Arus investasi makin deras. Sepanjang semester I-2019, realisasinya mencapai Rp 395,6 triliun, naik 9,4 persen dibandingkan semester I-2018. Namun, pemerintah perlu fokus.
Oleh
Ferry Santoso
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Arus investasi makin deras. Sepanjang semester I-2019, realisasinya mencapai Rp 395,6 triliun, naik 9,4 persen dibandingkan semester I-2018. Namun, pemerintah perlu fokus.
Peningkatan investasi dinilai turut dipicu oleh meredanya tekanan eksternal akibat perang dagang Amerika Serikat dan China. Ketidakpastian situasi politik di dalam negeri juga berkurang pascapenetapan hasil pemilu 2019.
Terkait itu, Wakil Presiden Komisaris PT Adaro Energy Tbk, Teddy Rachmat di Jakarta, Rabu (31/7/2019) berpendapat, kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo menarik investasi sudah pada jalur yang benar. Namun, kebijakan harus terlaksana dengan baik sehingga arus investasi bisa masuk lebih deras.
Berkaca dari Vietnam, regulasi terkait investasi mesti simpel, tidak berbelit-belit dan pasti. Selain itu, soal ketenagakerjaan juga berpengaruh. Menurut Teddy, Vietnam tidak terlalu terbebani oleh masalah ketenagakerjaan. Sementara regulasi ketenagakerjaan di Indonesia sudah perlu direvisi karena dinilai makin tidak relevan dengan tuntutan efisiensi.
Vietnam juga bergerak cepat dalam menjalin kerja sama perdagangan bebas dengan negara lain untuk mendongkrak ekspor. Indonesia pun perlu menjalin kerja sama perdagangan secara bilateral lebih luas, seperti dengan Amerika Serikat, Uni Eropa, dan India.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani, upaya menarik investasi perlu fokus pada investasi padat karya, industri pengolahan sumber daya alam, serta industri yang berorientasi ekspor.
Lapangan kerja dianggap masih sangat dibutuhkan di Indonesia. Oleh karena itu, kata Hariyadi, investasi yang dibutuhkan sebenarnya bukan jenis padat modal, melainkan investasi padat karya dan industri pengolahan.
Investasi di industri makanan dari bahan baku hasil perikanan, misalnya, tidak terlalu besar. Namun, keberadaannya memberi dampak terhadap penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan nelayan. Hasil produksinya bisa diekspor untuk mendongkrak devisa.
Tekanan berkurang
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong menyatakan, pada beberapa triwulan awal tahun 2018, investasi melambat karena berbagai faktor. Tekanan itu terutama karena kondisi perekonomian global, dampak ketegangan perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China serta suku bunga bank sentral AS yang sampai naik empat kali.
“Secara global, FDI (foreign direct investment/investasi langsung luar negeri) di seluruh dunia turun 20 persen pada periode 2017-2018. Namun, tren peningkatan investasi mulai pulih pada akhir tahun 2018, lalu berlanjut triwulan I-II 2019,” ujarnya.
Pada tahun 2019, kata Lembong, ketegangan perang dagang mulai berkurang. Tekanan akibat kenaikan suku bunga bank sentral AS juga berkurang. Di dalam negeri, pemilu sudah berakhir dan stabilitas politik dan keamanan terjaga dengan baik. Kondisi itu memperbaiki investasi. Hal itu juga ditandai dengan berbagai minat investor besar untuk berinvestasi, antara lain dari Korea Selatan dan Uni Emirat Arab.
Pejabat pelaksana Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM Farah Ratnadewi Indriani menambahkan, realisasi investasi triwulan II-2019 mencapai Rp 200,5 triliun. Angka itu naik 2,8 persen dibandingkan triwulan I-2019 yang Rp 195,1 triliun atau naik 13,7 persen dibandingkan triwulan II-2018 yang mencapai Rp 176,3 triliun.
Lembong menambahkan, jenis investasi yang cukup gencar masuk ke Indonesia adalah industri pengolahan logam, ekonomi digital termasuk perdagangan secara elektronik (e-dagang) dan transportasi daring, serta pariwisata dan gaya hidup.
Sebagai gambaran, pada triwulan II-2019, investasi asing di sektor industri logam dasar mencapai 900 juta dollar AS (12,8 persen); transportasi, gudang, dan telekomunikasi 1 miliar dolllar AS (14,3 persen); serta listrik, gas, dan air 1,3 miliar dollar AS (18,6 persen).
“Investasi e-dagang juga membutuhkan investasi pergudangan dan transportasi,” kata Lembong. Ia memperkirakan, perbaikan investasi akan berlanjut sampai akhir tahun. Peningkatan realisasi investasi diperkirakan lebih dari 10 persen sampai akhir tahun.
Tetap menarik
Kepala Ekonom PT Bank UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja menilai, meskipun realisasi investasi semester I-2019 naik, kondisi perekonomian secara global masih sedikit rapuh karena situasi dagang AS dan China. Hal itu ditandai dengan koreksi pertumbuhan ekonomi dunia dari lembaga internasional, seperti Dana Moneter Internasional (IMF).
Menurut Enrico, ketidakpastian dan kerapuhan ekonomi dunia akibat perang dagang AS dan China masih berlanjut meskipun perang dagang relatif reda dibandingkan tahun 2018. Dengan kondisi itu, investor besar diperkirakan akan mempertimbangkan tempat yang menjadi basis produksi, termasuk Indonesia.
Indonesia dinilai tetap menarik bagi investor. Investor melihat adanya keberlanjutan fokus kebijakan ekonomi dan pembangunan dalam pemerintahan. Meskipun demikian, pemerintah tetap perlu membuat kebijakan-kebijakan yang mampu terus menarik investasi, seperti insentif pajak serta riset dan vokasi. Peningkatan kualitas sumber daya manusia yang sesuai kebutuhan industri juga sangat penting.