KUALA LUMPUR, KOMPAS — Presiden Joko Widodo dan Ibu Iriana, Kamis (8/8/2019), menggelar kunjungan kenegaraan ke Kuala Lumpur, Malaysia. Presiden dijadwalkan bertemu dengan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad untuk membahas persoalan tenaga kerja Indonesia serta diskriminasi produk minyak kelapa sawit kedua negara oleh Uni Eropa.
Rombongan Presiden mendarat di Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur sekitar pukul 19.40 waktu setempat. Presiden disambut Duta Besar RI untuk Malaysia Rusdi Kirana, Wakil Kepala Protokol Negara Malaysia Fransisco Munis, dan Menteri Pertahanan Malaysia Haji Mohamad bin Sabu.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menuturkan, agenda utama lawatan Presiden Jokowi ke Malaysia adalah melakukan kunjungan kenegaraan kepada PM Mahathir pada Jumat (9/8/2019). Kunjungan resmi itu merupakan balasan atas kunjungan Mahathir, Juni 2018. Saat itu, Presiden Jokowi adalah kepala negara pertama yang dikunjungi Mahathir setelah terpilih menjadi PM Malaysia.
Retno menyebutkan, ada dua isu yang akan dibahas dalam pertemuan antara Jokowi dan Mahathir. Salah satunya masalah warga negara Indonesia (WNI) yang jumlahnya mencapai 2 juta jiwa di sejumlah wilayah di Malaysia. Jumlah WNI yang relatif banyak itu tentu menimbulkan berbagai persoalan, seperti pemenuhan hak pendidikan bagi anak-anak TKI.
Isu lain yang menurut rencana dibahas adalah persoalan kelapa sawit, terutama terkait diskriminasi produk sawit dari Indonesia dan Malaysia oleh Uni Eropa. Indonesia dan Malaysia adalah dua produsen kelapa sawit terbesar dunia.
”Banyak tantangan yang dihadapi kelapa sawit sehingga kira-kira persoalan itu juga akan dibahas,” ucap Retno.
Sebelumnya, Presiden Jokowi juga menyampaikan, ada banyak persoalan yang akan dibahas dalam pertemuan dengan PM Mahathir. Selain diskriminasi produk sawit dan persoalan TKI, masalah perbatasan kedua negara juga akan dibahas dalam kunjungan resmi tersebut.
Retno menegaskan, Malaysia adalah mitra utama Indonesia. Bukan hanya mitra dagang terbesar ketujuh, Malaysia juga merupakan negara tujuan ekspor terbesar keenam bagi Indonesia. Adapun di antara negara-negara anggota ASEAN, Malaysia merupakan mitra dagang terbesar kedua setelah Singapura.
Malaysia adalah mitra utama Indonesia. Bukan hanya mitra dagang terbesar ketujuh, Malaysia juga merupakan negara tujuan ekspor terbesar keenam bagi Indonesia.
Layanan pendidikan
Sementara itu, salah satu persoalan TKI di Malaysia yang diupayakan untuk diselesaikan adalah pemenuhan layanan pendidikan bagi anak-anak TKI. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendi mengungkapkan, saat ini pemerintah Indonesia telah mendirikan 294 Community Learning Center (CLC) untuk memenuhi hak pendidikan anak-anak TKI di Malaysia.
Pemerintah Indonesia merencanakan untuk membangun lebih banyak lagi CLC untuk mempermudah anak-anak TKI dalam mengakses pendidikan. Namun, menurut Muhadjir, masih banyak rencana pembangunan CLC di beberapa titik di wilayah perbatasan yang belum bisa direalisasikan.
"Untuk di wilayah Sabah dan Serawak sudah jalan, tapi di sejumlah tempat belum bisa didirikan. Kami berharap dengan pertemuan ini masalah pembangunan CLC bisa segera terealisasi seluruhnya," kata Muhadjir.
Tak hanya memenuhi hak pendidikan bagi anak-anak TKI, CLC juga didirikan untuk menghadirkan negara di wilayah-wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia. Sebab, negara memiliki kewajiban untuk memenuhi seluruh hak dasar rakyat, termasuk hak untuk memperoleh pendidikan.