Kekuatan mental membuat atlet mampu mengatasi rasa sakit dan menyelesaikan lomba. Hal tersebut itu diperlihatkan pelari halang rintang, Atjong Tio Purwanto.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS - Terjatuh tiga kali hingga terluka, bahkan kehilangan orientasi, tidak menghalangi Atjong Tio Purwanto menyelesaikan lari 3.000 meter halang rintang pada Kejuaraan Nasional Atletik 2019 di Stadion Pakansari, Cibinong, Rabu (7/8/2019). Meski kehilangan posisi terdepan dan harus puas finis di urutan keempat, pemegang rekor nasional tersebut menunjukkan semangat bertandingnya yang luar biasa.
Atjong (28) yang mencatat rekornas 8 menit 54,32 detik pada Asian Games 2018, diunggulkan meraih medali emas. Memasuki putaran keempat dari 7,5 putaran yang harus dilalui, Atjong sudah memimpin di depan. Dia meninggalkan pelari Sulawesi Selatan, Syamsuddin Massa, yang memimoin pada empat putaran awal, hingga 15 meter.
Insiden terjadi pada putaran terakhir. Atjong terjatuh karena kaki kannya tersangkut penghalang sekitar 200 meter sebelum finis. Tubuhnya terhempas di lintasan, menyebabkan luka di pipi, lengan atas, dan paha kanan. Atjong mulai kehilangan keseimbangan, tetapi meneruskan lari, untuk terjatuh kedua kalinya saat melewati rintangan kolam air.
Yang mengagumkan, dia kembali bangkit dan melanjutkan lari, meski akhirnya kembali terjatuh pada gawang terakhir, sekitar 60 m sebelum finis. Tiga kali jatuh, Atjong sempoyongan. Langkahnya gontai ke kanan dan ke kiri. Tetapi, ia memaksakan diri menuju finis. Dalam kondisi itu, ia disusul tiga pelari lain, yakni Eliaser Gamase (Riau) yang menjadi juara, Syamsuddin, dan Rahmad Setiabudi (Jawa Timur) yang finis di urutan kedua dan ketiga.
Atjong akhirnya finis di urutan keempat dengan waktu 9 menit 36,52 detik. Sesampai di garis finis, ia langsung terkapar di tengah lintasan. Tim medis kemudian membawanya ke tempat perawatan. Sekitar 10 menit kemudian, Atjong mulai pulih dan terkejut berada di ruang medis. ”Wah, di mana ini? Saya tadi finis? Waktunya berapa?” tanya Atjong.
Insiden pertama
Atjong mengatakan, insiden ini adalah yang pertama sepanjang karirnya. Saat jatuh pada gawang terakhir, ia tak ingat apa-apa. ”Tadi bisa finis mungkin karena badan saya yang membawanya tanpa sadar sampai finis,” kata peraih emas SEA Games 2017 Malaysia dengan waktu 9 menit 3,94 detik itu.
Meski kaki, tubuh hingga pipinya terluka, ia tidak mau rehat terlalu lama. Dia akan tetap berlatih sesuai kondisi tubuh.
”Atlet lari jarak menengah jauh, khususnya halang rintang tidak boleh istirahat lama-lama. Fisik bisa turun dan harus mengembalikan kebugaran dari nol lagi. Kami harus tetap latihan, apalagi SEA Games 2019 sudah dekat,” tuturnya.
Merujuk hasil SEA Games 2017 yang dimenanginya dengan waktu 9 menit 3,94 detik, Atjong masih pelari halang rintang terbaik di kawasan ini. Saat itu, perak direbut Pham Tien San (Vietnam) dengan 9 menit 6,31 detik, dan perunggu untuk Do Quoc Luat (Vietnam) dengan waktu 9 menit 8,72 detik.
Catatan waktunya semakin membaik pada Asian Games 2018.”Kalau tetap dipercaya ke SEA Games, saya akan berusaha maksimal mempertahankan medali emas,” ujarnya.
Meski merebut emas kejurnas, Eliaser mengaku tidak bangga karena gagal mencetak waktu lebih baik. Rekor pribadinya adalah 9 menit 19 detik saat Asian Games 2018. Di kejurnas, catatan waktunya hanya 9 menit 20,57 detik.
”Kalau bisa menang dengan waktu yang bagus dan mengalahkan Bang Atjong yang sedang sehat, saya baru bangga. Ini saya menang saat Bang Atjong cedera. Kita semua tahu Bang Atjong bisa lebih baik kalau kondisinya fit,” katanya.
Tak terbendung
Pada nomor lompat jangkit senior putri, atlet Bali Maria Natalia Londa belum terbendung. Dia menjadi juara dengan lompatan terbaik 13,27 meter. Walau belum melampaui rekornas yang diciptakannya pada SEA Games Myanmar 2013 sejauh 14,17 meter, Maria tetap unggul jauh atas peraih perak dan perunggu.
Medali perak diraih Ika Puspa Dewi (Jawa Barat) dengan lompatan 12,10 meter, diikuti Ni Lu Mitayuni (Bali) dengan 12,07 meter. ”Saya bersyukur bisa juara. Sejak meraih emas SEA Games 2017, sudah dua tahun tidak turun di nomor lompat jangkit,” tutur Maria (28).
Terlepas dari hasil itu, Indonesia masih kesulitan mencari atlet pengganti Maria. Sejauh ini, hasil para atlet yunior maupun remaja masih terpaut jauh dengan catatan lompatan Maria.
”Mencari atlet lompat jauh muda masih lebih mudah. Banyak atlet remaja yang bisa lompat di atas 5 meter, bahkan ada yang sampai 5,30 meter. Regenerasi lompat jangkit lebih sulit. Tidak banyak atlet yang mau turun di lompat jangkit karena risiko cederanya tinggi. Saya kini cedera lutut kanan-kiri dan engkel kanan-kiri, semuanya ketika berlomba di lompat jangkit,” kata Maria. (DRI)