Bekerja merupakan kebutuhan sekaligus renjana hidup yang dijalankan oleh sebagian perempuan. Di lain sisi, peran sebagai seorang ibu juga menjadi sebuah keistimewaan yang dimiliki perempuan. Bukan hal mudah ketika keduanya harus dijalankan bersamaan.
Oleh
Dionisia Arlinta
·5 menit baca
Bekerja merupakan kebutuhan sekaligus renjana hidup yang dijalankan oleh sebagian perempuan. Di lain sisi, peran sebagai seorang ibu juga menjadi sebuah keistimewaan yang dimiliki perempuan. Bukan hal mudah ketika keduanya harus dijalankan bersamaan.
Meski begitu, ketika tempat bekerja bisa menyediakan fasilitas yang ramah bagi seorang ibu, terutama ibu menyusui, dua peran itu bisa dijalankan dengan baik. Hal ini penting karena menyusui terkadang menjadi dilematis bagi seorang ibu yang harus kembali bekerja seusai cuti melahirkannya usai.
”Bagaimanapun saya usahakan bisa kasih ASI (air susu ibu) eksklusif buat anak saya. Tidak hanya selama enam bulan, tetapi harus bisa sampai dua tahun. Sempat bingung awal kerja karena tidak ada ruang laktasi yang tersedia. Awalnya tidak nyaman harus pumping di meja kerja. Namun, lama-lama jadi biasa, yang penting ASI tetap tersimpan,” kata Vidya (27), seorang pegawai bank swasta di Jakarta Pusat.
Masalah lain juga dihadapi Sri Luisa (35), wartawan sebuah media cetak di Jakarta. Jenis pekerjaan dengan waktu dan tempat yang tidak pasti menjadi tantangan yang harus dijalani. Rasa nyeri akibat payudara yang bengkak oleh ASI yang penuh lebih sering ia ditahan karena berada di lokasi yang tidak memungkinkan untuk memerah.
”Saya hanya merasa khawatir kalau si kecil kekurangan ASI di rumah kalau tidak saya bawa liputan. ASI ini, kan, hak dia yang harus bisa diberikan dengan cukup,” tuturnya.
Meski demikian, bagi pegawai negeri sipil Yashinta Novia (27), masalah memerah ASI, memberikan ASI eksklusif, serta menjaga anaknya yang kini berusia satu tahun bisa dijalankan dengan lancar. Di kantor, ruang laktasi dan day care untuk penitipan anak tersedia dengan fasilitas yang baik.
Atasan di tempat kerjanya pun mendukung penuh. Meski dalam sehari ia harus tiga kali izin untuk memerah ASI di ruang laktasi, atasannya tidak pernah melarang atau membatasi waktu yang dibutuhkan. Produktivitas dalam pekerjaannya pun tidak terganggu karena pikirannya lebih tenang ketika meninggalkan anaknya bekerja. Dari kondisi ini, dia pun sukses menyusui eksklusif untuk kedua anaknya, bahkan berhasil menyusui sampai anak pertamanya berusia dua tahun.
Untuk itu, dukungan tempat kerja penting untuk menyukseskan pemberian ASI eksklusif pada ibu menyusui. Tempat kerja yang ramah ibu serta memberikan perlindungan sosial semakin kuat digaungkan. Perlindungan ini mencakup beberapa hal, seperti cuti hamil atau melahirkan bagi ibu, cuti berbayar, dan membantu menciptakan lingkungan layak menyusui atau memerah ASI, baik pada sektor kerja formal maupun informal.
Dukungan tempat kerja penting untuk menyukseskan pemberian ASI eksklusif pada ibu menyusui. Tempat kerja yang ramah ibu serta memberikan perlindungan sosial semakin kuat digaungkan.
Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek, pada puncak perayaan pekan ASI sedunia, Rabu (7/8/2019), di Jakarta, menuturkan, kesadaran perusahaan dan industri sebagai tempat kerja dalam menyediakan tempat laktasi terus ditingkatkan. Monitoring dan evaluasi kepada setiap perusahan terus dilakukan untuk memastikan dukungan tersebut dijalankan.
”Aturan sudah ada di Peraturan Pemerintah 33/2012 bahwa tempat kerja harus sediakan fasilitas khusus menyusui ataupun memerah ASI. Jadi, kami ingin mereka (tempat kerja) juga tempat sarana umum mengerti aturan ini. Selain itu, ada juga gerakan pekerja perempuan sehat produktif di perusahaan. Gerakan ini harus terus digaungkan,” tuturnya.
Pada Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 33/2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif, pengurus tempat kerja dan penyelenggara tempat umum harus menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui ataupun memerah ASI sesuai kondisi kemampuan perusahaan. Dalam aturan itu, tempat kerja yang dimaksud antara lain perusahaan serta perkantoran milik pemerintah, pemerintah daerah, serta swasta. Sementara yang dimaksud tempat sarana umum antara lain fasilitas pelayanan kesehatan, hotel dan penginapan, tempat rekreasi, terminal angkutan umum, stasiun kereta, bandara, serta pusat perbelanjaan.
Direktur Kesehatan Kerja dan Olahraga Kementerian Kesehatan Kartini Rustandi menambahkan, gerakan pekerja perempuan sehat produktif (GP2SP) telah disepakati empat menteri, yakni Menteri Kesehatan, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Menteri Dalam Negeri.
Kesepakatan ini, antara lain, mendorong setiap tempat kerja untuk menyediakan dukungan pemberian ASI eksklusif berupa ruang laktasi, makanan bergizi pada ibu menyusui, dan memberikan kebebasan pemerahan ASI sesuai waktu yang dibutuhkan. ”Apabila tempat kerjanya nyaman tentu pekerja akan lebih produktif. Pekerja perempuan tidak hanya aset perusahaan, tetapi juga aset bangsa karena dari perempuan generasi masa depan terbentuk,” katanya.
ASI adalah harta terbaik dan termurah yang bisa diberikan kepada bayi kita. Tidak ada alasan ASI tidak cukup yang menyebabkan kegagalan menyusui. Kegagalan ini hanya terjadi jika dukungan sekitar tidak optimal, ada masalahan fisik dan emosi.
Menyusui adalah salah satu investasi terbaik untuk kelangsungan hidup manusia. Selain meningkatkan kualitas kesehatan sejak dini, perkembangan sosial serta ekomomi seseorang menjadi lebihh baik. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, pemberikan ASI secara optimal dapat mencegah lebih dari 823.000 kematian anak dan 20.000 kematian ibu setiap tahun.
Pemberian ASI yang dianjurkan adalah ASI eksklusif selama 6 bulan pertama setelah bayi dilahirkan tanpa pemberian asupan lainnya, dilanjutkan hingga anak usia 2 tahun dengan pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) mulai anak usia 7 bulan. MPASI yang diberikan pun harus memenuhi standar makanan dan gizi seimbang.
Proporsi ASI eksklusif pada anak usia 0-5 tahun di Indonesia masih belum optimal. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2018, prevalensi ASI eksklusif sebesar 74,5 persen. Jumlah yang lebih rendah ditunjukan pada prevalensi inisiasi menyusu dini (IMD) yang diberikan pada bayi baru lahir selama 1 jam, yakni hanya 15,9 persen.
Satuan Tugas ASI dari Ikatan Dokter Anak Indonesia, Wiyarni Pambudi, menjelaskan, tidak ada kandungan makanan lain yang lebih baik daripada ASI. Nilai gizi ASI sebagai makanan bayi sangat tinggi sehingga semua kebutuhan zat gizi bayi usia 0-6 bulan sudah tercukupi hanya dengan ASI. Selain manfaat gizi, pemberian ASI juga mendukung penguatan kedekatan antara ibu dan bayi.
”ASI adalah harta terbaik dan termurah yang bisa diberikan kepada bayi kita. Tidak ada alasan ASI tidak cukup yang menyebabkan kegagalan menyusui. Kegagalan ini hanya terjadi jika dukungan sekitar tidak optimal, ada masalahan fisik dan emosi, serta kekhawatiran yang dirasakan ibu. Untuk itu, perlu dukungan semua pihak agar keberhasilan menyusui bisa tercapai. Generasi emas pun bisa terwujud,” katanya.