Komisi Penyiaran Indonesia berencana menerapkan pengawasan terhadap media-media baru. Sebab, pada kenyataannya, media-media baru juga turut bersiaran seperti halnya media-media konvensional.
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Penyiaran Indonesia berencana menerapkan pengawasan terhadap media-media baru. Sebab, pada kenyataannya, media-media baru juga turut bersiaran seperti halnya media-media konvensional.
Media baru yang dimaksud di sini adalah media-media berbasis internet, seperti Facebook, Youtube, Netflix. ”Sekarang, banyak generasi milenial yang menonton media-media baru tersebut. Sayangnya, konten-konten di dalamnya tidak diawasi hingga saat ini,” kata Agung Suprio, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat seusai dikukuhkan sebagai komisioner KPI periode 2019-2022 bersama delapan komisioner lainnya di Gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Senin (5/8/2019).
Sekarang, banyak generasi milenial yang menonton media-media baru tersebut. Sayangnya, konten-konten di dalamnya tidak diawasi hingga saat ini.
Selama ini, KPI berpegangan pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang aturannya diterapkan kepada media-media penyiaran konvensional. Namun, pedoman tersebut belum menjangkau media-media baru yang belakangan bermunculan secara pesat di Indonesia.
”Kita masih menanti revisi Undang-Undang Penyiaran yang baru. Karena revisi UU Penyiaran belum selesai, KPI akan berkonsultasi dengan para praktisi penyiaran dan ahli hukum, mungkin enggak kalau UU penyiaran ini ditafsirkan juga agar pengawasannya meliputi media-media baru pula. Kami ingin perlakuan yang adil juga. Selain media konvensional, media-media baru juga harus diawasi,” katanya.
Lebih Tepercaya
Generasi muda saat ini, terutama kalangan milenial, memang lebih banyak menonton media-media baru dibandingkan dengan media konvensional. Meski demikian, menurut Agung, media konvensional tetap mempunyai akurasi yang lebih tajam dan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi.
Sembari menunggu penyusunan Undang-Undang Penyiaran baru, KPI akan melakukan tindakan-tindakan persuasif dalam mengawasi media-media baru. Diharapkan, konten-konten yang disiarkan kepada publik sesuai dengan filosofi bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. ”Kami harus berkonsultasi dengan berbagai pihak, seperti Kemenkominfo dan Komisi I DPR secepatnya,” kata Agung.
Menkominfo Rudiantara menambahkan, revisi UU Penyiaran merupakan inisiatif dari DPR dan sudah masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional. ”Kami telah menyiapkan isu-isu atau semacam daftar inventarisasi masalah yang sudah mulai kami komunikasikan secara informal dengan Komisi I DPR. Begitu rancangannya disampaikan DPR kepada pemerintah, RUU akan kami bahas dengan cepat karena secara informal sudah ada komunikasi,” paparnya seusai pengukuhan sembilan komisioner baru KPI periode 2019-2022.
Meski sempat dihujani kritik dari berbagai pihak terkait transparansi dalam proses seleksi, penetapan anggota KPI baru periode 2019-2022 tetap berlanjut. Bahkan, jajaran anggota KPI baru telah menggelar rapat pleno pertama pada Jumat (2/8/2019) lalu dengan memilih Agung Suprio sebagai Ketua KPI periode 2019-2022 didampingi Mulyo Hadi Purnomo sebagai Wakil Ketua. Selain Agung dan Mulyo, tujuh anggota KPI terpilih lainnya, meliputi Irsal Ambia, Mimah Susanti, Mohamad Reza, Nuning Rodiyah, Hardly Stefano Pariela, Yuliandre Darwis, dan Aswar Hasan.
Selama tiga tahun ke depan, jajaran komisioner KPI baru akan fokus mengawasi konten siaran televisi dan radio secara lebih profesional, melakukan revisi P3SPS dengan memberikan perhatian khusus pada perlindungan perempuan dan kesetaraan jender, serta membuat Kode Etik KPI.
Selain itu, KPI mendukung percepatan digitalisasi penyiaran dengan dimulainya siaran simulcast (siaran TV analog dan digital dipacarkan secara bersamaan) di beberapa lokasi perbatasan antarnegara. Hal lain yang juga menjadi perhatian utama KPI adalah penguatan kelembagaan dan anggaran KPI daerah.