Jalan Panjang Bali Baru
Pelan tapi pasti. Itulah gambaran pariwisata Indonesia yang berupaya untuk berkembang. Pariwisata bergerak menjadi salah satu sektor pendorong perekonomian. Kontribusi pariwisata bagi pertumbuhan ekonomi kian besar dan bersaing dengan sektor lainnya.
Pada 2014-2018, sumbangan sektor wisata bagi produk domestik bruto (PDB) rata-rata meningkat sekitar 7 persen per tahun. Laju ini merupakan salah satu yang terbesar di antara 21 sektor lapangan usaha di Indonesia.
Besaran kenaikan ini tak terpaut jauh dengan pertumbuhan sektor informasi dan telekomunikasi serta sektor transportasi dan pergudangan yang tumbuh di atas 7 persen. Kenaikan pertumbuhan nilai tambah produksi dan jasa wisata mengalahkan pertumbuhan sektor industri pengolahan, pertambangan, dan pertanian yang selama ini menjadi andalan perekonomian nasional.
Dengan kekayaan alam dan budaya yang tersebar di lebih dari 17.000 pulau, Indonesia sangat kaya akan berbagai budaya dan potensi wisata. Sayangnya, belum semuanya tergali optimal.
Merujuk data sektor akomodasi, makanan-minuman pada produk domestik regional bruto (PDRB), yang merupakan representasi sektor wisata, terlihat hanya sejumlah provinsi yang pariwisatanya maju pesat. Dari 34 provinsi di Indonesia, ada 4 provinsi dengan sumbangan pariwisata terhadap perekonomian daerah relatif besar.
Daerah itu adalah DKI Jakarta, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali. Kontribusi pariwisata per tahun di DKI Jakarta dan Jawa Timur masing-masing berkisar 5 persen, sedangkan Yogyakarta sekitar 9 persen, dan terbesar ialah Bali, hampir 20 persen setahun.
Selain keempat provinsi, kontribusi pariwisata di wilayah lainnya rata-rata kurang dari 3 persen. Bahkan, ada sembilan provinsi yang memiliki kontribusi pariwisata sangat kecil, yakni kurang dari 1 persen. Daerah itu adalah Riau, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua.
Ironi wisata
Kondisi itu sangat ironis karena kesembilan provinsi itu terkenal memiliki lokasi wisata dengan daya tarik luar biasa. Lokasi itu antara lain Labuan Bajo di NTT, Wakatobi di Sulawesi Tenggara, suku Toraja di Sulawesi Barat, Pulau Morotai dan Ternate di Maluku Utara, serta Raja Ampat di Papua Barat.
Rendahnya kontribusi wisata bagi provinsi mengindikasikan pariwisata di daerah bersangkutan belum mampu menggerakkan ekonomi yang lebih luas. Wisata belum menjadi perhatian masyarakat secara umum sehingga daya saing tempat wisata tersebut rendah. Kondisi tersebut bertolak belakang dengan Bali yang selalu ramai dengan kunjungan wisatawan.
Dari seluruh obyek wisata di Indonesia, mayoritas (98 persen) merupakan turis lokal. Kunjungan turis mancanegaranya relatif sangat minim. Namun, di Bali jumlah kunjungan wisatawan asing lebih banyak daripada turis domestik. Pada 2017, jumlah kunjungan turis luar negeri di Bali mencapai 56 persen, sedangkan wisatawan dalam negeri 44 persen.
Dari sekitar 20 pintu kedatangan internasional di Indonesia, sekitar 40 persen terkumpul melalui Bandara Ngurah Rai, Bali. Kehadiran turis asing mencapai lebih dari 5 juta orang per tahun yang tentu saja mendorong pertumbuhan ekonomi daerah secara signifikan.
Bali Baru
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, pemerintah menetapkan lima fokus program pembangunan nasional, yakni di bidang infrastruktur, maritim, energi, pangan, dan pariwisata. Kelimanya diharapkan mampu memberikan kontribusi penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pada 2018, target kontribusi wisata pada PDB nasional yang diharapkan 5,25 persen dapat tercapai. Devisa negara, yang ditargetkan terkumpul Rp 223 triliun, mampu dibukukan Rp 224 triliun. Prestasi juga tecermin dari jumlah kunjungan wisatawan Nusantara yang mencapai 303 juta perjalanan, melebihi target 270 juta perjalanan.
Meski demikian, target untuk wisatawan mancanegara belum tercapai. Pada 2018, ditargetkan jumlah wisatawan asing 17 juta orang, tetapi realisasinya 15,81 juta orang. Adapun pada 2019, kunjungan wisatawan asing di Indonesia ditargetkan mencapai 20 juta orang.
Target kunjungan turis asing pada 2018 yang tak tercapai menunjukkan belum semua program pariwisata berjalan sesuai rencana. Salah satunya program pengembangan 10 destinasi pariwisata ”Bali Baru” yang dicanangkan pada 2016. Adapun ke-10 tempat itu adalah Danau Toba, Sumatera Utara; Tanjung Kelayang, Belitung; Kepulauan Seribu, Jakarta; Tanjung Lesung, Banten; Borobudur, Jawa Tengah; Bromo-Tengger-Semeru, Jawa Timur; Pulau Komodo, NTT; Mandalika, NTB; Wakatobi, Sulawesi Tenggara; dan Morotai, Maluku Utara.
Alternatif wisata Bali Baru diharapkan mampu membuat Indonesia tak selalu bergantung pada pencapaian wisata di Bali. Dengan cara ini, jumlah wisatawan asing di Indonesia pun diharapkan meningkat.
Untuk mewujudkan Bali Baru tidak mudah. Sejumlah hambatan dan kendala pasti akan ditemui mengingat posisi tempat wisata yang dicanangkan berada di bawah naungan sejumlah pemangku kepentingan, seperti pemerintah daerah, lembaga adat, swasta, ataupun kementerian tertentu. Oleh karena itu, dibentuklah sejumlah lembaga pengelola manajemen wisata, misalnya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Mandalika, KEK Tanjung Kelayang, KEK Tanjung Lesung, dan KEK Morotai.
Daerah lain yang belum mempunyai KEK dikelola oleh Badan Otorita Pariwisata (BOP), seperti Danau Toba dan Borobudur. Empat daerah lain, seperti Kepulauan Seribu, Labuan Bajo, Wakatobi, dan Bromo-Tengger-Semeru, masih berstatus destinasi wisata prioritas biasa. Destinasi wisata ini diharapkan dapat dikelola BOP ataupun KEK agar perkembangannya cepat.
Untuk destinasi Bali Baru yang berada di provinsi yang memiliki kontribusi wisata tinggi, upaya mendongkrak kunjungan turis mancanegara tidak terlalu berat, berbeda dengan daerah-daerah yang nilai sumbangan wisatanya kecil. Provinsi NTT, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara yang kontribusi sektor wisata bagi PDRB-nya rata-rata kurang dari Rp 500 miliar per tahun termasuk daerah dengan nilai sumbangan wisata kecil.
Jasa akomodasi dan pelayanan terkait wisata belum menjadi prioritas ekonomi setempat. Dengan kata lain, pariwisata belum menjadi fokus perhatian mayoritas masyarakat. Di ke-10 tempat wisata itu, jumlah kunjungan wisatawan asing tahun 2013 masih kurang dari 500.000 orang dengan devisa sekitar 270 juta dollar AS. Pada tahun 2019/2020, diproyeksikan 10 Bali Baru dapat menarik minat turis asing hingga 10 juta orang serta menarik devisa asing hingga 10 miliar dollar AS (Rp 142,5 triliun).
Target wisata itu tentu saja sangat fantastis mengingat PDB sektor pariwisata di seluruh Indonesia pada tahun 2018 masih di kisaran Rp 300 triliun. Dengan target devisa Bali Baru mencapai Rp 142,5 triliun per tahun, angka itu sangat besar. Hingga kini, hanya lima provinsi yang mengalami kenaikan pertambahan nilai barang dan jasa wisata lebih dari Rp 1 triliun per tahun. Daerah tersebut adalah Provinsi Bali dan Jawa Tengah dengan pertambahan nilai wisata berkisar Rp 1,7 triliun.
Jawa Barat rata-rata naik sekitar Rp 2,6 triliun, DKI Jakarta tumbuh sekitar Rp 4,2 triliun, dan terbesar Jawa Timur hingga sekitar Rp 5,6 triliun per tahun. Kenaikan tersebut mendorong nilai PDRB sektor akomodasi dan penyediaan makan-minum di kelima provinsi rata-rata di atas Rp 26 triliun per tahun. Bahkan, untuk wilayah DKI Jakarta dan Jawa Timur, nilai sektor akomodasi dan penyediaan makan-minum masing-masing sekitar Rp 77 triliun per tahun.
Lima daerah itu secara umum sangat berpotensi mendongkrak sektor pariwisata lebih tinggi. Akses dan pelayanan pariwisata di wilayah bersangkutan relatif memadai untuk mendukung pariwisata. Jadi, bila targetnya adalah menambah kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara, langkah yang bisa ditempuh ialah mengoptimalkan obyek-obyek wisata andalan di lima provinsi itu. Niscaya, jumlah kunjungan akan naik. (Litbang Kompas)