Tiga tahun sudah layanan nomor telepon darurat 112 tersedia untuk warga Jakarta. Namun, baru sebagian kecil warga yang mengetahui, apalagi memanfaatkannya. Sosialisasi lebih meluas perlu dioptimalkan untuk memaksimalkan layanan ini.
Oleh
Albertus Krisna/Litbang Kompas
·4 menit baca
Tiga tahun sudah layanan nomor telepon darurat 112 tersedia untuk warga Jakarta. Namun, baru sebagian kecil warga yang mengetahui, apalagi memanfaatkannya. Sosialisasi lebih meluas perlu dioptimalkan untuk memaksimalkan layanan ini dan membantu warga yang membutuhkan.
Kejadian luar biasa seperti kebakaran, kriminalitas, hingga kecelakaan lalu lintas kerap terjadi di Jakarta. Setiap kali kejadian, muncul potensi kehilangan harta hingga nyawa. Risiko itu dapat dicegah dengan panggilan ke nomor darurat.
Layanan darurat Jakarta Siaga 112 diluncurkan sejak 21 Oktober 2016. Layanan pengaduan beroperasi 24 jam selama tujuh hari seminggu. Warga dapat mengaksesnya gratis melalui semua operator ponsel ataupun telepon rumah.
Layanan siaga ini ada di bawah koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta dan terintegrasi dengan Dinas Penanggulangan Kebakaran, Dinas Kebersihan, Satuan Polisi Pamong Praja, hingga Dinas Sosial. Menurut Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 142 Tahun 2016, ada 11 jenis laporan yang dilayani, mulai dari kebakaran, kekeringan, ambulans gawat darurat, teror, hewan buas, pohon tumbang, hingga kekerasan dalam rumah tangga.
Meski sudah tersedia selama tiga tahun, layanan darurat ini belum banyak dikenal warga. Hal tersebut terekam dalam jajak pendapat akhir Juni lalu. Layanan Siaga 112 baru dimanfaatkan sepertiga lebih responden.
Sebelum muncul 112, ada nomor darurat lain yang secara spesifik menangani persoalan tertentu. Di antaranya, 118 untuk ambulans gawat darurat, 119 untuk sistem penanggulangan gawat darurat terpadu, 113 untuk pemadam kebakaran, dan 110 untuk layanan kepolisian. Banyaknya nomor darurat itu menyulitkan warga untuk menghafal satu per satu.
Walau sudah tercakup semua dalam Jakarta Siaga 112, nomor-nomor darurat itu masih beroperasi hingga sekarang dengan cakupan wilayah pelayanan yang berbeda-beda. Nomor 113 dan 110 melayani secara nasional. Sementara nomor 112 berlaku secara regional meski kini juga telah merambah di banyak daerah.
Hingga awal 2019, Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat, layanan ini telah diterapkan di 34 daerah di Indonesia, termasuk Kota Tangerang, Kota Bogor, dan Kota Depok.
Hal tersebut agaknya menyebabkan 112 kurang dikenal di mata warga. Selain masih banyak yang belum tahu, pengalaman warga memanfaatkan layanan ini juga masih minim. Hanya sekitar 15 persen saja dari mereka yang tahu dan pernah menelepon nomor darurat Jakarta Siaga.
Layanan bermanfaat
Meski demikian, 81,5 persen responden yang pernah menggunakan 112 telah merasakan manfaatnya.
Sementara sisanya menilai tidak bermanfaat karena dua alasan utama. Sekitar 11 persen warga mengatakan nomor telepon tersebut tidak diangkat dan lebih kurang 7 persen warga menyebutkan pengaduannya tidak ditindaklanjuti.
Layanan darurat ini tidak hanya dimanfaatkan untuk kejadian luar biasa, seperti kecelakaan ataupun bencana. Beberapa warga melaporkan kejadian unik. Contohnya, penyelamatan anak kucing di Gedung K-Link Tower di Setiabudi, Jakarta Selatan, pada 4 Juni 2019. Kucing yang terjebak di lorong dinding itu berhasil diselamatkan Tim Rescue Damkar.
Sebelumnya, Tim Rescue juga mengangkat telepon genggam di Cakung, Jakarta Timur, yang jatuh di gorong-gorong.
Layanan 112 semakin luas ketika terintegrasi dengan aplikasi ponsel pintar Jakarta Aman sejak Maret 2019. Ketika membuka aplikasi yang dikelola Pemerintah Provinsi DKI ini, pengguna akan menemukan fitur tombol darurat berwarna merah. Saat darurat, tombol ditekan tiga detik dan panggilan langsung terhubung dengan layanan 112.
Melalui aplikasi ini, tidak semua pengaduan dilaporkan ke 112. Ada fitur untuk melaporkan berbagai jenis kejadian yang tidak darurat, lengkap dengan foto dan keterangannya.
Guna pelayanan lebih baik, warga mengusulkan perbaikan layanan 112. Sosialisasi lebih luas diusulkan hampir 40 persen responden. Disusul peningkatan kecepatan penanganan yang diusulkan sekitar 19 persen responden serta peningkatan penyelesaian aduan oleh 6,6 persen responden.
Telepon iseng
Namun, layanan telepon darurat 112 juga menjadi tidak maksimal lantaran keisengan sejumlah orang. Hingga awal 2019, BPBD DKI Jakarta mencatat, setiap hari ada sekitar 6.000 telepon masuk. Dari jumlah itu, 30-40 persen merupakan telepon iseng dan laporan palsu.
Meski iseng, setiap pengaduan harus tetap direspons dengan baik sehingga tidak tertutup kemungkinan pelapor yang benar-benar butuh bantuan serius harus antre ketika semua operator sedang sibuk.
Semua akhirnya berpulang pada dukungan warga DKI Jakarta untuk selalu ingat bahwa nomor 112 sungguh diperlukan dalam keadaan darurat.