Sudah berkali-kali para ahli menyatakan, kawasan Selat Sunda rawan gempa dan tsunami. Bencana kebumian ini tidak jarang merenggut nyawa manusia. Hal ini tidak dapat diingkari, tetapi harus diantisipasi warga setempat dan pemerintah.
Oleh
Aditya Diveranta
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sudah berkali-kali para ahli menyatakan, kawasan Selat Sunda rawan gempa dan tsunami. Bencana kebumian ini tidak jarang merenggut nyawa manusia. Hal ini tidak dapat diingkari, tetapi harus diantisipasi warga setempat dan pemerintah.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Rahmat Triyono mengatakan, gempa bumi di wilayah selatan Ujung Kulon, Banten, pada Jumat (2/8/2019) malam adalah hal yang wajar terjadi. Titik gempa itu merupakan dampak dari pertemuan lempeng tektonik Indo-Australia dan Eurasia, yang wajar menimpa wilayah Samudra Hindia di Selat Sunda.
”Titik lokasi tersebut adalah wilayah yang sudah sewajarnya terjadi gempa. Justru aneh bila titik gempa bukan berasal dari sana karena kawasan sekitar Selat Sunda itu memang titik yang potensial gempa,” ujar Triyono.
Triyono mengatakan, sudah semestinya masyarakat menyadari bahwa saat ini mereka tinggal di daerah rawan bencana. Kesadaran ini pun menuntut kesiapan masyarakat untuk menerima potensi kerawanan bencana.
Pandangan serupa disampaikan Daryono, Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG. Dalam artikelnya yang berjudul ”Selat Sunda Rawan Tsunami” (Kompas, 4 Januari 2019), Daryono menyampaikan, berdasarkan kondisi geologi dan tektoniknya, wilayah Selat Sunda memiliki beberapa potensi kerawanan terkait bencana kebumian. Secara tektonik, wilayah Selat Sunda merupakan kawasan seismik aktif dan kompleks.
Di zona itu terdapat beberapa unsur tektonik pembangkit gempa bumi, seperti zona tumbukan lempeng (plate collision), zona gempa di luar subduksi (outer rise), dan sebaran sesar aktif (active fault).
Zona tumbukan lempeng yang juga disebut megathrust adalah bidang kontak antarlempeng dan menjadi kawasan yang paling berpeluang terjadinya gempa kuat. Menurut dia, adanya zona sepi gempa kuat di Selat Sunda seolah memberi pesan adanya proses akumulasi energi terkait potensi gempa yang mungkin terjadi.
Oleh karena itu, masyarakat pesisir pantai rawan tsunami perlu semakin meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya tsunami. Sebab, pada beberapa kasus tsunami akibat erupsi gunung api dan longsoran, belum dapat diberikan peringatan dini.
Warga pesisir pantai perlu meningkatkan kewaspadaan dengan tidak melakukan kegiatan di pantai yang dihadiri banyak orang, terutama saat gunung api aktif erupsi di tengah laut. Warga pesisir yang rawan tsunami di mana pun harus mau mengakui bahwa wilayah tempat tinggal mereka adalah kawasan rawan tsunami sehingga memudahkan proses edukasi serta upaya mitigasi.