Semangat memajukan literasi tidak hanya dilakukan dengan membangun perpustakaan dan taman bacaan. Dorongan kepada masyarakat agar mau meluangkan waktu membaca pun dibutuhkan. Bukan unggahan di media sosial, melainkan membaca buku nonfiksi, novel, dan artikel-artikel yang membangun kemampuan berpikir kritis dan kreativitas.
Semangat itu diterapkan oleh tiga Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) negeri yang mengikuti kegiatan Festival Literasi Sekolah (FLS) yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tanggal 25-29 Juli 2019 di Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi. Meskipun begitu perayaan ini juga dilaksanakan di berbagai wilayah Nusantara.
Salah satu bagian dari FLS 2019 adalah Lomba Vokasi Moda Literasi Bergerak. Setelah melakukan seleksi, terpilih golongan tiga besar. Mereka adalah SMKN 7 Surakarta dari Jawa Tengah, SMKN 2 Padang Panjang dari Sumatera Barat, dan SMKN 26 Jakarta. Ketiganya membuat perpustakaan keliling dengan konsep kreatif guna membawa buku ke masyarakat. Bukan menunggu masyarakat menghampiri buku.
“Kalau cuma perpustakaan keliling kurang menarik buat masyarakat. Harus ada atraksi lain yang membuat orang betah membaca buku,” kata Sony Sanjaya, siswa kelas XI jurusan Pertelevisian SMKN 7 Surakarta ketika ditemui di Jakarta, Sabtu (27/7/2019).
Kalau cuma perpustakaan keliling kurang menarik buat masyarakat. Harus ada atraksi lain yang membuat orang betah membaca buku.
Sekolah itu membuat Cak Hali yang merupakan singkatan dari Becak Hammock Library. Bentuknya adalah rak buku tiga tingkat berbentuk segienam yang ditarik oleh sepeda. Ketika sepeda modifikasi itu diparkir, maka kendaraan tersebut bisa dipasang tambahan tiang-tiang untuk memasang empat buaian (hammock) sehingga peminjam buku bisa membaca sambil rebahan.
Cak Hali biasa diparkir pada hari Minggu pertama dan ketiga setiap bulan di acara hari tanpa kendaraan (car free day) dan di taman Balaikambang. Rak segienam bisa memuat 425 buku yang diambil dari perpustakaan sekolah. Ada pula buku yang merupakan sumbangan dari donor. “Harapannya kalau jumlah bukunya ada banyak setiap minggu bisa rotasi judul supaya pembaca tidak bosan,” ujar Sony.
Mayoritas pengunjung di CFD dan Balaikambang awalnya mencoba tiduran di buaian. Setelah itu mereka baru melihat-lihat buku. Kalau ada yang menarik, mereka mulai membaca. Jumlah yang membaca serius memang sangat sedikit. Akan tetapi, Sony dan kawan-kawan optimistis semakin sering buku mengunjungi masyarakat, semakin tertarik mereka membuka dan membaca.
Sepeda pintar
Konsep perpustakaan ditarik oleh sepeda juga digunakan SMKN 26 Jakarta, bedanya sepeda mereka adalah sepeda listrik bertenaga matahari sehingga pengendaranya tidak perlu lelah mengayuh. Sepeda itu menarik gerobak berisi buku dan komputer. Mereka juga memiliki layanan internet nirkabel.
“Ada komputer juga supaya pembaca bisa mengakses buku elektronik dari Perpustakaan Nasional,”kata Al Hadi Aditya Permana, siswa kelas XIII jurusan Otomotif.
Ia mengungkapkan, perpustakaan sepeda itu masih beroperasi di wilayah SMKN 26 di Rawamangun, Jakarta Timur setiap Senin dan Kamis. Tim literasi sekolah sedang menyiapkan agar sepeda bisa dibawa ke gelanggang olahraga Velodrome setiap hari Sabtu agar lebih banyak orang bisa membaca.
Ilmu dan tradisi
Berbeda dengan dua sekolah lainnya, SMKN 2 Padang Panjang memilih membuat lemari buku portabel berbentuk rumah gadang yang bisa ditarik menggunakan sepeda motor. Keunikannya ada pada kurasi buku yang dibagi menjadi tiga seksi, yaitu Buya Hamka, Bung Hatta, dan Datuk Perpatih.
Guru Jurusan Pertelevisian SMKN 2 Padang Vico Benzito menjelaskan, tujuan perpustakaan bergerak tersebut tidak sekadar meningkatkan minat baca warga, tetapi juga membuka wawasan terhadap tiga aspek terpenting dalam budaya Minangkabau.
Pada seksi Buya Hamka berisi buku-buku literatur maupun novel religi. Seksi Bung Hatta adalah untuk buku biografi dan nonfiksi untuk mengembangkan wawasan akademis. Adapun bagian Datuk Perpatih menampilkan buku-buku rujukan adat seperti Tambo Adat Minangkabau.
“Masyarakat Sumatera Barat menunjukkan gejala terlalu condong pada salah satu aspek. Padahal, budaya Minangkabau adalah hasil keseimbangan dari aspek adat, agama, dan sains. Keseimbangan itu pula yang melahirkan semangat nasionalisme,” paparnya. Koleksi buku berasal dari perpustakaan sekolah dan Perpustakaan Kota Padang Panjang.
Perpustakaan ini berkeliling setiap Jumat dan Sabtu ke warung-warung kopi, sekolah, dan surau tempat anak-anak belajar mengaji. Antusiasme di sekolah dan surau cukup tinggi, terutama untuk buku novel. Akan tetapi, di warung kopi yang banyak dikunjungi laki-laki dewasa tantangannya jauh lebih besar.