Arita Nugraheni dan B.I Purwantari, Litbang Kompas
·3 menit baca
Pada pidato pembukaan Kongres V PDI-P di Bali kemarin, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri menyoroti dua isu utama. Pertama, ancaman disintegrasi bangsa. Kedua, mandeknya pengembangan riset di Indonesia.
Megawati menyitir pidato Soekarno jelang Pemilu 1955 yang menolak pemilu dijadikan sekadar ajang pertempuran politik yang membahayakan keutuhan bangsa. Megawati juga menekankan bahwa pemilu juga berpotensi menciptakan keterbelahan atau disintegrasi. Hal itu terlihat dari hasil Kajian Pusat Analisa dan Pengendali Situasi Partai yang menunjukkan fenomena disintegrasi yang sistematis pada Pemilu 2019.
Megawati tegas menolak kader PDI-P yang menggunakan prinsip asal mau menang kontestasi sehingga menggunakan berbagai cara yang merusak demokrasi, seperti teror, fitnah, propaganda kebencian, serta keyakinan sendiri sebagai kebenaran mutlak.
Demokrasi sebagai alat mencapai masyarakat adil dan makmur juga harus didukung penyelenggaraan pemilu yang tidak melulu soal kemenangan. Demokrasi dan toleransi adalah dua hal yang tak terpisahkan dalam berpolitik.
Megawati mengingatkan, demokrasi di Indonesia adalah Demokrasi Pancasila yang digali dari bumi Indonesia. Pancasila merupakan dasar negara yang sudah final dan telah diperjuangkan para pendiri bangsa dengan susah payah.
Usainya pemilu merupakan momen kader untuk bermusyawarah membumikan Pancasila. Selama kongres, Megawati berharap kader dapat merumuskan langkah konkret mengimplementasikan Pancasila agar dirasakan nyata oleh rakyat. Hanya dengan merasakan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, perilaku intoleran dan ancaman disintegrasi bangsa dapat dikikis.
Poin kedua yang ditekankan Megawati terkait persoalan penelitian dan inovasi yang dianggap belum efektif. Megawati menyarankan agar pemerintah segera membentuk Badan Riset Nasional dengan tujuan dan program yang jelas. Dukungan ini disertai apresiasi kepada pemerintah yang telah mengesahkan UU Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek).
Mengatasi persoalan
UU Sisnas Iptek, menurut Megawati, mematrikan kehendak kuat kebijakan pembangunan yang berlandaskan riset ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi digunakan untuk mengatasi persoalan-persoalan seperti pangan sehingga prinsip berdiri di atas kaki sendiri (berdikari) bisa menggantikan solusi jalan pintas seperti kebijakan impor yang sering digunakan.
Riset dan teknologi juga masuk dalam visi-misi Joko Widodo selama dua periode. Dalam visi-misi Joko Widodo-Jusuf Kalla 2014-2019, disebutkan penganggaran untuk riset dalam rangka meningkatkan daya saing internasional.
Sementara pada visi-misi Joko Widodo-Ma’ruf Amin 2019-2024, narasi terkait riset ditujukan untuk menyongsong Revolusi 4.0 dengan mengembangkan sentra-sentra inovasi. Kali ini, Jokowi menyatakan akan menambah anggaran riset guna mendorong inovasi teknologi serta revitalisasi science-technopark.
UU Sisnas Iptek baru disahkan 16 Juli 2019. Melalui UU ini, pemerintah akan membentuk Badan Riset Nasional yang akan memperkuat integrasi antarlembaga dan mencegah tumpang tindih riset.
Di akhir pidatonya, Megawati menyentil Presiden Jokowi terkait jatah menteri yang akan diterima PDI-P. Megawati meminta agar porsi menteri dari PDI-P lebih banyak dari partai lainnya. Pada periode pemerintahan Jokowi 2014-2019, PDI-P memiliki empat kursi menteri dari 34 kursi menteri di kabinet. Jumlah empat kursi tersebut tetap stabil hingga mendekati akhir jabatan. Menteri dari PDI-P tidak pernah terimbas perombakan kabinet yang enam kali dilakukan Presiden Jokowi.