JAKARTA, KOMPAS — Dukungan terhadap DPR dan pemerintah untuk meneruskan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan mengesahkannya menjadi undang-undang terus mengalir. Undang-undang yang melindungi korban kekerasan seksual mendesak diwujudkan karena selain modusnya makin canggih dan beragam, kekerasan seksual juga menyasar semua kelompok perempuan, mulai dari anak-anak hingga warga lanjut usia.
Sejumlah organisasi yang tergabung dalam Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan (JKP3), Rabu (7/8/2019) di Jakarta, menyatakan keprihatinan karena kekerasan seksual terus terjadi dan korban kesulitan mendapatkan keadilan. Hal ini terus terjadi karena hukum belum berpihak pada korban.
Bahkan, sejumlah kasus kekerasan seksual, termasuk pemerkosaan dan pembunuhan, yang selama ini menimpa perempuan lanjut usia (lansia) jarang terungkap. Padahal, di tengah masyarakat, kasus-kasus pemerkosaan dan pembunuhan terhadap perempuan lansia sering terjadi.
”Banyak yang menganggap perempuan lansia tidak mungkin mengalami kekerasan seksual. Kalaupun terjadi kekerasan seksual terhadap lansia, keluarganya sering menyembunyikan karena dianggap tabu,” ujar Khotimun Sutanti dari Asosiasi LBH APIK.
Banyak yang menganggap perempuan lansia tidak mungkin mengalami kekerasan seksual. Kalaupun terjadi kekerasan seksual terhadap lansia, keluarganya sering menyembunyikan karena dianggap tabu.
Khotimun bersama Umi Lasmina (JKP3), Dewi Astuti (Rumah Faye), dan Oki Wiratama (LBH Jakarta) memaparkan sejumlah kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan lansia, yang terungkap kepada publik sejak 2013 hingga 2019. Korban umumnya berusia sekitar 60 tahun dan pelakunya berusia jauh lebih muda dari korban, bahkan ada yang masih berusia anak-anak.
Beberapa kasus antara lain kasus pemerkosaan dan pembunuhan yang terjadi tahun 2013 yang menimpa X (60), warga lansia di Tulang Bawang Barat, Lampung, dengan pelaku berusia 37 tahun. Di Belitung, pada 2018, terungkap pemerkosaan terhadap AP (73) yang pelakunya justru anak-anak berusia 13 tahun.
Tahun ini, terungkap kekerasan seksual juga dialami sejumlah penduduk lansia, antara lain AS (58) di Kalimantan Barat dengan pelaku berusia 18 tahun. Beberapa kasus yang mirip juga terjadi di Jawa Tengah dan Kalimantan Timur.
Umi Lasmina menambahkan, sejumlah kasus yang terjadi pada penduduk lansia itu membuktikan kekerasan seksual bisa menimpa siapa saja. Selama ini, korban kekerasan seksual sering mengalami stigma dan disalahkan sebagai penyebab terjadinya kekerasaan seksual, termasuk dari cara berpakaian.
”Karena itulah, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual harus segera disahkan menjadi undang-undang,” kata Oki.
Responsif jender
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise beberapa waktu lalu menyatakan, perempuan lansia di Indonesia rentan mengalami diskriminasi ganda, baik sebagai perempuan maupun karena usia yang sudah lanjut.
Perempuan lansia rentan mengalami kekerasan karena secara fisik dianggap lemah serta masih rendahnya pemahaman masyarakat tentang warga lansia. Sementara di kalangan masyarakat, penduduk lansia sering dianggap beban tanggungan keluarga, masyarakat, dan negara.
Warga lansia adalah penduduk berusia 60 tahun ke atas dan setiap tahun jumlahnya terus meningkat di Indonesia. Pada 2015, jumlah warga lansia di Indonesia mencapai 21,6 juta jiwa atau 8,47 persen total penduduk (Survei Penduduk Antar Sensus). Pada 2025, diperkirakan jumlahnya akan mencapai 10 persen dari penduduk Indonesia atau 36 juta jiwa.