Tim PBB mengungkap fakta baru keterlibatan puluhan perusahaan dalam kekerasan di Myanmar. Perusahaan itu bisa dituduh terlibat kejahatan kemanusiaan.
Sedikitnya 59 perusahaan asing disebut Tim Pencari Fakta Internasional PBB untuk Myanmar telah menjalin hubungan komersial dengan militer Myanmar. Di antara mereka, sebanyak 15 perusahaan memiliki usaha bersama dengan dua badan usaha yang diduga dikendalikan pejabat militer Myanmar, yaitu Myanmar Economic Holdings Limited (MEHL) dan Myanmar Economic Corp (MEC). Tim PBB merekomendasikan agar perusahaan-perusahaan itu segera menghentikan kerja sama komersialnya dengan militer Myanmar. Jika tidak, mereka bisa dituduh terlibat kejahatan kemanusiaan.
Laporan tim PBB juga menyebut negara-negara asal perusahaan-perusahaan itu, antara lain dari Perancis, Belgia, Swiss, Jepang, Korea Selatan, China, Hong Kong, Singapura, Seychelles, dan Vietnam. Disebutkan pula, perusahaan-perusahaan itu sebagai pemasok senjata dan peralatan militer Myanmar sejak 2016.
Laporan tersebut dipaparkan Ketua Tim Pencari Fakta Internasional PBB untuk Myanmar Marzuki Darusman dan anggotanya, Christopher Sidoti, di Jakarta, Senin (5/8/2019). Myanmar menjadi sorotan dunia, terutama kekerasan Agustus 2017 yang memicu eksodus lebih dari 700.000 warga Rohingya di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, ke Bangladesh.
Kementerian Luar Negeri Myanmar, Selasa (6/8/2019), menolak laporan PBB itu dan menyebutnya sebagai ”langkah untuk merusak kepentingan Myanmar dan rakyatnya”. Padahal, Darusman, seperti dikutip harian ini, menegaskan laporan itu bukan untuk melemahkan perekonomian Myanmar. Laporan itu mendorong investasi dan kerja sama dengan perusahaan-perusahaan tak terkait militer negara tersebut.
Selain mengungkap fakta baru, laporan tim PBB itu memberikan gambaran tentang kompleksitas kekerasan di Myanmar. Kekerasan di bekas negeri junta militer tersebut bukan hanya dipicu akar-akar konflik menyangkut isu status kewarganegaraan, problem konstitusi, dan persoalan transisi dari rezim militer ke pemerintahan sipil. Tak kalah pentingnya untuk diperhatikan adalah keterlibatan perusahaan-perusahaan asing dalam mengekalkan siklus kekerasan itu melalui kerja sama komersial dengan MEHL dan MEC.
Dijelaskan dalam laporan tim PBB bahwa MEHL dan MEC menaungi perusahaan-perusahaan di berbagai sektor, termasuk dua bank terbesar di Myanmar, Myawaddy dan Innwa. Laporan tim PBB mengidentifikasi 120 usaha bisnis di berbagai sektor yang dimiliki MEHL dan MEC. Pendapatan dari usaha-usaha bisnis itu menopang operasi militer.
Sudah sepatutnya laporan tim PBB itu diperhatikan serius oleh perusahaan-perusahaan. Mereka juga memiliki tanggung jawab membantu penyelesaian krisis kemanusiaan, seperti yang terjadi di Myanmar. Jangan sampai usaha bisnis malah memperpanjang krisis kemanusiaan di negeri itu.