Kesiapsiagaan Warga Sekitar Tangkuban Parahu Masih Tinggi
Kesiapsiagaan masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Tangkuban Parahu masih tinggi. Mereka rajin meminta informasi terkini gunung sebagai patokan dalam beraktivitas.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
NGAMPRAH, KOMPAS-Kesiapsiagaan masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Tangkuban Parahu masih tinggi. Mereka rajin meminta informasi terkini gunung sebagai patokan dalam beraktivitas.
Aktivitas vulkanik Gunung Tangkuban Parahu masih belum turun sejak erupsi terakhir Kamis (1/8/2019). Hingga Senin (5/8), asap putih masih terlihat hingga melampaui bibir kawah. Dari pemantauan kamera pengawas Pos Pengamatan Gunung Api Tangkuban Parahu, Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, kolom abu masih terlihat tapi ketinggiannya tidak melebihi bibir kawah.
Kesiapsiagaan itu ditunjukan Kampung Sukawana, Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat. Kampung ini berada sejauh 4 kilometer sebelah Barat Daya Kawah Ratu, kawah utama Tangkuban Parahu. Beberapa kali, warga sempat merasakan bau belerang sehingga mengganggu aktivitas.
“Beberapa kali bau belerang mengganggu aktivitas bersekolah anak-anak di kampung tersebut. Mereka harus menggunakan masker saat belajar. Anak-anak juga diminta lekas pulang ke rumah setelah jam belajar karena udara tidak sehat akibat abu vulkanik,” tutur Rohana (62), warga Kampung Sukawana.
Sebagai bentuk kesiapsiagaan, informasi dari tokoh masyarakat menjadi pegangan masyarakat. Rohana menuturkan, pengumuman aktivitas gunung api disiarkan melalui masjid yang berada di tengah kampung oleh ketua RW dan selalu diikuti masyarakat.
Aas Hasanah (30), warga Sukawana, menuturkan, suaminya kerap berkomunikasi dengan petugas yang memantau Gunung Tangkuban Parahu untuk melihat kondisi terakhir. “Setiap pagi, bapak mengingatkan warga untuk tidak mendekati kawah. Kalau angin mengarah ke desa ini, warga diminta untuk mengenakan masker,” tuturnya.
Aktivitas erupsi Gunung Tangkuban Parahu juga berdampak kepada warga yang bergantung dengan aktivitas pariwisata di kawasan wisata tersebut. Sebagian besar pedagang berasal dari Desa Cikole, sekitar 4 kilometer dari Gunung Tangkuban Parahu, sehingga komunikasi terkait aktivitas gunung selalu mereka terima.
Andi (36), warga Kampung Anggrek Desa Cikole, menuturkan, aktivitas terakhir dari Gunung Tangkuban Parahu selalu diinformasikan lewat media sosial dan jaringan informasi antar pedagang. “Jadi kami selalu berhubungan karena hampir semua pedagang berasal di desa yang sama. Kalau ada perkembangan terkini tentang Tangkuban Parahu, kami selalu berhubungan baik lewat media sosial maupun komunikasi langsung,” katanya.
Sementara itu, Kepala Pos Pengamatan Hendri Deratama menjelaskan, kolom abu dari erupsi sampai Senin siang yang teramati setinggi 80-100 meter. Sedangkan, untuk ketinggian asap putih diprediksi lebih dari 200 meter. Uap hasil erupsi tersebut bergerak ke arah Selatan dan Barat Daya.
Untuk kolom abu masih belum terlalu tinggi dan melewati bibir kawah. Uap putih masih bergerak sesuai dengan arah angin. Karena status Waspada, warga dan pengunjung diminta untuk tidak mendekati kawah dengan radius 1,5 km
“Untuk kolom abu masih belum terlalu tinggi dan melewati bibir kawah. Uap putih masih bergerak sesuai dengan arah angin. Karena status Waspada, warga dan pengunjung diminta untuk tidak mendekati kawah dengan radius 1,5 km,” ujarnya.
Tremor yang tercatat di pos pengamatan juga belum turun. Amplitudo getaran yang menjadi indikator masih didominasi bentang garis 50 milimeter pada Senin siang. Amplitudo tremor selama enam jam terakhir masih bervariasi antara 35 mm-50 mm. Kondisi tersebut masih berlangsung sejak penetapan status Waspada pada Jumat (2/8) pagi.