Sosialisasikan Ketentuan Wajib Pasang Alat Identifikasi
Kewajiban penggunaan dan pengaktifan sistem identifikasi otomatis (AIS) pada kapal perikanan dinilai masih perlu disosialisasikan kepada nelayan. Saat ini, terdata 4.571 kapal ikan berukuran di atas 60 gros ton yang diwajibkan memasang alat itu.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kelautan dan Perikanan menilai, kewajiban penggunaan sistem identifikasi otomatis atau AIS pada kapal perikanan masih perlu disosialisasikan kepada nelayan. Saat ini, terdata 4.571 kapal ikan berukuran di atas 60 gros ton yang diwajibkan memasang alat tersebut.
Ketentuan penggunaan dan pengaktifan AIS diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis (Automatic Identification System/AIS) bagi Kapal yang Berlayar di Wilayah Perairan Indonesia. Regulasi ini berlaku mulai 20 Agustus 2019.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Zulficar Mochtar, di Jakarta, Rabu (7/8/2019), menyatakan, pemakaian AIS bertujuan untuk pemantauan keselamatan pelayaran sesuai mandat Organisasi Maritim Internasional (IMO). Namun, penerapannya masih perlu sosialisasi kepada pemilik ribuan kapal perikanan yang terkena kewajiban itu.
Pihaknya akan membantu Kementerian Perhubungan untuk sosialisasi, sekaligus mengecek kesiapan, ketersediaan alat, dan operasional di lapangan. Sosialisasi dilakukan ke pelabuhan perikanan samudra dan pelabuhan perikanan Nusantara yang menjadi tempat sandar kapal-kapal ukuran besar tersebut.
Dari koordinasi dengan Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, lanjut Zulficar, harga AIS dinilai relatif murah untuk kapal ikan berukuran di atas 60 gros ton (GT). Namun, pihaknya perlu mengecek kesiapannya.
”Dari sisi kesiapan alat dan teknologi harus dipastikan alat itu (AIS) tersedia dan mudah diperoleh pelaku usaha. Kalau belum siap, kami komunikasikan dengan Kementerian Perhubungan agar tidak meresahkan pelaku usaha perikanan,” kata Zulficar.
Dari sisi kesiapan alat dan teknologi, harus dipastikan alat itu (AIS) tersedia dan mudah diperoleh pelaku usaha.
Sebelumnya, pelaku usaha perikanan mengeluhkan ketentuan itu. Sebab, ketentuan penggunaan AIS oleh Kementerian Perhubungan dinilai tumpang-tindih dengan ketentuan pemakaian alat sistem pengawasan kapal (VMS) oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Selama ini, kapal-kapal perikanan berukuran di atas 30 GT sudah dilengkapi VMS.
Ketua II Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) Dwi Agus mengemukakan, penggunaan AIS telah disosialisasikan oleh pihak kesyahbandaran dan otoritas pelabuhan di Benoa, Bali. Sebanyak 163 kapal rawai (longline) tuna anggota ATLI diwajibkan memakai alat itu mulai 20 Agustus 2019. Namun, pihaknya belum tahu dimana alat itu bisa didapatkan.
Fungsi AIS dinilai identik dengan VMS yang selama ini digunakan kapal perikanan. Di sisi lain, penggunaan AIS disyaratkan oleh regulasi internasional.