Pemodal Ventura Perluas Investasi ke Sektor Tradisional
Penyertaan investasi dari perusahaan modal ventura kini tidak melulu ke perusahaan rintisan bidang teknologi. Mereka mulai masuk ke industri tradisional yang tengah bertranformasi ke digital.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tren penyertaan investasi dari perusahaan modal ventura tidak melulu menyasar ke perusahaan rintisan bidang teknologi. Mereka sekarang mulai masuk berinvestasi ke perusahaan sektor industri tradisional yang tengah bertranformasi ke arah digital.
Wakil Ketua Asosiasi Modal Ventura untuk Start Up Indonesia (Amvesindo) Donald Wihardja, Selasa (30/7/2019), di Jakarta, berpendapat, para pemodal ventura berani masuk ke industri tradisional karena besarnya potensi dampak ekonomi sosial adopsi teknologi digital. ”Dengan kata lain, mereka memperluas portofolio penyertaan investasi,” ujarnya.
Donald mencontohkan Kopi Kenangan. Perusahaan ritel non-waralaba di bidang minuman kopi specialty ini memperoleh penyertaan investasi dari Alpha JWC Ventures dan Sequoia India. Kopi Kenangan berencana memanfaatkan benda terhubung dengan internet untuk mengelola inventaris.
Contoh lainnya yaitu SiCepat, perusahaan jasa pengiriman ekspres, yang menerima penyertaan investasi dari Barito Teknologi dan Kejora Intervest Growth Fund.
Donald memandang, transformasi untuk menyikapi revolusi industri keempat masih dialami oleh kebanyakan korporasi dan perusahaan keluarga skala besar. Cara kerja bisnis mereka sekarang mulai mengandalkan teknologi digital.
Lebih jauh, lanjut Donald, beberapa perusahaan teknologi buatan anak muda Indonesia kini tidak lagi berstatus ”rintisan”, tetapi berkembang pesat menjadi usaha berskala besar. Mereka masih menjadi target penyertaan investasi dari pemodal ventura.
”Ada perusahaan modal ventura skala besar dan global akan mendanai mereka. Misalnya, SoftBank, Tiger Global Management, dan Warburg Pincus,” katanya.
Sebelumnya, pada Senin (29/7/2019), saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo, pimpinan SoftBank mengumumkan kembali berinvestasi ke perusahaan aplikasi super Grab Holdings Inc (Grab). Pada awal 2019, SoftBank menyuntikkan dana 1,46 miliar dollar AS. Lalu, komitmen investasi lanjutan sebesar 2 miliar dollar AS dan akan direalisasikan dalam lima tahun.
Oleh Grab, investasi sebesar 2 miliar dollar AS akan diperuntukkan untuk pengembangan inovasi di Indonesia. Beberapa rencana inovasi yang telah dibahas Grab bersama SoftBank mencakup, antara lain, ekosistem kendaraan listrik, solusi pemetaan wilayah geografis, dan sistem layanan kesehatan secara elektronik.
Grab telah mengumpulkan 27 kali putaran penyertaan investasi dengan total nilai 9,1 miliar dollar AS. Grab pun menyadang status decacorn, perusahaan teknologi dengan nilai valuasi 10 miliar dollar AS.
Secara terpisah, Country Head OYO Indonesia Rishabh Gupta mengklaim, model bisnis OYO mendisrupsi industri properti. OYO menjalankan bisnis manajemen properti, seperti hunian kamar hotel dan kos. OYO bermitra dengan pemilik hotel ataupun kos berskala menengah ke bawah. Oleh OYO, hotel ataupun kos tersebut dirombak dan dikelola ulang agar kualitas pelayanannya naik. OYO akan mengambil untung dengan cara memungut fee waralaba ataupun bagi hasil dengan mitra.
OYO juga mempunyai aplikasi yang memungkinkan konsumen memesan kamar lebih mudah.
Pemodal ventura yang sudah terlibat menyertakan investasi kepada OYO sejak dirintis tahun 2013 yaitu Airbnb, SoftBank Vision Fund, Lightspeed Venture Partners, Greenoaks Partner, Sequoia India, dan Hero Enterprise. OYO beroperasi di 80 negara.
”Kami juga menyertakan aplikasi pengelolaan bisnis kepada mitra. Aplikasi ini langsung terhubung dengan sistem agen perjalanan daring sehingga memudahkan mereka memproses pesanan. Fitur lainnya yaitu pembukuan, inventaris, dan pemasaran ke segmen pasar individu atau perusahaan,” ujarnya.
Untuk hotel, Rishabh menyebutkan, OYO Indonesia telah memiliki lebih dari 720 jaringan dengan lebih dari 20.000 kamar di 80 kota. Bisnis OYO di Indonesia tumbuh 20 kali lipat dan meraih satu juta konsumen terdaftar di aplikasi OYO. OYO baru beroperasi di Indonesia selama sembilan bulan.
Menurut dia, OYO memiliki sekitar 900 orang tim yang disebut OYOpreneurs. Mereka berperan merombak ulang bisnis hotel dan melakukan pendampingan kepada mitra.