Huawei, perusahaan teknologi asal China menegaskan industrinya tidak terpengaruh pembatasan bisnis dari Amerika Serikat. Pertumbuhan bisnis Huawei diklaim tetap kuat di semester pertama 2019.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Huawei, perusahaan teknologi asal China menegaskan industrinya tidak terpengaruh pembatasan bisnis dari Amerika Serikat. Pertumbuhan bisnis Huawei diklaim tetap kuat di semester pertama 2019.
Hal ini disampaikan pada pemaparan kondisi bisnis terbaru Huawei di Jakarta, Rabu (31/7/2019). Dalam keterangan tertulis, pendiri dan Chief Executive Officer Huawei Ren Zhengfei menyatakan telah menyiapkan diri. Ia yakin produknya tetap bisa memimpin industri teknologi.
“Di industri ini, kami tetap bisa berkembang dengan cip dan perangkat lunak dari kami sendiri. Kami tidak terpengaruh oleh langkah AS sama sekali,” kata Ren.
Hingga kini Huawei telah membuat lebih dari 300 cip atau chipset. Beberapa cip tersebut antara lain adalah Solar 5.0, Kunpeng 920, Hi822, dan Ascend 310/910. Salah satu cip bertipe Hislicon tercatat sebagai salah satu cip yang banyak digunakan. Cip ini dikirim ke seluruh dunia sebanyak 1,8 miliar buah per tahun.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump memasukkan Huawei dalam daftar hitam perdagangan AS. Hal ini berlanjut pada perintah kepada Google Inc untuk menghentikan kerja sama bisnis dengan Huawei. Padahal, ponsel buatan Huawei selama ini menggunakan sistem operasi Android buatan Google.
Pemutusan kerja sama ini akan berpengaruh ke pembatasan akses pengguna ke sejumlah layanan Google, antara lain Google Maps, surat elektronik Gmail, video daring Youtube, dan akses ke pasar aplikasi Play Store. Selain itu, pengguna juga tidak bisa memperbarui Android ke versi terbaru (Kompas.id, 21/5/2019).
Selain memproduksi cip buatan sendiri, Huawei telah menyiapkan skenario persiapan lain, salah satunya melalui jaringan suplai yang luas. jaringan suplai Huawei mencakup negara China, Hongaria, Meksiko, dan di Kota Dubai, Uni Emirat Arab. Pusat manufaktur Huawei juga tidak dipusatkan di China saja, melainkan juga di India, Hongaria, Meksiko, dan Brazil.
Pada semester pertama 2019, Huawei membukukan pendapatan sebesar 401,3 miliar yuan atau setara Rp 842 triliun. Angka ini meningkat 23,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, laba bersih perusahaan pada semester pertama 2019 juga meningkat 8,7 persen.
Di grup bisnis jaringan, Huawei mencatat pendapatan sebesar 146,5 miliar yuan pada semester pertama 2019. Angka ini setara dengan Rp 297,9 triliun. Sementara itu, grup bisnis konsumer menjadi penyumbang terbesar pendapatan Huawei dalam enam bulan pertama 2019 dengan angka 220,8 miliar yuan atau Rp 449,1 triliun.
“Kendati dimasukkan ke dalam daftar entitas oleh negara tertentu, pertumbuhan (bisnis) kami tetap tinggi. Hal ini tidak berarti bahwa tidak ada kendala yang menerpa kami di masa mendatang. Kesulitan itu pasti ada dan pastinya berdampak pada laju pertumbuhan bisnis kami dalam jangka pendek,” kata Chairman of Huawei Liang Hua melalui keterangan tertulis.
Sementara itu, Chief Technology Officer Huawei Indonesia Vaness Yew mengatakan, pertumbuhan bisnis Huawei di Indonesia cenderung stabil. Angka pertumbuhan berkisar 2-3 persen per tahun.
Jaringan 5G
Selain menyatakan bisnisnya yang masih berjalan dengan stabil, Huawei juga menyatakan kesiapan untuk mendukung jaringan 5G di Indonesia. Hingga hari ini Huawei telah meneken 50 kontrak 5G komersial dan telah mengapalkan 150.000 base transceiver station (BTS) ke pasar dunia.
Director of Information and Communication Technologies Strategy Huawei Indonesia Mohamad Rosidi mendeteksi sejumlah Indikasi akan permintaan jaringan generasi kelima ini. Salah satu indikatornya ialah digitalisasi di sektor keuangan.
“Kami terus menjalin kerja sama dan berkontribusi untuk membuat ekosistem (jaringan 5G) untuk menjadi benchmark. Kami juga melihat kemungkinan-kemungkinan penerapan 5G di Indonesia,” kata Rosidi.