Pemerintah hendak mengurangi jumlah pengajuan tenaga administrasi. Perekrutan ASN tahun 2019 diprioritaskan untuk mengisi posisi guru dan tenaga kesehatan, terutama di daerah pedalaman yang selama ini kekurangan orang.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
KOMPAS/ANGGER PUTRANTO
Suasana Mal Pelayanan Publik Banyuwangi, Rabu (12/6/2019). Banyuwangi terus meningkatkan daya dukung layanan dengan penyediaan aplikasi dan mesin layanan mandiri yang memungkinkan warga atau pemohon dapat mengurus sejumlah dokumen secara mandiri tanpa harus bertatap muka dengan petugas layanan.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan merekrut 175.000 aparatur sipil negara yang terdiri dari 100.000 calon pegawai negeri sipil dan 75.000 pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja pada 2019. Seluruh aparatur dijanjikan berkapasitas mumpuni demi mendukung visi Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafruddin seusai membuka Rapat Koordinasi Pengadaan ASN dan Perencanaan ASN Tahun 2020-2024 di Jakarta, Selasa (30/7/2019), mengatakan, tahun ini ada sekitar 200.000 aparatur sipil negara (ASN) yang pensiun. Dalam rakor tersebut, hadir pula Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Kepala Badan Kepegawaian Negara Bima Haria Wibisana, serta perwakilan seluruh kementerian, lembaga dan pemerintah daerah.
Syafruddin melanjutkan, untuk menggantikan ASN yang pensiun pemerintah akan merekrut 175.000 orang pada Oktober 2019, yang dibagi menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Sebanyak 2 persen di antaranya dialokasikan untuk penyandang disabilitas.
Prioritas guru dan kesehatan
Baik untuk CPNS maupun PPPK, perekrutan diprioritaskan untuk profesi guru dan tenaga kesehatan di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas). Kedua bidang tersebut penting karena hingga saat ini, jumlahnya belum mampu memenuhi kebutuhan. ”Contohnya, 75 persen dari total puskesmas kita itu kekurangan dokter,” katanya.
Ia menambahkan, dalam seleksi tahun ini, kapasitas calon ASN menjadi prioritas. ”Mulai dari guru, tenaga kesehatan, hingga tenaga yang ditempatkan di kementerian dan lembaga, semua harus profesional. Kami tidak akan merekrut tenaga administrasi,” kata Syafruddin.
KOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafruddin dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo seusai membuka Rapat Koordinasi Pengadaan ASN dan Perencanaan ASN tahun 2020-2024 di Jakarta, Selasa (30/7/2019)
Melalui kebijakan tersebut, kata Tjahjo, pemerintah hendak mengurangi jumlah pengajuan tenaga administrasi. Hal itu didasarkan pada visi presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo-Ma’ruf Amin, yaitu meningkatkan kualitas sumber daya manusia, termasuk ASN.
Kemampuan inovasi
Secara terpisah Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Sofian Effendi mengatakan, penerimaan tenaga baru yang profesional memang sangat diperlukan. Selama ini pengisian jabatan aparatur sipil lebih diutamakan pada fungsi struktural atau administratif. Penghargaan untuk mereka juga cenderung lebih baik dibandingkan dengan tenaga profesional.
Menurut dia, pemegang jabatan administratif kerap terjebak pada rutinitas yang berdampak pada ketidakmampuan berinovasi. Mereka tidak bisa lagi menggagas pemikiran strategis jangka panjang untuk mengembangkan bidang keahliannya. Padahal, saat ini dibutuhkan aparatur sipil yang memahami perkembangan zaman yang begitu dinamis sekaligus mengantisipasi dan membuat peraturan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
KOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU
Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Sofian Effendi
”Oleh karena itu, standar penerimaan ASN perlu ditingkatkan. Aparatur sipil di semua bidang harus memiliki kompetensi teknologi informasi yang tinggi. Mereka juga perlu memahami kondisi global,” ujar Sofian.
Sofian menambahkan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, perekrutan PPPK ditujukan untuk menjaring profesional di bidang tertentu untuk bekerja di pemerintahan. Misalnya, warga negara yang bekerja di luar negeri yang saat ini jumlahnya sudah mencapai 8 juta orang. ”Keberadaan tenaga profesional itu diharapkan mampu mempercepat transformasi ASN,” kata Sofian.
Ubah pola kerja
Pengajar Ilmu Administrasi Negara Universitas Indonesia, Zuliansyah Putra Zulkarnain, mengapresiasi perekrutan tenaga profesional melalui PPPK. Menurut dia, konsep itu mampu mengubah pola kerja ASN dari yang kaku menjadi fleksibel sehingga lebih mampu menjawab tantangan zaman.
Meski demikian, pemerintah perlu segera merumuskan standar kompetensi untuk mengukur profesionalitas ASN yang direkrut. Standar tersebut baru dimiliki beberapa profesi, di antaranya guru dan perencana. ”Pemerintah tidak bisa mengharapkan orang yang memiliki kompetensi tertentu untuk masuk ke pemerintahan jika tidak memiliki standar kompetensi yang jelas,” katanya.
Kompetensi yang dibutuhkan pemerintah juga harus tergambar dalam formasi di kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. Perumusannya dimulai dengan memetakan kinerja, fungsi setiap unit kerja, dan penetapan orang-orang yang dibutuhkan. Dengan pola itu, pemerintah tidak sekadar mengisi jabatan tetapi juga memulai upaya menciptakan efektivitas organisasi.
Menurut Zuliansyah, pemetaan kompetensi semestinya disesuaikan pula dengan konteks atau potensi daerah. Contohnya, di wilayah pesisir dibutuhkan ASN yang memiliki kompetensi terkait kemaritiman.
”Prinsip profesionalitas ini menjadi tantangan khusus bagi pemerintah daerah. Oleh karena itu, harus ada pembinaan dari Kementerian PAN dan RB serta BKN agar daerah mampu merumuskan formasinya secara tepat,” kata Zuliansyah.