BOGOR, KOMPAS - Atlet atletik putri spesialis lari gawang 400 meter dan sprint 200 meter, Alvin Tehupeiory (24), tampil konsisten di final nomor sprint 100 meter putri Kejuaraan Nasional Atletik 2019 di Stadion Pakansari, Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Jumat (2/8/2019). Atlet asal Maluku itu, berhasil meraih medali emas dan mempertajam catatan waktunya menjadi 11,64 detik.
Hasil fenomenal itu membuat tim pelatih dan manajer PB PASI kian optimistis untuk menurunkan Alvin di nomor 100 meter putri SEA Games 2019 di Filipina mendatang.
Di final, Alvin tak terbendung. Ia jauh meninggalkan para pelari lain. Pelari sesama pelatnas asal Jawa Barat Tyas Murtiningsih (22), yang finis kedua mencatat waktu 11,97 detik, dan pelari Jawa Tengah Liviana Riski (20), finis ketiga dengan waktu 12,07 detik.
Dia bisa jadi harapan kita meraih medali di nomor 100 meter putri SEA Games
Alvin sangat puas dengan capaiannya tersebut. Apalagi, 100 meter bukan nomor spesialisasinya. Ia terakhir kali berlomba di 100 meter saat Jawa Tengah Terbuka 2018. Saat itu, waktunya hanya 12,17 detik.
”Selama di pelatnas, saya nyaris tidak pernah latihan sprint 100 meter. Hanya saja, beberapa hari jelang Kejurnas Atletik 2019, pelatih coba saya lari 100 meter dan hasilnya lumayan bagus. Untuk itu, pelatih minta saya coba turun di 100 meter pada Kejurnas ini dan ternyata hasilnya lumayan bagus. Sekarang, kalau disuruh konsentrasi di 100 meter, saya siap,” ujar Alvin.
Manajer pelatnas PB PASI Mustara Musa menuturkan, Alvin boleh jadi terbentuk selama berlatih lari gawang 400 meter dan sprint 200 meter. Dari lari gawang 400 meter, ia mendapat daya tahan yang baik. Dari sprint 200 meter, ia mengasah kecepatan. Sekarang, Alvin harus membenahi lagi akselerasinya. ”Dia bisa jadi harapan kita meraih medali di nomor 100 meter putri SEA Games nanti,” katanya.
Dengan catatan waktu 11,64 detik itu, Alvin berpeluang meraih perak SEA Games jika membandingkan grafiknya dengan hasil lari 100 meter SEA Games 2017 di Malaysia.
Dua tahun lalu, peraih emas 100 meter putri adalah pelari Vietnam Le Tu Chinh dengan waktu 11,56 detik, perak oleh pelari Malaysia Zaidatul Husniah Zulkifli dengan waktu 11,74 detik, dan perunggu oleh pelari Singapura Veronica Shanti Pereira dengan waktu 11,76 detik.
Sulit memecahkan rekor
Di luar hasil fenomenal Alvin, hingga hari kedua Kejurnas Atletik 2019, para peserta belum ada yang memecahkan rekor nasional. Alvin yang sedang di puncak performanya pun belum bisa memecahkan rekornas lari 100 meter putri milik pelari asal Maluku Irene Joseph dengan waktu 11,56 detik. Rekornas tersebut belum terpecahkan sejak dibuat pada final 100 meter putri SEA Games 1999 di Brunei Darussalam.
Nur Afdaliah (19) juara lompat jauh putri yunior dengan 5,26 meter, juga masih terpaut jauh dari rekornas yunior milik Maria Natalia Londa 6,23 meter yang dibuat 10 tahun silam.
Nur menyampaikan, memang tidak mudah memecahkan rekor tersebut. Apalagi di lompat jauh, latihannya sangat kompleks, yakni harus punya kecepatan yang baik, irama langkah kaki yang tepat, dan kekuatan saat take off. Sedangkan dirinya merasa masih lemah dari sisi kecepatan.
”Saya tidak muluk-muluk untuk memecahkan rekor segera. Saya ingin bertahap saja. Untuk itu, target terdekat saya adalah lolos limit PON 2020 yang 5,55 meter dan syukur-syukur bisa masuk pelatnas yang limitnya 5,28 meter. Tapi, di sini, saya belum bisa melampaui limit-limut itu. Mungkin di Pomnas Papua, September nanti, saya bisa menembus limit-limit itu,” ujar atlet asal Makassar, Sulawesi Selatan itu.
Daerah belum optimal
Menurut Sekretaris Umum PB PASI Tigor M Tanjung, belum adanya rekor yang tercipta boleh jadi karena peta persaingan tidak terlampau ketat kali ini. Sebab, tahun ini, jumlah peserta yang hadir memang banyak, yakni mencapai 1.000-an orang. Namun, para peserta itu didominasi oleh lima daerah saja, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat.
Daerah lain minim mengirimkan atletnya, meskipun mereka mendaftarkan banyak atlet. Papua contohnya, awalnya mereka mendaftarkan lebih dari 100 atlet untuk ikut Kejurnas Atletik 2019. Namun, saat penyelenggaraan, yang datang kurang dari 50 persen dari yang didaftarkan. "Itu mungkin karena daerah tidak punya anggaran yang cukup untuk mengirimkan banyak atlet ke sini," kata Tigor.
Hal itu membuat yang bersaing kebanyakan atlet dari lima provinsi itu saja. Bahkan, ada di suatu nomor, hampir semua pesertanya berasal dari satu provinsi. Seperti di nomor 100 meter untuk sejumlah kategori, ada yang satu seri hampir semua peserta adalah pelari asal Jawa Timur.
Karena itu, daya dorong persaingannya pun kurang optimal. "Di sisi lain, para peserta dari provinsi lain banyak yang fokus meloloskan atlet ke PON saja. Jadi, mereka main aman saja," tutur Tigor.
Kendati demikian, Tigor menegaskan, bukan berarti kualitas Kejurnas Atletik 2019 tidak lebih baik dibanding sebelum-sebelumnya. Sebab, dalam atletik, segala faktor bisa terjadi. Boleh jadi, atlet-atlet sekarang berkualitas, namun kemampuan atau bakat aslinya belum keluar. Hal itu bisa jadi karena latihan yang kurang optimal, kelelahan, demam panggung, atau persaingan yang kurang ketat.
"Sejauh ini, saya tetap puas dengan hasil yang ada. Bahkan, tim pemantau sudah mengantongi banyak nama atlet baru untuk masuk ke pelatnas, terutama dari kategori remaja dan yunior," pungkas Tigor.