Relokasi Pabrik Momentum Indonesia Jadi Negara Produsen
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pabrik yang direlokasi PT Panasonic Manufacturing Indonesia (PMI) dari Malaysia ke Indonesia diharap bisa menekan angka impor pendingin ruangan. Hal ini diharap pula memperkuat posisi Indonesia sebagai basis produksi lokal.
Presiden Komisaris PMI Rachmat Gobel mengatakan, relokasi pabrik ini merupakan momentum menjadikan Indonesia sebagai produsen, bukan hanya pangsa pasar potensial.
“PT PMI berhasil merelokasi produksi AC (air conditioner) berkapasitas 2,0 PK dan 2,5 PK. Produksi perdananya bertepatan dengan pencapaian produksi AC Ke-5 juta set,” kata Rachmat di Jakarta, Selasa (30/7/2019).
Hadir pula dalam kesempatan itu antara lain Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian, Harjanto; Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kementerian Perindustrian Janu Suryanto, Presiden Direktur PT PMI Tomonobu Otsu, dan Direktur Unit Bisnis AC Panasonic Jepang Yoshiaki Sawada.
Relokasi pabrik merupakan momentum menjadikan Indonesia sebagai produsen, bukan hanya pasar
Menurut Rachmat, langkah PT PMI merupakan salah satu upaya meningkatkan tingkat komponen dalam negeri (TKDN). TKDN nasional saat ini tercatat mencapai sekitar 40 persen untuk produk AC. Sementara itu, relokasi pabrik AC diperkirakan bisa mengurangi impor produk sebesar Rp 300 miliar per tahun.
Di kesempatan yang sama, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mendukung langkah PT PMI. Ini dinilai sejalan dengan agenda pemerintah untuk mengelola dan memperbaiki iklim usaha industri di Indonesia.
“Menurut saya tidak ada lagi keraguan untuk terus berinvestasi dan memperluas industri di Indonesia. Saya harap PT PMI sebagai salah satu produsen elektronik dapat terus berekspansi,” kata Airlangga.
Mengutip dari laman Kementerian Perindustrian, penambahan kapasitas produksi AC Panasonic diharap bisa memenuhi permintaan domestik.
“Target berikutnya adalah ekspor 10 juta unit dalam 20 tahun. Tapi, menurut saya itu terlalu lama. Kami minta ini dipercepat menjadi 10 tahun,” kata Airlangga.