Sentuhan Inovasi Teknologi Bikin Siswa di Papua Termotivasi Belajar
Indonesian American Society of Academics bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional meluncurkan program Sekolah Terintegrasi Berpola Asrama di Kota Jayapura dan Kabupaten Nabire, Papua.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Indonesian American Society of Academics bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional meluncurkan program Sekolah Terintegrasi Berpola Asrama di Kota Jayapura dan Kabupaten Nabire, Papua. Program ini memanfaatkan inovasi teknologi untuk meningkatkan mutu kualitas pendidikan.
Di Nabire, program ini diluncurkan di SMA Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik Adhi Luhur di Nabire pada Kamis (8/8/2019). Jumlah siswa yang ikut program ini 150 orang. Sehari sebelumnya, program ini dilakukan di SMA Negeri 3 di Kota Jayapura. Peserta program berjumlah 209 siswa.
Presiden Indonesian American Society of Academics (IASA) Herry Utomo mengatakan, program ini adalah komitmen dan kepedulian para profesor di IASA untuk mempercepat perkembangan pendidikan di Papua. IASA adalah organisasi beranggotakan 32 profesor. Semuanya berasal dari Indonesia, tetapi bermukim di Amerika Serikat.
”Program ini dilatarbelakangi survei mutu pendidikan yang kami lakukan di salah satu universitas di Jayapura tahun 2016. Banyak calon mahasiswa yang kurang dalam kemampuan membaca, berhitung, dan pemahaman ilmu pengetahuan,” kata Herry.
Ia memaparkan, program Sekolah Terintegrasi Berpola Asrama punya setidaknya lima program unggulan. Hal itu adalah meminimalkan durasi tatap muka antara guru dan siswa, penerapan kurikulum terintegrasi, dan memetakan kemampuan akademik setiap siswa. Selain itu, program ini juga memberikan kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan bakat siswa serta kolaborasi kelas internasional dengan enam perguruan tinggi di Amerika Serikat.
Nantinya, kata Herry, implementasi kurikulum terintegrasi menggunakan aplikasi moodle, laman yang khusus diciptakan untuk pelajar Papua. Aplikasi ini dapat memuat segala materi pelajaran dalam bentuk teks, foto, video, dan tugas bagi siswa. Siswa diharapkan lebih aktif dan bersemangat mempelajari materi yang diberikan guru.
Moodle tidak hanya berperan menurunkan jumlah tatap muka formal. Program ini juga memacu siswa berpikir kritis, inovatif, kooperatif, dan berdaya saing internasional.
”Moodle tidak hanya berperan menurunkan jumlah tatap muka formal. Program ini juga memacu siswa untuk berpikir kritis, inovatif, kooperatif, dan berdaya saing internasional. Sistem ini sama sekali tidak menghilangkan konten kurikulum 2013, justru memperkayanya,” kata Herry.
Ia menambahkan, program di dua sekolah asrama itu sudah terlaksana selama dua bulan terakhir. ”Dari hasil pantauan kami, jam tatap muka di dua sekolah ini berkurang, dari delapan jam menjadi tujuh jam. Kemampuan siswa belajar secara mandiri dan kreatif pun meningkat,” tambahnya.
Kepala Sekolah SMA Negeri 3 Anton Joko Martono mengatakan, dengan moodle, para guru antarmata pelajaran saling berkolaborasi memberikan materi dalam jam yang sama. Sebelumnya, tatap muka satu materi dari satu mata pelajaran bisa memakan waktu tiga jam. Kini dalam waktu tiga jam, bisa dipaparkan satu materi dari tiga mata pelajaran.
”Siswa dapat belajar kelompok mengerjakan tugas dari guru melalui moodle. Para guru juga dapat memberikan pendampingan khusus bagi siswa,” katanya.
Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Papua Protasius Lobya mendukung IASA meningkatkan mutu lulusan siswa dari sekolah dengan pola asrama di Papua. Dengan program itu, lanjut Protasius, 95 persen siswa asli Papua di dua sekolah ini punya peluang besar mengikuti program beasiswa dari Pemprov Papua ke perguruan tinggi nasional dan luar negeri.
”Sejak tahun lalu, kami bersama IASA memberi pelatihan cara penggunaan moodle dan implementasi kurikulum terintegrasi di sekolah berpola asrama,” katanya.