Menjelang sore di Wadu Wani, Woha, Bima, Nusa Tenggara Barat, beberapa ibu sedang asyik memerciki segumpal tanah liat dengan air. Setelah itu, tanah liat diuleni hingga menjadi lemas seperti adonan kue donat. Setelah lemas, tanah liat itu dibentuk menjadi wajan besar.
Oleh
Joice Tauris Santi
·3 menit baca
Menjelang sore di Wadu Wani, Woha, Bima, Nusa Tenggara Barat, beberapa ibu sedang asyik memerciki segumpal tanah liat dengan air. Setelah itu, tanah liat diuleni hingga menjadi lemas seperti adonan kue donat. Setelah lemas, tanah liat itu dibentuk menjadi wajan besar.
”Setiap hari seusai pekerjaan di rumah beres, mereka ke sini. Kami bersama-sama membuat gerabah,” ujar salah seorang ibu, Fatma (44).
Di halaman sebuah penggilingan tua, perempuan-perempuan itu setiap hari mengerjakan hal yang sama, yakni membuat gerabah dari tanah liat.
Pada awalnya, Fatma membuat gerabah hanya untuk mengisi waktu luangnya. Produksinya pun hanya satu macam, yakni celengan kecil. Lima tahun lalu, dia memberanikan diri untuk mengajukan pembiayaan ke Bank BTPN Syariah.
Dia kemudian membentuk kelompok yang beranggotakan lima orang dan memperoleh pembiayaan Rp 2 juta. Pembiayaan pertama ini kemudian digunakan sebagai modal untuk membeli barang dari toko, lalu dijual ke kampung-kampung.
Sayangnya, usaha ini tidak berjalan mulus. Akhirnya, Fatma dan kelompoknya memutuskan untuk kembali menekuni usaha pembuatan gerabah.
Ia kemudian mengajukan pembiayaan tahap kedua sebesar Rp 3 juta yang digunakan untuk membeli tanah liat bagi 15 anggota kelompok. Satu gerobak tanah liat dibeli seharga Rp 40.000-Rp 50.000. Dari tanah liat ini dibuatlah berbagai macam gerabah, tidak hanya celengan. Perempuan yang tergabung dalam kelompoknya pun semakin banyak.
Produksi kelompok ini semakin meningkat sehingga Fatma dan kawan-kawan dipercaya untuk mendapat pinjaman lagi Rp 6 juta. Tahun ini, pinjaman meningkat menjadi Rp 8 juta.
Selain membuat gerabah, Fatma juga bertindak sebagai pengepul dan penjual hasil gerabah ke pasar. Setiap anggota kelompok menyetorkan gerabahnya kepada Fatma yang kemudian menjualnya ke pasar.
Dari sini, Fatma beroleh informasi tentang model gerabah apa saja yang diperlukan dan diminati oleh para pelanggan yang kemudian disampaikannya kepada anggota kelompok untuk pengembangan usaha.
”Dalam satu bulan, saya bisa mendapatkan Rp 5 juta dari hasil penjualan gerabah ini,” ujar seorang ibu yang menjadi anggota kelompok.
Beberapa anggota lain pun menyatakan hal yang sama. Setelah berhasil berbisnis gerabah, kelompok Fatma menambah usaha, yakni ternak ayam potong dan menjual anak ayam.
Keberhasilan usaha mereka, menurut Fatma, berasal dari sikap para anggota yang berani kerja keras, disiplin, dan saling membantu.
”Sebenarnya, saya ingin mendapatkan pembiayaan lebih banyak lagi. Saya ingin membeli mobil pikap untuk mengangkut gerabah ini ke pasar,” kata Fatma.
Selama ini, dia menyewa benhur atau dokar kecil untuk mengangkut gerabahnya. ”Harus bolak-balik menyewa benhur. Kalau sudah punya pikap sendiri, mudah untuk mengangkut gerabah ke pasar,” lanjutnya lagi.
Sekolah dahulu
Dari hasil penjualan gerabah, Fatma ingin menyekolahkan anaknya. Fatma menyatakan optimistis dapat mengelola dana pembiayaan dengan baik.
”Sebelum mendapatkan pembiayaan, kami sekolah dulu. Macam-macam dipelajari,” ujarnya.
Sekolah yang ia maksud adalah pembekalan dari Bank BTPN Syariah kepada calon nasabah. Para ibu dari keluarga prasejahtera produktif ini mendapatkan pelatihan selama lima hari tentang pengelolaan keuangan rumah tangga.
Kalaupun batal menjadi nasabah, Bank BTPN Syariah tidak meminta biaya dari pelatihan tersebut. Setelah mendapatkan pembiayaan, setiap dua pekan para nasabah akan berkumpul.
Dalam waktu satu jam, mereka membayar cicilan, menabung, juga mendapatkan berbagai macam pelatihan. Topik tersebut tidak hanya berasal dari para bankir BTPN yang mendampingi mereka, tetapi juga atas usulan dari ibu-ibu anggota kelompok.
”Topik pelatihannya macam-macam. Bisa berupa kisah sukses dari temannya untuk memotivasi. Bisa juga tips keuangan keluarga. Bahkan, hal lain, seperti cara membuat alis mata atau memasang kerudung,” kata Nurhaidah, Bussiness Coach Bank BTPN Syariah Area Matabali 2.
Sebelum memberikan satu topik kepada kelompok yang didampingi, para bankir pendamping terlebih dahulu mendiskusikan apakah materi tersebut cocok dengan kelompok.