Pencegahan Peredaran Narkoba di Kampus Butuh Peran Bersama
Sudah sejak lama kampus menjadi salah satu sasaran peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang. Keterlibatan oknum mahasiswa, mahasiswa putus kuliah, dan petugas keamanan memuluskan peredaran barang haram ini. Oleh karena itu, segenap elemen kampus harus membuka diri dan proaktif melawan narkoba.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DHANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sudah sejak lama kampus menjadi salah satu sasaran peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang. Keterlibatan oknum mahasiswa, mahasiswa putus kuliah, dan petugas keamanan memuluskan peredaran barang haram ini. Oleh karena itu, segenap elemen kampus harus membuka diri dan proaktif melawan narkoba.
Mantan Deputi Pemberantasan BNN Inspektur Jenderal (Purn) Benny Mamoto, di Jakarta, Selasa (30/7/2019), mengatakan, narkoba sudah sejak lama masuk dan beredar di lingkungan kampus. Narkoba yang paling banyak dikonsumsi mahasiswa adalah ganja, sabu, dan ekstasi.
”Narkoba bisa masuk ke kampus karena bantuan oknum mahasiswa aktif, mahasiswa putus kuliah, dan bantuan petugas keamanan kampus. Mereka tahu situasi di dalam kampus sehingga peredarannya cepat,” ucap Benny.
Peredaran narkoba di lingkungan kampus kembali menjadi sorotan setelah Satuan Reserse Narkoba Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat merilis pengungkapan jaringan pengedar ganja lingkungan kampus di Jakarta, Senin (29/7/2019). Polisi menangkap lima tersangka, yakni TW (23), PHS (21), HK (27), AT (27), dan FF (31).
Benny mencontohkan penyelidikan narkoba di salah satu kampus swasta di Jakarta ketika ia masih aktif bertugas. Kala itu, petugas membuntuti kurir narkoba yang mengantarkan kiriman paket sabu dari luar negeri ke kampus. Dalam penyelidikan terungkap bahwa sindikat melibatkan oknum di dalam kampus.
Narkoba itu, kata Benny, disimpan di ruang organisasi kemahasiswaan. Mahasiswa dapat langsung mengonsumsinya pada jam-jam kosong, malam hari, ataupun hari libur.
Menurut Benny, upaya pemberantasan narkoba di kampus tidak mudah. Pernah terjadi perlawanan dari mahasiswa terhadap pimpinan kampus yang hendak membersihkan kampus dari peredaran narkoba.
Peristiwa itu menimpa seorang pimpinan kampus di Jakarta Timur. Pimpinan ini kemudian didemonstrasi serta diminta mundur oleh sindikat dengan memanfaatkan mahasiswa putus kuliah.
Ia melapor serta meminta bantuan BNN. Akhirnya, petugas pun turun tangan dan menangkap oknum yang terlibat peredaran narkoba itu.
”Pihak kampus harus mengawasi kegiatan mahasiswa di kampus di luar aktivitas perkuliahan, seperti malam hari dan hari libur, kalau tidak mau kecolongan. Atau sebaiknya ada aturan terkait kegiatan di luar jam perkuliahan,” katanya.
Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional, terdapat 117 kawasan rawan narkoba yang tersebar DKI Jakarta tahun 2019. Kawasan ini mulai dari permukiman padat penduduk sampai lingkungan kampus.
Kawasan itu antara lain Kelurahan Kemanggisan dan Kelurahan Kota Bambu Selatan, Palmerah di Jakarta Barat, serta Kelurahan Kebon Sirih dan Kelurahan Kalipasir, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat.
Juga Kelurahan Manggarai dan Kelurahan Manggarai Selatan, Tebet, di Jakarta Selatan. Kemudian Kelurahan Kalisari, Kecamatan Pasar Rebo, dan Kelurahan Pondok Kelapa, Kecamatan Duren Sawit, di Jakarta Timur, serta Kelurahan Ancol, Kecamatan Pademangan dan Kecamatan Kelapa Gading di Jakarta Utara.
Deteksi dini
Kepala Bidang Rehabilitasi BNNP DKI Jakarta Wahyu Wulandari menyebutkan akan mengintensifkan kegiatan sosialisasi dan pemeriksaan urine sebagai deteksi dini dalam mencegah dan memberantas narkoba, khususnya di kampus.
Berkaitan dengan hal itu, pihak kampus pun harus terbuka dan proaktif dalam memberantas peredaran narkoba, seperti meminta sosialisasi dan pelaksanaan tes urine bagi mahasiswa maupun pengajar.
”Ada kampus yang menutup diri sehingga sulit untuk menelusuri peredaran narkoba. Tetapi, jika kampus mendukung dengan membuka diri dan ikut berperan aktif, maka akan sangat terbantu. Ini (narkoba) masalah bersama,” ucapnya.
Sementara terungkapnya jaringan pengedar narkoba di kampus menandakan ancaman laten narkoba pada generasi muda.
Pengamat sosial dari Vokasi Universitas Indonesia, Devie Rahmawati, mengatakan, secara teknis dunia pendidikan sudah berupaya meningkatkan kerja sama dengan penegak hukum untuk memproteksi peserta didik dari ancaman narkoba. Tetapi, perlu peningkatan kapasitas segenap elemen kampus agar semakin kuat melawan penetrasi narkoba.
”Perlu profiling potensi pengguna dan pengedar sebagai pengetahuan dasar. Dengan kemampuan dasar mengenali potensi tersebut, kampus akan lebih cepat berkoordinasi untuk pemeriksaan urine, razia, dan lainnya. Nantinya ini akan ditindaklanjuti oleh aparat yang berwenang,” ucap Devie.