Pariwisata Danau Toba tidak bisa lagi hanya mengandalkan keindahan alam, tetapi juga harus menyajikan narasi ilmu pengetahuan tentang geologi, keanekaragaman hayati, dan kebudayaan.
Oleh
Nikson Sinaga
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS – Pembangunan pariwisata berbasis Geopark Kaldera Toba didorong untuk meningkatkan daya tarik pariwisata Danau Toba. Pariwisata Danau Toba tidak bisa lagi hanya mengandalkan keindahan alam, tetapi juga harus menyajikan narasi ilmu pengetahuan tentang geologi, keanekaragaman hayati, dan kebudayaan.
Hal itu terungkap dalam diskusi bertema “Mengenal Masterplan Geopark Kaldera Toba” yang diselenggarakan di Kantor Sekretariat Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Provinsi Sumatera Utara, Medan, Senin (5/8/2019).
Konsep pembangunan kawasan Danau Toba berbasis geopark (taman bumi) sangat tepat karena mengedepankan prinsip pemberdayaan masyarakat, edukasi, dan konservasi lingkungan.
Hadir Anggota DPD asal Sumut Parlindungan Purba, General Manager Badan Pengelola Geopark Kaldera Toba (GKT) Hidayati, tokoh masyarakat Sumut RE Nainggolan, dan Direktur Utama Badan Pelaksana Otoritas Danau Toba (BPODT) Arie Prasetyo.
Parlindungan mengatakan, pemerintah telah menetapkan sektor pariwisata sebagai mesin utama penggerak ekonomi di Sumatera Utara. “Konsep pembangunan kawasan Danau Toba berbasis geopark (taman bumi) sangat tepat karena mengedepankan prinsip pemberdayaan masyarakat, edukasi, dan konservasi lingkungan,” ujarnya.
Parlindungan pun mendorong semua pemangku kepentingan untuk mewujudkan GKT menjadi anggota Unesco Global Geopark (UGG). Keanggotaan ini akan mempromosikan Danau Toba ke dunia internasional.
Pembangunan berbasis geopark juga dinilai sangat tepat di tengah tekanan kerusakan lingkungan hidup yang dihadapi Danau Toba. Pembangunan ini memadukan unsur geologi, keanekaragaman hayati, dan kebudayaan.
Kami optimistis GKT bisa diterima sebagai anggota UGG.
Hidayati mengatakan, mereka terus berupaya agar GKT bisa menjadi anggota UGG. Mereka pun kini menunggu keputusan dari Unesco yang akan diumumkan pada pertemuan Asia Pacific Geoparks Network 2019 di Rinjani, Nusa Tenggara Barat, September ini. Salah satu agenda pertemuan itu mengumumkan apakah GKT diterima atau ditolak menjadi anggota UGG.
“Keanggotaan UGG sangat penting untuk membangun pariwisata di kawasan Danau Toba. Kami optimistis GKT bisa diterima sebagai anggota UGG,” ujarnya.
Hidayati menjelaskan, pada 2015 lalu, GKT belum diterima menjadi anggota UGG antara lain karena minimnya pemberdayaan ekonomi masyarakat, unsur edukasi geologi, pusat informasi, dan konservasi. Pemerintah pun membenahi hal tersebut selama dua tahun dan kemudian diajukan kembali ke Unesco.
Hidayati, yang juga Kepala Dinas Pariwisata Sumut, mengatakan, mereka kini terus mengemas pariwisata berbasis geopark di Danau Toba. Perjalanan wisata Danau Toba tidak bisa lagi hanya mengandalkan rute-rute konvensional seperti berwisata di Parapat lalu menyeberang ke Pulau Samosir.
Badan Pengelola GKT kini menyiapkan 16 geoarea yang tersebar di seluruh kawasan Danau Toba. Perjalanan wisata pun akan dikemas dalam satu narasi kekayaan geologi, keanekaragaman hayati, dan kebudayaan.
Arie Prasetyo mengatakan, pariwisata berbasis geopark merupakan salah satu atraksi yang sangat menarik bagi wisatawan. Narasi letusan dahsyat supervolcano Toba 74.000 tahun lalu menjadi daya tarik bagi pariwisata Danau Toba.
Di Kaldera Toba, para wisatawan bisa menikmati keragaman bumi, kekayaan narasi geologi, dan kebudayaan masyarakat yang hidup di dalamnya. “Berkunjung ke Kaldera Toba akan menjadi pengalaman yang sangat menarik bagi wisatawan,” katanya.
Para wisatawan bisa melihat dan menyentuh batu berusia ratusan ribu hingga jutaan tahun hasil letusan gunung purba Toba. “Wisata berbasis ilmu pengetahuan seperti ini akan menjadi napas baru bagi pariwisata Danau Toba,” katanya.