”Tekanan untuk tampil dalam Kejuaraan Dunia tentu lebih besar dibandingkan dengan kejuaraan lain. Atmosfernya pasti berbeda. Lee Chong Wei saja belum pernah juara dunia, padahal dia sudah juara di mana-mana. Jojo dan Ginting pasti akan menghadapi atmosfer berbeda juga di Kejuaraan Dunia,” tutur Hendry.
Namun, tingginya prestise dalam ajang ini tak boleh menjadi beban besar. Jojo dan Anthony justru harus bermain tanpa beban agar bisa menunjukkan kemampuan semaksimal mungkin. ”Dengan bertambahnyapengalaman, kita lihat bagaimana mereka menghadapi Kejuaraan Dunia kali ini. Jika bisa melewati tes dengan baik, itu akan mempermudah mereka untuk Olimpiade,” lanjut Hendry.
Jojo dan Anthony diharapkan bisa menjadi dua wakil—kuota maksimal Olimpiade pada setiap nomor untuk setiap negara—tunggal putra Indonesia di Tokyo. Target ini bisa tercapai jika mereka bertahan pada peringkat 16 besar hingga akhir masa kualifikasi. BWF menggunakan daftar peringkat pada 30 April 2020 untuk menentukan jatah setiap negara. Saat ini, Jojo berada pada peringkat keempat, adapun Anthony kedelapan.
Berada pada paruh atas undian, mereka bergabung dengan pemain unggulan lain, seperti juara bertahan Kento Momota (1), Kenta Nishimoto (8), dan Lin Dan (11). Di paruh bawah, persaingan akan terjadi antara Chou Tien Chen (2), Anders Antonsen (5), dan Kidambi Srikanth (7).
Persaingan tunggal putra kali ini tak diikuti juara dunia 2017, Viktor Axelsen, dan peringkat ketiga dunia, Shi Yuqi, karena cedera. Secara umum, ketatnya persaingan berkurang karena tak dihadiri dua favorit juara. Namun, itu dinilai tak akan berpengaruh pada Jojo dan Anthony.
“Ada atau tidak ada Shi Yuqi dan Axelsen, Jojo dan Ginting harus siap melawan siapa pun,” tegas Hendry.
Ubah pola pikir
Sementara itu, pelatih ganda putri Eng Hian berharap, Greysia Polii/Apriyani Rahayu bisa mengubah pola pikir untuk bermain lebih baik pada Kejuaraan Dunia. Pasangan peringkat kelima dunia itu dinilai kerap memperlama durasi pertandingan meski sebenarnya bisa menang mudah.
”Target mereka di lapangan adalah menang, bukan berlama-lama di hadapan penonton lalu akhirnya kalah,” kata peraih perunggu ganda putra (bersama Flandy Limpele) Olimpiade Athena 2004 itu.
Cara bermain seperti itu salah satunya terlihat pada perempat final Thailand Terbuka lawan Chang Ye-na/Kim Hye-rin (Korea Selatan), pekan lalu. Tinggal perlu satu poin untuk menang dalam dua gim, Greysia/Apriyani justru kalah, 21-9, 21-23, 9-21.
Karena tak ada turnamen lain yang menjadi ajang uji coba antara Thailand Terbuka dan Kejuaraan Dunia, Eng Hian pun berusaha mengubah kebiasaan Greysia/Apriyani dengan lebih sering berkomunikasi. Pada latihan, semifinalis Kejuaraan Dunia 2018 itu didorong mencari pemecahan masalah sendiri dengan target yang telah ditentukan pelatih.
Dalam hal teknis, kecepatan dan kekuatan mereka diasah melalui latih tanding berpasangan dengan pemain putra. Ini untuk mengantisipasi pemain-pemain ganda putri yang memiliki karakter permainan tersebut seperti, Mayu Matsumoto/Wakana Nagahara (Jepang) dan Kim So-yeong/Kong Hee-yong (Korsel).