Nusantara hingga Timur Tengah, Mbah Moen Tak Lelah Berdakwah
KH Maimoen Zubair, pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar, Sarang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, yang meninggal di Mekkah, Arab Saudi, Selasa (6/8/2019), dikenal sebagai sosok pekerja keras, terutama dalam berbagi ilmu agama. Ia tak pernah lelah berdakwah dari kota ke kota, bahkan hingga ke Timur Tengah.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
KH Maimoen Zubair, pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar, Sarang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, yang meninggal di Mekkah, Arab Saudi, Selasa (6/8/2019), dikenal sebagai sosok pekerja keras, terutama dalam berbagi ilmu agama. Ia tak pernah lelah berdakwah dari kota ke kota, bahkan hingga ke Timur Tengah.
Mantan sopir Mbah Moen, Nahib (51), di Rembang, Rabu (7/8), mengatakan, Mbah Moen sejak lama terbiasa mengisi ceramah dari kota ke kota, bahkan yang berjarak ratusan kilometer. Nahib menjadi saksinya karena mengantar Mbah Moen selama 10 tahun, dari 1982 hingga 1992.
Nahib menuturkan, kala itu, dalam sehari, Mbah Moen menjadi penceramah di dua hingga tiga tempat dalam sehari. "Jaraknya bisa ratusan kilometer. Pada 1985, saya mengantar dari Banyuwangi (Jawa Timur) ke Purwodadi (Jateng). Berangkat pukul 01.30 dan pukul 09.00 harus sudah di Purwodadi," ujarnya.
Sepanjang perjalanan, Mbah Moen tak pernah lepas berzikir. Tidak ada permintaan khusus setiap berpergian, kecuali menepi setiap waktu shalat tiba. Mbah Moen juga tidak pernah menunjukkan dirinya lelah setiap menempuh perjalanan jauh untuk mengisi ceramah.
Putra bungsu Mbah Moen, Muhammad Idror, menuturkan, banyak tempat telah didatangi ayahnya. "Di Jawa rata-rata sudah didatangi. Kalau luar Jawa seperti di Kalimantan, Aceh, hingga Papua pernah. Bahkan, diminta mengisi acara di negara lain seperti Maroko, Arab Saudi, dan lainnya," kata Idror.
Idror mengenang, Mbah Moen sepanjang hidupnya memang seorang pejuang dan pekerja keras. Ayahnya seakan tak mengenal lelah karena segala hal yang dijalankannya, termasuk berceramah dan menebarkan kebaikan kepada orang, karena Allah SWT.
Sifat lain yang dimiliki Mbah Moen, kata Idror, antara lain selalu memaafkan orang lain, berlapang dada, dan tidak mudah marah. "Semua diimbangi dengan Tawakal al Allah (berserah diri kepada Allah SWT). Beliau juga senang membantu orang-orang yang tidak mampu," ucap Idror.
Sifat lain yang dimiliki Mbah Moen, antara lain selalu memaafkan orang lain, berlapang dada, dan tidak mudah marah.
Mbah Moen (90) meninggal di Mekkah pada Selasa (6/8) pukul 04.17 waktu setempat. Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama tersebut dimakamkan di pemakaman Ma\'la, Mekkah, sekitar pukul 12.45. Makamnya berdekatan dengan makam istri Rasulullah SAW, Siti Khadijah.
Adapun warga, alumni Ponpes Al-Anwar, hingga pengagum Mbah Moen dari berbagai daerah di Jawa, datang ke Sarang, sejak Selasa pagi. Selain pembacaan Surat Yasin, pada Selasa, dilakukan shalat ghaib serta tahlilan. Hingga Rabu (7/8) siang masih ada warga yang datang ke sana.
Sebelumnya, ucapan duka terus mengalir, termasuk dari Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. Menurut dia, Mbah Moen selalu bersemangat saat bercerita tentang kebangsaan dan sumpah pemuda. Itu karena tanggal kelahirannya berbarengan dengan peristiwa bersejarah tersebut, yakni 28 Oktober 1928.
"Itu nilai dari Mbah Moen yang luar biasa. Sejarah, kebangsaan, dan patriotisme terus didengungkan. Beliau merupakan kiai nasionalis yang menjadi rujukan banyak orang," ucap Ganjar. Adapun wakil Ganjar di pemprov saat ini,Taj Yasin, merupakan salah satu putra Mbah Moen.