Dalam suasana perang dagang Amerika Serikat-China, peluang ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia ke AS makin terbuka. Peningkatan perdagangan Indonesia-AS menguntungkan kedua negara.
Oleh
Ferry Santoso
·3 menit baca
Pekan lalu, sejumlah pengurus Asosiasi Pertekstilan Indonesia bertemu dengan pejabat kementerian teknis, para pelaku usaha, dan petani kapas di Amerika Serikat. Tujuan pertemuan tersebut adalah bagaimana meningkatkan perdagangan antara Indonesia dan AS, terutama produk kapas dan pakaian jadi atau garmen.
Selama ini, Indonesia mengimpor kapas dari AS sebagai bahan baku industri atau produsen benang dan kain. Sebagai gambaran, pada 2017, nilai impor kapas Indonesia dari AS sebesar 513 juta dollar AS. Nilai impor kapas dari AS itu terbesar dari total impor kapas sekitar 1,3 miliar dollar AS.
Dengan mengolah bahan baku kapas menjadi benang, kain, dan pakaian jadi, Indonesia pun dapat mengekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) ke negara tujuan ekspor, terutama AS. Nilai ekspor TPT Indonesia ke AS pada 2018 mencapai 4,7 miliar dollar AS dari total nilai ekspor TPT sebesar 13,22 miliar dollar AS.
Namun, dibandingkan dengan ekspor Vietnam ke AS, nilai ekspor TPT Indonesia ke AS masih jauh lebih rendah. Sebagai perbandingan saja, pada 2017, nilai ekspor TPT Vietnam ke AS mencapai 12,9 miliar dollar AS. Selama ini, AS banyak mengimpor produk TPT dari China, Vietnam, India, dan Bangladesh dari total nilai impor TPT AS sekitar 45,8 miliar dollar AS pada 2017.
Dengan suasana perang dagang AS dengan China, peluang pasar ekspor di AS memang semakin terbuka. Potensi pasar ekspor TPT China ke AS yang pada 2017 sebesar 38,7 miliar dollar AS bisa saja berkurang.
Oleh karena itu, upaya menggarap pasar ekspor di AS menjadi sangat penting melalui berbagai skema kerja sama, seperti pengurangan tarif bea masuk untuk produk tertentu atau preferential trade arrangements (PTAs) atau skema lain yang mungkin dikerjasamakan, seperti perjanjian perdagangan bebas (FTA).
Untuk itu, peran pemerintah, terutama Kementerian Perdagangan, sangat penting dalam menjalin kerja sama perdagangan secara bilateral. Kecepatan dan sikap lebih agresif diperlukan untuk menjalin kerja sama perdagangan secara bilateral untuk meningkatkan perdagangan, terutama produk-produk ekspor strategis, seperti produk TPT.
Pihak Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) memperkirakan, nilai ekspor ke AS bisa mencapai 10 miliar dollar AS dalam lima tahun mendatang jika pasar AS lebih digarap dengan serius. Saat ini, nilai ekspor TPT Indonesia ke AS sebesar 4,7 miliar dollar AS.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah API, ekspor TPT Indonesia pada 2018 mencapai 13,22 miliar dollar AS dan impor TPT sebesar 10,02 miliar dollar AS sehingga masih terjadi surplus sekitar 3,2 miliar dollar AS.
Peningkatan impor kapas Indonesia dari AS tentu tidak hanya bermanfaat bagi pemenuhan bahan baku produsen benang dan kain di Indonesia, tetapi juga petani kapas di AS sehingga peningkatan perdagangan RI dengan AS menjadi perdagangan yang saling menguntungkan kedua negara.
Di dalam negeri, diperlukan sinergi produsen benang dan kapas dengan produsen pakaian jadi atau garmen. Jangan sampai kain impor membanjiri pasar domestik yang dapat berdampak pada kinerja produsen kain di dalam negeri.
Selain upaya menjalin kerja sama bilateral yang lebih intensif, persoalan industri di dalam negeri yang berada di luar kemampuan pelaku usaha untuk menangani juga perlu ditangani. Misalnya, revisi regulasi ketenagakerjaan yang selama ini dinilai memberatkan pelaku usaha dan kurang sesuai dengan tuntutan efisiensi industri yang mengarah pada industri berbasis teknologi digital.
Selain TPT, masih ada produk-produk unggulan ekspor Indonesia yang dapat terus ditingkatkan melalui berbagai upaya, seperti kerja sama perdagangan bilateral. Misalnya, produk kayu olahan, produk otomotif, produk semen dengan volume produksi yang berlimpah, dan produk minyak kelapa sawit yang juga mengalami tren peningkatan produksi.
Dengan peningkatan ekspor itu, diharapkan defisit neraca perdagangan ataupun defisit transaksi berjalan dapat berkurang. BPS mencatat, defisit neraca perdagangan semester I-2019 atau Januari-Juni sebesar 1,93 miliar dollar AS. Defisit itu naik dibandingkan defisit neraca perdagangan pada semester I-2018 sebesar 1,20 miliar dollar AS.