Universitas Airlangga meresmikan teaching industry cangkang kapsul berbahan baku rumput laut di Kampus C Mulyorejo, Surabaya, Kamis (1/8/2019). Operasional teaching industry berkapasitas 3.600 butir cangkang kapsul per hari itu diharapkan bisa mengurangi ketergantungan impor gelatin yang menjadi bahan baku cangkang kapsul.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Universitas Airlangga meresmikan teaching industry cangkang kapsul berbahan baku rumput laut di Kampus C Mulyorejo, Surabaya, Kamis (1/8/2019). Pengoperasian teaching industry berkapasitas 3,6 juta butir cangkang kapsul per hari itu diharapkan bisa mengurangi ketergantungan impor gelatin yang menjadi bahan baku cangkang kapsul.
Rektor Universitas Airlangga Mohammad Nasih mengatakan, fasilitas teaching industry cangkang kapsul berbahan baku rumput laut mulai dibangun sejak 2018 dengan biaya sekitar Rp 4 miliar melalui kerja sama antara Unair dan Kementerian Perindustrian. Pemanfaatan rumput laut sebagai bahan baku cangkang kapsul diharapkan bisa mengurangi impor gelatin yang masih menjadi bahan baku utama cangkang kapsul.
Cangkang kapsul dari rumput laut produksi Unair dijual dengan harga Rp 30 per cangkang, sama dengan cangkang kapsul berbahan baku gelatin sehingga harganya bisa bersaing.
Gelatin merupakan produk hidrolisis dari kolagen yang berasal dari kulit, jaringan, dan tulang binatang, seperti sapi dan kerbau. Indonesia belum memiliki fasilitas produksi gelatin sehingga masih harus mengimpor dari Thailand, Bangladesh, dan India.
Fasilitas ini memiliki kapasitas produksi hingga 3,6 juta butir cangkang kapsul per hari, tetapi hanya akan dioperasikan hingga 3 juta butir cangkang kapsul per hari. Cangkang kapsul produksi Unair akan diserap oleh sejumlah industri farmasi, antara lain Kapsulindo Nusantara dan Kimia Farma.
”Cangkang kapsul dari rumput laut produksi Unair dijual dengan harga Rp 30 per cangkang, sama dengan cangkang kapsul berbahan baku gelatin sehingga harganya bisa bersaing,” ujar Nasih.
Rumput laut
Bahan baku rumput laut untuk produksi cangkang kapsul diperoleh dari sejumlah petani rumput laut di Jatim. Namun, Unair juga mengembangkan pusat industri maritim di Banyuwangi yang nantinya bisa memproduksi rumput laut untuk kebutuhan pembuatan cangkang kapsul.
”Industri cangkang kapsul menjadi produk pertama yang diproduksi secara mandiri di Unair. Kami menargetkan ada 25 produk hasil penelitian yang bisa diproduksi sendiri hingga tahun 2025,” ucap Nasih.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Abdul Rochim mengatakan, potensi rumput laut untuk industri cangkang kapsul sangat tinggi. Sebab, produksi rumput laut di negara dengan garis pantai 99.093 kilometer sangat tinggi, tercatat sebanyak 10,8 juta ton pada 2017. Sebagian besar produksinya masih dijual dalam bentuk bahan baku.
Peluang cangkang kapsul berbahan baku rumput laut sebagai pengganti gelatin cukup besar.
Di sisi lain, kebutuhan cangkang kapsul untuk industri farmasi sebanyak 6 miliar butir per tahun masih menggunakan bahan baku gelatin. Sekitar 5 miliar butir di antaranya diproduksi dalam negeri dari bahan baku gelatin impor, sedangkan sisanya 1 miliar butir berasal dari industri farmasi luar negeri.
”Peluang cangkang kapsul berbahan baku rumput laut sebagai pengganti gelatin cukup besar. Ketersediaan bahan baku yang melimpah dan kehalalannya yang terjamin diharapkan dapat mendorong cangkang kapsul berbahan baku rumput laut sebagai cangkang kapsul komersial,” tutur Abdul.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menambahkan, Jatim berkontribusi sekitar 10 persen produksi rumput laut nasional. Namun, mayoritas masih dijual dalam bentuk bahan baku sehingga keuntungan yang diperoleh masih rendah. Penggunaan rumput laut untuk bahan baku cangkang kapsul ini menjadi satu contoh pemanfaatan rumput laut agar bisa memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi.
”Penggunaan rumput laut untuk cangkang kapsul menjadi salah satu bentuk industri substitusi impor agar harga produk farmasi tidak terpengaruh dengan dinamika keuangan global,” ucap Khofifah.